Jakarta, NU Online
Bertempat di Gedung PBNU, diselenggarakan Konsinyering Penyelesaian Problem Diskriminasi, Intoleransi dan Kekerasan Berbasis Agama dan Kepercayaan, Kamis (28/4).
Forum ini terselenggara atas kerja sama Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Australian Aid, Program Peduli, Satunama, dan The Asia Foundation.
Forum diadakan untuk membantu pemerintah dalam menyelesaikan pelbagai problem diskriminasi, intoleransi dan kekerasan yang mengatasnamakan agama dan kepercayaan.Ā
Forum dibuka oleh Ketua PBNU, Prof Maksoem Mahfoedz, dihadiri sejumlah nara sumber yaitu Ketua PBNU H Imam Aziz, Kepala Intelejen Mabes Polri Drs Nur Ali, Bimas Islam Kemenag Dr Khairuddin, Wigati (Kasubdit Kepercayaan Kemendikbud), Novi Soegiharti (mewakili Dirjen HAM Bagian Kerjasama), Prof DR Syihabuddin dari Kementerian Sosial, dan Direktur Jenderal dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Ahmad Erani Yustika.
H Imam Aziz antara lain menyampaikan modal utama untuk mengatasi persoalan diskriminasi dan intoleransi atas Ā nama agama adalah negara tidak boleh mengeluarkan fatwa sesat terhadap suatu golongan.
Sementara Prof DR Syihabuddin dari Kementerian Sosial mengatakan bahwa di Indonesia ada tiga jenis bencana, yaitu bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. Untuk mengatasi bencana sosial yang berwujud intoleransi dan diskriminasi perlu dilakukan dua pendekatan yaitu mengedepankan kearifan lokal dan alat kesenian.Ā
āMasyarakat Sunda mempunyai moto silih asih, silih asih dan silih asuh. Demikian juga masyarakat Padang, Sulawesi Selatan dan sebagainya memiliki kearifan lokal. Ini yang perlu ditumbuhkan lagi,ā ujar Syihabuddin.
Adapun Jenderal Nur Ali berpendapat dalam upaya mencegah intoleransi, diskriminasi dan intimidasi yang penting dilakukan adalah dengan pendekatan kepada tokoh dari kelompok pelaku intoleransi, diskriminasi dan intimidasi tersebut.
āBila dengan masyarakat adat, pendekatannya adalah dengan tokoh masyarat atau tetua adat. Bila dengan kelompok preman, maka harus pendekatan dengan ketua preman,ā kata Nur Ali.
Nur Ali juga menyampaikan hampir semua persoalan besar dimulai dari hal kecil. Dari situ koordinasi antara masyarakat dan kepolisian harus dimaksimalkan.Ā
Hal yang juga penting menurut Nur Ali adalah kita harus memanusiakan pihak-pihak yang berpotensi didiskriminasi. Serta jangan terjebak pada masalah. Tetapi harus yakin bahwa dari masalah Ā yang ada bisa diambil perbaikan-perbaikan ke depan. (Kendi Setiawan/Fathoni)