Dengan adanya yakin, kata Kiai Luqman Hakim manusia tidak akan berada di dalam kebimbangan dan keraguan. (Foto: dok istimewa)
Kendi Setiawan
Penulis
Jakarta, NU Online
Penghayatan atas rasa percaya atau yakin yang tinggi seorang Muslim yang pengetahuannya rendah, bisa jadi melampaui Muslim yang lebih berpengatahuan. Rasa yakin orang itu tidak bisa diotak-atik lagi karena ini akibat dari perjalanan ubudiyahnya.
Hal itu disampaikan oleh Pengasuh Ma’had ‘Aly Roudlotul Muhibbin yang juga tokoh sufi, KH Luqman Hakim pada Pesantren Ramadhan yang digelar Majelis Telkomsel Taqwa (MTT) dan Majelis Ta’lim Telkom Group (MTT), pada Senin (3/5).
Kiai Luqman Hakim umat Islam diperintah oleh Allah untuk berpikir agar rasa yakinnya semakin kuat. “Bukan keyakinan (atau kepercayaan), karena kalau yakin adalah wujud dari kepercayaan yang tidak bisa diganggu gugat,” kata Kiai Lukman.
Dengan adanya yakin, lanjut Kiai Luqman manusia tidak akan berada di dalam kebimbangan dan keraguan. Kebimbangan dan keraguan sendiri adalah sumber kekacauan dalam diri manusia. Orang menjadi cemas, menjadi takut, menjadi ragu-ragu karena tidak adanya yakin.
Dalam sebuah ayat, Allah berfirman ‘Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai datang yakin kepadamu.’ Karena itu mereka terhadap adanya akhirat akan sangat sangat yakin.
Pada dasarnya, lanjut Kiai Luqman Hakim, ada istilah ilmul yaqin, ainul yaqin, lalu haqqul yaqin. Hal ini untuk mengungkapkan seperti yang disebutkan oleh Sahal bin Abdullah, yakin itu adalah bentuk tambahnya iman atau manifestasi dari iman itu sendiri, lalu menjadi apa yang disebut yakin. Dalam bidang fiqih ini menjadi kaidah fiqih.
Dengan adanya yakin kaidah fiqih itu tidak bisa dihilangkan oleh keragu-raguan. Misalnya orang yang ragu-ragu apakah dirinya sudah wudlu atau belum? “Supaya ragu-ragunya hilang menggunakan standar yakin di situ kembali kepada asal usulnya. Asalnya pasti belum. Kalau pertanyaan, maaf, saya tadi kentut apa enggak ya? Pasti tidak, karena asalnya belum,” Kiai Luqman Hakim menyontohkan.
Para sufi, kata Kiai Luqman Hakim, memberikan satu urutan orang meyakini mempercaya dengan mengkofirmasi yakin ini, posisinya maqam awal dari ainul yakin ini adalah makrifat. Seorang sufi akan mengenal betul, baru kemudian membenarkan. “Tumbuh dari makrifat isinya pembenaran terus kepada Allah, hidupnya semakin plong, hidupnya untuk Allah,” jelasnya.
Kemudian seseorang membuat kesaksian dirinya yang tak bisa diganggu gugat, lalu muncullah taat. “Mulai dari makrifat yakin iklhas, syahadat, taat itu adalah elemen yang terkandung di dalam iman,” imbuhnya.
Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Apa Itu Dissenting Opinion dan Siapa Saja Hakim yang Pernah Melakukannya?
2
Khutbah Jumat: Inspirasi Al-Fatihah untuk Bekal Berhaji ke Baitullah
3
Harlah Ke-74: Ini Asas, Tujuan, dan Lirik Mars Fatayat NU
4
Kajian Lengkap Kriteria Miskin bagi Pekerja dalam Bab Zakat
5
3 Hakim Nyatakan Dissenting Opinion, Paslon 01 dan 03 Terima Putusan MK
6
Kasus DBD Melonjak, Berikut Cara Pencegahannya Menurut Dokter
Terkini
Lihat Semua