Nasional

Maraknya Pengayuh Sepeda di Era Pandemi Covid-19

Jum, 26 Juni 2020 | 06:30 WIB

Maraknya Pengayuh Sepeda di Era Pandemi Covid-19

Para pesepeda di kawasan Thamrin-Sudirman, Jakarta saat menikmati hari bebas kendaraan bermotor. (Foto: Antara)

Jakarta, NU Online

Hari tanpa kendaraan bermotor (CFD) di sepanjang Jalan Sudirman, Jakarta pada Ahad (21/6) lalu dibanjiri pengayuh sepeda setelah CFD pertama kali dibuka di era Pandemi Covid-19. Meskipun akhirnya CFD di kawasan tersebut ditiadakan kembali karena minimnya disiplin masyarakat terhadap protokol Covid-19, maraknya pesepeda di tengah pandemi menarik diperhatikan.


Dari kejauhan, tampak begitu padat orang-orang bersepeda hingga orang yang jogging tampak bisa dihitung. Tidak hanya itu, bersepeda ini juga dilakukan oleh sebagian kalangan di malam hari.


Di berbagai jalan di Jakarta, beberapa rombongan kaula muda yang bersepeda juga sangat mudah ditemukan. Pada Kamis (25/6) malam, misalnya, tiga orang pesepeda tampak berhenti persis di depan kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jalan Kramat Raya, Jakarta.


Kegiatan bersepeda ini tengah menjadi kegemaran baru banyak orang. M Ilhamul Qolbi, misalnya, yang mulai bersepeda pascalebaran. Sebagai perantau asal Jawa Tengah, pria yang tinggal di Ciputat, Kota Tangerang Selatan ini belum sempat mudik ke kampung halamannya mengingat adanya PSBB.


‘Hantu’ Corona membuatnya tetap berdiam diri di kamar sewaannya. Hal tersebut membuatnya jenuh bukan kepalang, hingga memutuskan mulai keluar berolahraga akhir pekan di Situ Gintung setelah lebaran.


Dikira masih sepi, ternyata Situ Gintung sudah ramai oleh kerumunan. Rencana untuk lari pagi pun dibatalkan karena melihat banyak kerumunan orang yang juga berlari-lari kecil.


“Saya kira keadaan masih sepi. Setelah tiba di Situ Gintung, ternyata banyak kerumunan orang yang lari kecil-kecil. Saya pikir ulang. Ini mah malah mengakibatkan kerumunan. Saya urungkan niat saya untuk lari pagi. Kembali ke kosan,” katanya pada Kamis (25/6) malam.


Rekannya mengusulkan untuk bersepeda mengingat di kontrakannya ada lebih dari satu sepeda. Guru di sebuah sekolah swasta di Kebayoran Baru itu pun bersepeda menuju tempatnya bekerja sekaligus mengambil barang-barang yang tertinggal di sana.


“Saya berpikir sepeda bisa menjadi olahraga alternatif karena tidak menimbulkan kerumunan dan sambil bisa melihat suasana sekitar yang jaraknya tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh juga. Akhirnya minggu depannya memutuskan beli sepeda via daring,” katanya.


Saat bersepeda di CFD, ia mengaku memilih untuk putar balik mengingat begitu banyaknya pesepeda di sana guna memilih rute yang tidak terlalu ramai. Meskipun saat itu, ia dan rekan-rekannya mengenakan masker dan membawa sanitasi tangan sebagai upaya preventif.


“Saya dan teman-teman memutuskan putar arah karena memang keselamatan paling utama. Olahraga tujuannya untuk sehat, tetapi dalam kondisi begini, tidak mengikuti anjuran pemerintah, risikonya mungkin akan lebih besar,” katanya.


Sementara itu, pesepeda asal Tangerang Dedi Muhadi melihat antusiasme banyaknya pesepeda saat ini sangat senang, mengingat bersepeda bisa menjadi gaya hidup pasca-pandemi. Ia juga bersyukur jalan khusus sepeda saat ini sudah mulai banyak difasilitasi.


Namun, pesepeda yang sudah lebih dari lima tahun aktif bersepeda ini mengingatkan agar tetap mengutamakan keamanan, yakni dengan mengenakan peralatan lengkap.


“Saat bersepeda di jalan raya bersama teman pesepeda lain, jangan berjejer ke samping karena itu sangat mengganggu dan berbahaya, harusnya beriringan ke belakang dan tetap safety pakai helm dan sepatu minimal,” katanya.


Maraknya Sepeda


Bersepeda sebagai suatu alternatif olahraga ternyata berkembang menjadi sebuah gaya hidup olaharaga, sebagaimana dicatatkan oleh Belinda Wheaton dalam Understanding Lifestyle Sports: Consumption, Identity, and Difference.


Hal tersebut, terangnya, berarti memberikan sebuah identitas sosial eksklusif dan khusus. Sementara itu, gaya hidup olahraga juga didominasi oleh kaula muda di usia 15 hingga 24 tahun.


Muhammad Faisal, Pendiri Youth Laboratory Indonesia, sebagaimana dilansir Harian Kompas, menyampaikan bahwa adanya para remaja yang bersepeda di ruang publik merupakan upaya eksistensi, menunjukkan siapa dirinya, agar diakui sebagai bagian dari kerumunan remaja lain.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad