Nasional

Kiai Miftach Sebut MUI ibarat Kereta Api, Tidak Ikuti Keinginan Penyewa

Sen, 26 Juli 2021 | 14:50 WIB

Kiai Miftach Sebut MUI ibarat Kereta Api, Tidak Ikuti Keinginan Penyewa

"MUI ibarat kereta api yang sudah punya jalan dan jalur tertentu. Kereta api tidak mengikuti keinginan penyewanya," kata Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar pada harlah ke-46 MUI, Senin (26/07/2021). (Foto: dok MUI)

Jakarta, NU Online
Pada 26 Juli 2021, Majelis Ulama Indonesia (MUI) genap berusia 46 tahun. Menurut Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar, usia tersebut menandakan sebuah kedewasaan sehingga telah banyak dinamika yang terjadi di dalamnya. 

 

Meski begitu, Kiai Miftach tetap mengingatkan kepada segenap pengurus bahwa para pemimpin MUI terdahulu telah menancapkan prinsip-prinsip keorganisasian dan khittah perkhidmatan di lingkungan MUI. Ia lantas menganalogikan organisasi para ulama dari lintas ormas Islam ini sebagai kereta api. 

 

"MUI ibarat kereta api yang sudah punya jalan dan jalur tertentu. Kereta api semuanya jelas. Tujuannya, stasiunnya, relnya, lokomotifnya, dan gerbongnya. Kereta api tidak mengikuti keinginan penyewanya," tutur Kiai Miftach dalam acara Milad ke-46 MUI, Senin (26/07/2021). 

 

"Kereta api pergi dalam hujan, pergi di bawah sengatan matahari, pergi dalam badai, pergi dalam terowongan-terowongan yang gelap, berkonsentrasi pada jalannya, dan pergi tanpa ragu-ragu. Kereta api selalu tiba di stasiunnya," imbuh Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu. 

 

Menurutnya, jika kereta api yang ditumpangi berada di jalur yang salah maka tentu saja akan tiba di stasiun yang juga salah. Begitu pula ketika tidak berhenti pada stasiunnya maka seseorang dinyatakan telah salah naik kereta api. 

 

"Para pendahulu MUI telah menancapkan prinsip-prinsip organisasi, sehingga seperti kereta api itulah yang jelas, yang ingin memberikan manfaat dan maslahat kepada siapa pun, dalam rangka menjalankan misi rahmatan lil alamin," terangnya. 

 

Kiai Miftach menekankan bahwa MUI memiliki dua peran sekaligus yang hingga saat ini diemban. Pertama, sebagai mitra pemerintah atau sabiqul hukumah. Kedua, sebagai pelayan dan penyambung aspirasi umat atau khadimul ummah wa himayatul ummah.

 

"Hal baik yang telah ditetapkan para pimpinan MUI sebelumnya, tetap menjadi acuan dalam menyelenggarakan organisasi di MUI, tapi problem dan permasalahan baru yang muncul saat ini menjadikan MUI harus menyesuaikan diri agar dua peran itu bisa berjalan dengan baik," harap Kiai Miftach.

 

Pengasuh Pondok Pesantren Miftachussunnah Surabaya itu berkomitmen, MUI akan terus melakukan upaya pembenahan dalam hal pemberian pelayanan kepada umat. Tujuannya, agar terus memacu semangat para pengurus untuk senantiasa memperbaiki pelayanan keumatan.

 

Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan MUI KH Ma’ruf Amin mengajak seluruh pengurus untuk merenungkan dan mengevaluasi kembali hal-hal apa saja yang selama ini telah dilakukan. Ia menekankan agar MUI mampu meluruskan khittah perkhidmatan.

 

"Saya ingin mengajak kita semua untuk kembali berusaha meluruskan berbagai hal. Yang harus kita luruskan adalah khittah, meluruskan arah perkhidmatan serta meluruskan langkah dan gerakannya," tutur Wakil Presiden (Wapres) RI itu.

 

Menurutnya, MUI sebagai wadah ulama, zu’ama, dan para cendekiawan Muslim harus menerapkan khittah nabawiyah dalam rangka fokus terhadap perbaikan umat. Khittah yang dimaksud bukanlah dalam rangka mencari kekuasaan dan kemuliaan.

 

"Khittah nabawiyah yang mestinya menjadi khittah-nya para ulama adalah Islahul ummah, melakukan perbaikan ummah. Bukan kita mencari kekuasaan, kemuliaan, bahkan juga bukan mencari kemenangan. Karena semua itu bukan domain kita, itu domain Allah," terang Kiai Ma’ruf.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan