Nasional

Membumikan Al-Qur'an dengan Meneladani Sifat Rasulullah

Kam, 29 April 2021 | 15:45 WIB

Membumikan Al-Qur'an dengan Meneladani Sifat Rasulullah

Ilustrasi: Membumikan Al-Qur'an artinya meneladani sifat-sifat yang telah diteladankan Rasulullah, baik saat sedang menyampaikan wahyu kepada umatnya maupun ketika tidak sedang menyampaikan wahyu. 

Jakarta, NU Online

Wakil Sekretaris Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) H Syaifullah Amin menjelaskan bahwa cara untuk membumikan Al-Qur'an adalah dengan meneladani berbagai sifat yang telah dilakukan Rasulullah. Sebab, Al-Qur'an dengan Rasulullah tidak bisa dipisahkan. Keduanya menjadi sumber dari segala sumber hukum Islam hingga kini.

 

"Dalam sebuah riwayat, Siti Aisyah mengatakan wa khulukuhul Qur'an, bahwa akhlak Nabi Muhammad adalah Al-Qur'an. Oleh kaenanya, tidak bisa dipisahkan antara Nabi dengan Al-Qur'an dan sebaliknya," kata Amin dalam Peringatan Nuzulul Qur'an yang digelar secara virtual oleh Majelis Telkomsel Taqwa (MTT), pada Kamis (29/4).

 

Pada acara ini bertajuk Membumikan Al-Qur'an dalam Kehidupan, Amin menyampaikan membumikan Al-Qur'an merupakan satu tema yang juga berarti menerapkan Al-Qur'an itu di dalam kehidupan sehari-hari. Di sisi lain, membumikan Al-Qur'an itu artinya meneladani sifat-sifat yang telah diteladankan Rasulullah, baik saat sedang menyampaikan wahyu kepada umatnya maupun ketika tidak sedang menyampaikan wahyu. 

 

"Artinya setiap tindakan, pernyataan, ketetapan, bahkan diamnya atau kenyataan Rasulullah mendiamkan sesuatu itu pun menjadi hukum bagi agama Islam. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama meneladani sifat-sifat Rasulullah," katanya. 

 

Sifat terbaik Rasulullah terdapat dalam Surat Al-Anbiya ayat 107 yakni wa maa arsalnaka illa rahmatan lil alamin. Nabi Muhammad diutus untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. Kemudian dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda innama bu’itstu li utammima makarimal akhlak (sesungguhnya Aku, Muhammad, diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia).

 

"Oleh karena itu, setiap manusia Muslim hendaknya berperilaku sesuai dengan ajaran Al-Qur'an, yakni kehadirannya, keadaannya, di mana pun dia berada, harus bisa menjadi rahmat bagi lingkungan sekitarnya," tutur Ketua DKM Al-Munawwarah Ciganjur ini.

 

"Sejauh-jauh jangkauannya, apakah hanya menjangkau wilayah terkecil yakni keluarga atau RT, RW, desa, kelurahan, seorang bupati, bahkan menteri, presiden, dan tokoh-tokoh dunia maka harus bisa mencerminkan bahwa kehadirannya bisa menjadi rahmat," imbuhnya.

 

Rahmat yang dicerminkan melalui perilaku seorang Muslim tersebut bukan hanya bagi sesama Islam atau kepada orang yang memiliki kesamaan keimanan, tetapi juga bagi siapa saja dan bahkan bagi selain manusia.

 

"Kita, manusia Muslim, dituntut untuk bisa menjadi contoh yang bagi lingkungan kita, kita dituntut untuk bisa berbuat baik dan dapat diambil kebaikan-kebaikannya oleh orang-orang lingkungan masyarakat dan alam di sekitar kita," ujar Amin.
 


Sementara li utammima makarimal akhlak itu memiliki makna bahwa seluruh kebaikan akan tercermin dalam akhlak dan perilaku umat Islam. Perilaku baik itu tidak hanya dilakukan pada saat ramai tetapi juga dalam kesendirian.

 

"Jadi tidak ada bedanya. Kita tetap bertindak sesuai dengan apa yang diajarkan Rasulullah yakni menjadi rahmat atau menjadi penebar kebaikan bagi kita dan lingkungan di sekitar kita," ucap Amin.

 

Lebih lanjut dijelaskan bahwa Rasulullah adalah orang yang sangat lembut. Ketika sedang melakukan aktivitas, Nabi Muhammad tidak pernah mengganggu orang-orang yang ada di sekitarnya, terlebih saat sedang beribadah.

 

"Salah satu hal yang mesti kita tunjukkan kepada masyarakat di sekitar adalah kita seorang Muslim tidak mengganggu orang-orang sekitar, tidak menjadi hambatan dan penghalang bagi kedamaian yang ada di sekitar kita. Baik ketika kita sedang tidak beribadah mahdhah, apalagi ketika kita sedang beribadah mahdhah," pungkasnya.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan