Nasional HASIL RISET

Menelisik Pesantren Bordir Al-Amin Tasikmalaya

Sen, 8 Juli 2019 | 05:30 WIB

Menelisik Pesantren Bordir Al-Amin Tasikmalaya

Bangunan Pesantren Al-Amin Tasikmalaya (Foto: Pesantren Al-Amin)

Kota Tasikmalaya merupakan salah satu daerah sentra industri hiasan border unggulan. Bordir Tasikmalaya juga telah menembus pasar internasional. Bordir-bordir khas Tasik sudah diekspor ke Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Saudi Arabia, sampai negara-negara Timur Tengah, Mesir, dan Afrika. Terkenalnya bordir Tasikmalaya membuat warga berlomba-lomba untuk menggeluti usaha bordir. Satu di antaranya, ada H Zarkasyie yang mendirikan Pabrik Bordir Tjiwulan. Dari sanalah Pesantren Al-Amin juga kelak berdiri.

Pesantren Al-Amin termasuk pesantren yang sudah mapan ekonominya di Indonesia. Kupasan pesantren ini masuk dalam buku Top 10 Ekosantri Pionir Kemandirian Pesantren yang diterbitkan oleh Puslitbang Pendidikan dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama pada tahun 2017 lalu. Kemapanan itu dibuktikan dengan segala fasilitas penunjang santri yang murni dibangun berasal dari usaha bordir yang dimilikinya.
 
Dalam buku Top 10 Ekosantri Pionir Kemandirian Pesantren di atas, Husen Hasan Basri menuliskan sejarah perjalanan Pesantren Al-Amin. Baik dari skema pendidikan santri, sampai unit usaha apa saja yang dimiliki oleh pesantren. Dengan sub judul Lahirnya Pesantren dari Pabrik Bordir, Husen menjelaskan bahwa pada 1985 Pesantren Al-Amin berada dalam naungan Yayasan Pendidikan Islam Tjiwulan (YPI Tjiwulan).
 
Sampai pada tahun 2000 YPI Tjiwulan berganti nama menjadi Yayasan Pendidikan Islam (YPI) Al-Amin, dengan pertimbangan jumlah santri dan unit usaha yang terus bertambah. Meski terhitung baru, sebenarnya YPI Tjiwulan sudah jauh berdiri dengan adanya Lembaga Pendidikan Bordir (LPB) Tjiwulan pada 1978.
 
Setelah wafatnya H Zarkasyie, YPI Al-Amin dilanjutkan oleh putranya, KH Wawan Setiawan. Di tangannya, YPI Al-Amin melakukan berbagai inovasi. Santri tidak hanya diajarkan pendidikan secara formal, tetapi juga pendidikan secara keterampilan. KH Wawan yang alumni Mesir dapat membuka jalur ekspor bordir Tjiwulan sampai ke Timur Tengah. Kemajuan ini yang juga sedikit banyak berpengaruh membuat Pesantren Al-Amin mampu melakukan inovasi di atas.
 
Meskipun lahir dari rahim bisnis. Pesantren Al-Amin tetap mendahulukan nilai-nilai kepesantrenan. Santri Al-Amin yang berjumlah 794 orang tetap mendapatkan pengajian kitab-kitab kuning. Pada paginya mereka mendapatkan asupan pendidikan formal, siang sampai malamnya mereka mendapat ilmu-ilmu kepesantrenan.
 
"Adapun bordir yang menjadi usaha 'penopang' pengembangan pesantren menjadi salah satu 'isi kurikulum' pendidikan bagi para santri. Karenanya, selain mendapatkan ilmu ilmiah, para santri juga dapat mendapat ilmu keterampilan seputar penjualan, menjahit, bordir, dan garmen," sebut Husen dalam buku yang berdasarkan peneli.
 
Hampir empat puluh tahun sudah usaha border Tjiwulan maupun lembaga berdiri. Garmen dan usaha keterampilan bordir masih menjadi fondasi berdirinya Pesantren Al-Amin khususnya dan Yayasan Al-Amin pada umumnya. Bahkan, kini melebarkan sayap kebermanfaatannya dengan membuka unit-unit lainnya, semisal bimbingan Ibadah Haji dan Umrah, pendidikan kewirausahaan masyarakat, pendampingan usaha keluarga berbasis pengrajin bordir, sampai bekerjasama dengan instansi pemerintahan guna menyelenggarakan balai pelatihan kerja.

Kehadiran Pesantren Al-Amin membuat ekonomi masyarakat dapat terbantu, Pesantren yang juga membuka lembaga pendidikannya tidak hanya bagi santri yang mukim, menjadi solusi lembaga pendidikan keagamaan bagi masyarakat yang memerlukannya. Hingga kini, pembangunan sarana dan fasilitas sampai gaji karyawan Pesantren dapat terus berjalan dengan mandiri. Pengembangan usaha kerajinan bordir dan pengembangan industri garmen yang berintegrasi dengan pendidikan pesantren telah memberikan kemandirian Al-Amin. Tak hanya soal kemandirian pendidikan tetapi juga kemandirian ekonomi.
 
Kemandirian ekonomi membawa nilai manfaat untuk aktivitas pendidikan Islam. Sebaliknya aktivitas pendidikan Islam memberi manfaat bagi perusahaan yang telah diwarnai oleh kultur dan tradisi keislaman dan kepesantrenan.
 
Penulis: Sufyan Syafi’i
Editor: Kendi Setiawan