Nasional

Langkah Indonesia Lawan Kekerasan Atas Nama Agama dan Intoleransi di Luar Negeri

Kam, 24 Agustus 2023 | 16:15 WIB

Langkah Indonesia Lawan Kekerasan Atas Nama Agama dan Intoleransi di Luar Negeri

Konferensi Pers Memperkuat Budaya Toleransi Konvensi HAM PBBB 16/18, di Setiabudi, Jakarta, Kamis (24/8/2023) (Foto: NU Online/Syakir NF)

Jakarta, NU Online
Berbagai kekerasan dan diskriminasi atas nama agama marak terjadi di berbagai negara. Eskalasinya meningkat dan semakin tampak di tataran global. Melihat hal tersebut, pemerintah Indonesia mengaku tidak tinggal diam, tetapi justru mengambil langkah diplomatik untuk mencoba mengurangi hal tersebut.


"Kita tidak tinggal diam. Pemerintah Indonesia melalui nota diplomatik melalui Kedubes kita," kata Eleonora Tambunan, Diplomat Ahli Madya V Kementerian Luar Negeri, saat acara Konferensi Pers Memperkuat Budaya Toleransi Konvensi HAM PBBB 16/18, di Setiabudi, Jakarta, Kamis (24/8/2023).


Bahkan, lanjut Eleonora, di beberapa perwakilan, lebih dari lima kali pemerintah mengirimkan nota diplomatik. Dalam hal ini, perwakilan Indonesia di luar negeri secara konsisten menginsiatif komunikasi atas tindakan tersebut.


Selain itu, pemerintah Indonesia juga menyampaikan teguran melalui duta besar negara bersangkutan yang ada di Jakarta. "Peringatan melalui Dubes mereka di Jakarta," katanya.


Ia menyampaikan bahwa pemerintah negara bersangkutan menanggapi dengan baik. Artinya, mereka menerima komunikasi pemerintah Indonesia. Meskipun demikian, Eleonora menegaskan bahwa tetap saja hal tersebut kembali kepada peraturan di negara masing-masing yang tidak bisa dipaksakan. "Tetapi kembali ke peraturan di negara mereka," ujarnya.


Namun demikian, lanjut Eleonora, setidaknya nota diplomatik tersebut bisa memberikan perubahan citra bagi negara yang bersangkutan.


Di samping itu, pemerintah juga melakukan upaya melalui jalur lain, seperti kegiatan yang akan diselenggarakan pada akhir Agustus 2023 ini, yaitu Jakarta Plurilateral Dialogue 2023 dengan mengangkat tema Memperkuat Budaya Toleransi: Konvensi HAM PBBB 16/18.


Menurutnya, kegiatan tersebut menjadi wujud nyata keberperanan Indonesia dalam mengupayakan toleransi dan mengatasi kekerasan atas nama agama. “Ini mempertegas Indonesia selalu konsisten dalam melaksanakan kewajibannya,” katanya.


Memperkuat pandangan tersebut, Jaleswari Pramodawardhani Deputi V Kantor Staf Presiden, menyampaikan bahwa forum tersebut menjadi ajang untuk bertukar pikiran dan urun gagasan dalam mengatasi problem global itu. Karenanya, kegiatan ini bakal melibatkan berbagai elemen masyarakat, tidak saja dari kalangan pemerintah.


"Formatnya sangat inklusif, bukan hanya antar pemerintah saja, stakeholder terkait lembaga pemerintahan saja, tetapi kita mengajak kawan akademisi, organisasi keagamaan, kawan Masyarakat sipil, bersama mendiskusikan hal terkait keagamaan ini," ujarnya.


Sementara itu, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kamaruddin Amin menyampaikan bahwa pertemuan tersebut juga merupakan langkah awal yang perlu ditindaklanjuti setelahnya agar dapat berdampak besar.


Dalam kesempatan itu, ia juga menyebut Forum R20 dan ASEAN Intercultural and Interreligious Dialogue Conference (IIDC) yang dihelat Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebagai upaya strategis nan produktif dalam mengatasi problem intoleransi, diskriminasi, dan kekerasan atas nama agama yang terjadi di berbagai belahan dunia.


"Ikhtiar mengajak publik global kita bersama merawat ketertiban dunia, memperkuat resolusi HAM PBB,” ujar Guru Besar UIN Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan itu.


Lebih lanjut, Kamar juga menegaskan pentingnya langkah konkret pascakegiatan, yaitu dengan hubungan komunikasi yang intens sebagai upaya kelanjutan dari kegiatan tersebut dalam rangka mengatasi problem itu.


"Ke depan memang perlu ada langkah konkret bersama-sama masyarakat sipil untuk bisa membangun komunikasi, join program, dilakukan secara bersama-sama dalam konteks global,” pungkasnya.