Nasional

Lima Langkah UNESCO Cegah Punahnya Bahasa Daerah

Rab, 26 Februari 2020 | 10:00 WIB

Lima Langkah UNESCO Cegah Punahnya Bahasa Daerah

Arief Rachman, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat ada 11 bahasa daerah di Indonesia yang sudah punah dikarenakan sudah tidak ada lagi penuturnya. Hal ini menjadi kabar ironi dalam peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional yang diperingati setiap tanggal 21 Februari.

Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) melakukan lima langkah penting untuk mencegah punahnya bahasa. Pertama, dalam bidang pendidikan, UNESCO mendukung kebijakan penggunaan multibahasa.

“Khususnya penggunaan bahasa ibu dalam bidang pendidikan, dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelestarian bahasa dalam pendidikan,” kata Arief Rachman, Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, saat Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional di Gedung M Tabrani, Badan Bahasa, Rawamangun, Jakarta, Selasa (25/2).

Kedua, Arief mengatakan bahwa UNESCO dalam bidang budaya juga mengumpulkan data tentang bahasa-bahasa daerah dan bahasa yang terancam punah. Lembaga ini pun, lanjutnya, megembangkan alat metodologi terstandarisasi untuk pengukuran vitalitas bahasa, dan membangun kapasitas pemerintah dan masyarkat sipil (lembaga akademik dan komunitas penutur).

Sementara itu, dalam bidang sains, Arief menyampaikan bahwa UNESCO membantu program memperkuat peran bahasa daerah dalam transmisi pengetahuanlokal dan tradisional.

UNESCO juga, lanjutnya, mendukung penggunaan bahasa daerah di media dan mempromosikan multibahasa di dunia maya sebagai langkah dalam bidang komunikasi dan informasi.

Terakhir, UNESCO juga mengadopsi resolusi peringatan hari bahasa Ibu Internasional yang dilakukan setiap tanggal 21 Februari. Peringatan ini, jelasnya, bermula dari Republik Rakyat Bangladesh yang menetapkan tanggal yang sama sebagai Language Martyrs Day untuk memperingati para martir yang mengorbankan diri untuk melindungi dan memperjuangkan hak-hak bahasa ibu bereka, yakni Bahasa Bangla.

Kemudian, Sidang Umum UNESCO 1999 mengadopsi dan menetapkan tanggal 21 Februari ebagai Hari Bahasa Ibu Internasional. “Hal ini sejalan dengan mandat organisasi UNESCO yaitu membangun perdamaian dunia melalui pelestarian keragaman budayan dan bahasa untuk membangun toleransi dan rasa hormat terhadap orang lain,” katanya.

Pewarta: Syakir NF
Editor: Abdullah Alawi