Nasional MUNAS-KONBES NU 2021

Komersialisasi Pendidikan Jadi Bahasan Utama Munas-Konbes NU 2021

Rab, 22 September 2021 | 08:45 WIB

Komersialisasi Pendidikan Jadi Bahasan Utama Munas-Konbes NU 2021

Ilustrasi: kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Salah satu yang akan menjadi pembahasan utama dalam forum Musyawarah Nasional (Munas) dan Konferensi Besar (Konbes) Nahdlatul Ulama (NU), pada 25-26 September 2021 mendatang adalah soal fenomena komersialiasi pendidikan yang marak di Indonesia.


Pembahasan itu kemudian bakal menghasilkan poin-poin rekomendasi yang ditujukan kepada para pemangku kepentingan bidang pendidikan, baik pemerintah maupun masyarakat. Rekomendasi tersebut diharapkan dapat ditindaklanjuti agar persoalan komersialisasi pendidikan bisa segera teratasi.


“Ya kami akan membahas soal itu. Kami akan dorong pemangku kepentingan di bidang pendidikan agar tidak menyeret pendidikan itu ke rezim bisnis yang berorientasi komersial,” kata Ketua Komisi Rekomendasi Munas-Konbes NU 2021, H Z Arifin Junaidi kepada NU Online, Rabu (22/9/2021).


Menurutnya, pendidikan merupakan wadah terpenting sebuah bangsa sebagai investasi sumberdaya manusia (SDM) jangka panjang. Hal itu, kata Arifin, memiliki nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia, khususnya di Indonesia.


“Pendidikan harus jadi episentrum yang bisa melahirkan SDM unggul. Maka jangan sampai pendidikan ini menjadi ladang bisnis karena itu akan menurunkan mutu pendidikan,” ungkap pria yang menjadi sebagai Ketua Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.


Ia menjelaskan bahwa penurunan mutu pendidikan itu dapat mengakibatkan indeks pembangunan manusia juga terpuruk. Untuk mengatasi itu, Komisi Rekomendasi Munas-Konbes NU 2021 bakal merancang rekomendasi agar pemerintah benar-benar mampu mengambil langkah konkret.


Langkah-langkah konkret pemerintah itu bisa dimulai dari penetapan standar nasional pendidikan yang diberlakukan sesuai kondisi daerah. Menurut Arifin, penetapan tersebut harus melibatkan unsur masyarakat sebagaimana dijamin dalam Pasal 8 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


“UU itu menjamin masyarakat memiliki hak untuk berperan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Juga sesuai dengan penjelasan pasal 35 UU tersebut bahwa standar nasional pendidikan perlu disusun oleh badan mandiri dan profesional,” terang Arifin.


Penurunan kualitas pendidikan

Pandemi Covid-19 juga mengakibatkan penurunan kualitas pendidikan, terutama karena diberlakukannya pembelajaran jarak jauh (PJJ). Salah satu penurunan itu terlihat dari kesenjangan yang terjadi antara kota dan desa soal penyediaan fasilitas jaringan internet. Hal ini menjadi penyebab indeks pembangunan manusia terpuruk.


Data dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) mencatat, indeks pembangunan manusia Indonesia berada pada urutan ke-111 dari 182 negara atau paling rendah di Asia Tenggara. Sementara berdasarkan skor penilaian pelajar internasional (PISA) pada 2018, tingkat membaca masyarakat Indonesia berada di peringkat 72 dari 77 negara.


“Skor matematika kita di peringkat 72 dari 78 negara dan skor sains kita di peringkat 70 dari 78 negara. Dalam jangka panjang, ini berisiko negatif terhadap persiapan Indonesia menyongsong bonus demografi di tahun 2028-2032,” kata Arifin.


Ia menegaskan bahwa kualitas SDM sangat penting bagi kemajuan negara. Sementara saat ini, postur angkatan kerja di Indonesia masih didominasi oleh sekolah dasar (SD) ke bawah sebesar 49,96 juta jiwa atau 38,90 persen.


“Hal ini membuat Indonesia berpotensi terjebak sebagai negara berpendapatan menengah dengan fokus menyediakan lapangan kerja padat karya, bukan padat teknologi, padat modal atau padat pengetahuan. Nanti akan kami rumuskan rekomendasi untuk pemerintah agar menyelesaikan persoalan pendidikan, terutama mengenai peningkatan SDM Indonesia,” pungkas Arifin.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad