Daerah

Usaha Kerupuk Asin Milik Alumni Pesantren Jombang Ini Berkembang di Tengah Pandemi

Sel, 23 Juni 2020 | 23:30 WIB

Usaha Kerupuk Asin Milik Alumni Pesantren Jombang Ini Berkembang di Tengah Pandemi

Tempat usaha kerupuk asin Tayyamum Qyula di Desa Banjardowo, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang. (Foto: NU Online/Syarif Abdurrahman)

Jombang, NU Online
Terbiasa diajari hidup mandiri di pesantren, pemilik usaha kerupuk asin Tayyamum Qyula di Desa Banjardowo, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Nur Wahyudin sukses bertahan di tengah pandemi Covid-19.


Tidak tanggung-tanggung, alumni Pondok Pesantren Kyai Mojo Tambakrejo ini malah menerima karyawan yang hendak bekerja. Padahal jenis usaha lain banyak yang merumahkan karyawannya.


“Karyawan saat ini ada 40 orang, sebelumnya 20 orang. Karena pabrik banyak yang tutup maka dalam dua hari yang daftar ada 50 orang. Yang saya terima hanya 20 orang,” jelasnya, Selasa (22/6).


Dalam dunia usaha, Nur Wahyudin terinspirasi dari nasihat Pengasuh Pesantren Kiai Mojo, KH Imron Jamil yang meminta para santrinya rajin ibadah dan mandiri secara ekonomi.


Wahyudin bercerita, di awal wabah Covid-19 melanda, perusahaannya jadi rujukan warga sekitar untuk melamar kerja. Mereka datang karena dirumahkan perusahaan sebelumnya dan tak punya pemasukan uang lagi.


Sementara itu, para pelamar pekerjaan itu punya keluarga yang harus dinafkahi setiap hari. Kadang mereka memiliki anak kecil yang butuh susu dan makanan khusus.


Padahal saat itu, Nur Wahyudin juga sedang berjuang mempertahan tren penjualan produk di tengah Covid-19. Hal ini disebabkan banyak penjualan yang gagal. Karena yakin rizki diatur Allah, maka pelamar kerja itu tetap diterima.


"Selama ini jualan di tempat pariwisata seperti Malang, Pasuruan, Blitar, Lamongan, Bojonegoro, dan Tuban. Setelah ada kebijakan menutup tempat pariwisata, maka tidak bisa berjualan di tempat pariwisata. Otomatis terganggu,” tambahnya.


Wahyudin termasuk santri nekat, usaha kerupuk ini ia mulai pada tahun 2013 lalu. Saat itu ia masih duduk di kelas 6 Madrasah Muallimin Muallimat Bahrul Ulum 6 Tahun Tambakberas. Hingga kini usahanya terus berkembang pesat.


Sebelum Covid-19 datang, sehari ia bisa menjual 1000 bungkus. Namun di awal masa pandemi, penjualan turun drastis.


Tak mau karyawannya dipecat, berbagai cara dicobanya agar roda perusahaan terus berputar. Di antaranya menurunkan harga jual dari Rp4 ribu ke Rp3 ribu per bungkus dan melakukan penjualan dari pintu ke pintu.


"Tak disangka, menawarkan pembeli secara langsung ke rumah ini mendapatkan respons positif. Kini sehari bisa menjual 1.500 bungkus," ujar Nur Wahyudin.


Meskipun harga jual diturunkan. Namun ia tidak mengurangi gaji karyawan. Baginya yang penting bertahan dulu, meski dengan membanting harga.


Ia optimis sekarang perusahaannya sudah mulai untung lagi. Ia memprediksi jika sudah normal, bisa jadi sehari ia menjual 2.500 bungkus. Di tempat wisata bisa jual 1000 bungkus dan sistem dari pintu ke pintu 1.500 bungkus.


"Niat baik selalu ditolong Allah, dulu niat menolong orang kini diberikan kemudahan oleh Allah," ungkapnya.


Belajar dari Covid-19, Wahyudin dan karyawannya sepakat meneruskan penjualan setiap hari keluar masuk desa dan menawarkan kerupuk ke rumah-rumah. Sebagian ditinggal di rumah-rumah warga.


Hal ini diakui oleh salah satu karyawan kerupuk asinan Tayyamum bernama Saiful Arifin yang menjelaskan jika setiap pagi dirinya keliling masuk desa menjual kerupuk. "Saya pagi keliling menjajakan kerupuk, siang hingga sore bagian goreng," ceritanya.


Saiful mengatakan, dirinya sudah bertahun-tahun bekerja dengan Nur Wahyudin. Kenal sejak lama waktu di Pesantren Kiai Mojo. 


Baginya prinsip kekeluargaan membuat ia betah bekerja bersama usaha kerupuk asin Tayyamum. "Saya yang jaga di sini, jaga tempat produksi. Katanya pemiliknya, tetap usaha terus, maka barakah," tandas Saiful.


Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Syamsul Arifin