Nasional HARDIKNAS

LTNNU Jatim: “Cabe-Cabean” Tsunami Dunia Pendidikan

Sab, 2 Mei 2015 | 12:01 WIB

Surabaya, NU Online
Fenomena “cabe-cabean”, istilah yang sangat populer untuk menyebut prostitusi pelajar, sudah tergolong sangat mengkhawatirkan. Tidak hanya pelajar di tingkat SMA, bahkan saat ini fenomena ini mulai merambah ke tingkat SMP.
<>
Hal itu ditengarai tidak hanya di kota-kota besar, namun juga mulai mewabah di kota-kota kecil bahkan di desa-desa. Fenomena ini adalah tsunami bagi dunia pendidikan. Jika ini tidak dikendalikan, maka bukan tidak mungkin menyebar pula ke tingkat sekolah dasar.

Menurut PW LTNNU Jawa Timur Ketua PW LTN NU Jatim Ahmad Najib, Pemerintah kurang serius dalam menyikapi persoalan yang sangat memprihatinkan ini, bahkan terkesan tutup mata.  Padahal “cabe-cabean” merupakan realitas yang nyata dan kasatmata ada di depan mata kita.  Tidak ada kebijakan yang tegas, baik dari pemerintah pusat maupun daerah, untuk memberantas praktek prostitusi pelajar ini.

Karena itu PW LTNNU Jawa Timur melalui siaran pers yang diterima NU Online Sabtu (2/5)  mendesak Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional, untuk segera:

1. Merumuskan sebuah sistem pembinaan bagi pelajar agar tidak terjerembab dalam pergaulan seks bebas yang pada akhirnya berpotensi jatuh dalam praktek prostitusi. Karena Sistem Pendidikan Nasional yang ada ternyata belum mampu mengarahkan dan melindungi pelajar agar terhindar dari perilaku menyimpang tersebut. Revolusi mental yang menjadi jargon utama Pemerintahan Jokowi harus dapat terimplementasikan secara efektif dalam dunia pendidikan, terutama dalam pembangunan karakter dan moralitas pelajar.

2. Mengevaluasi Kurikulum yang berlaku dengan memasukkan aspek pengawasan pergaulan pelajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Karena sehebat apapun pola pembelajaran di kelas dan di sekolah, hasilnya hanya akan sia-sia jika tidak ada pola pembinaan dan pengawasan pergaulan mereka. Dan hal ini harus dilakukan secara holistik yang melibatkan semua pihak, baik sekolah, guru, orang tua, masyarakat, pemuka agama, termasuk media.

3. Menerbitkan peraturan atau regulasi yang lebih tegas yang dapat menghindarkan para pelajar dari praktek prostitusi dan melindungi mereka dari human trafficking dan eksploitasi seksual. Aparat yang berwenang harus lebih aktif dalam mengawasi tempat-tempat hiburan malam bahkan juga rumah kos yang selama ini kerap menjadi tempat operasi para cabe-cabean. (Red: Abdullah Alawi)