KH Miftachul Akhyar: Makin Sukses Seseorang, Makin Risau Hatinya
NU Online · Kamis, 7 Oktober 2021 | 09:05 WIB
Nuriel Shiami Indiraphasa
Kontributor
Jakarta, NU Online
Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftachul Akhyar menerangkan bahwa makin sukses seseorang di dunia, makin ia risau dan tak tenang hidupnya.
“Orang makin besar usahanya, makin sukses duniawinya, makin banyak yang mengincar. Makin banyak yang mengancam. Sehingga dia bangun rumah tinggi, tembok yang tinggi, diberi tulisan ‘awas anjing galak’,” kelakar Kiai Miftach dalam Ngaji Al-Hikam di TVNU dikutip NU Online, Rabu (6/10/2021).
“Ia merasa nggak aman hidupnya. Dia tahu pasti ada yang ganggu dan banyak. Jadi, para pencuri-pencuri itu, kalau ingin mencuri cari rumah yang penuh dengan kekayaan di dalamnya, bukan rumah kosong. Rumah kosong hanya untuk kencing dan untuk berak,” imbuhnya.
Sejatinya, tutur Kiai Miftach, tiada kenyamanan yang berarti dari dunia ini. Tiada yang perlu begitu dielu-elukan dari dunia hingga terlupa bahwa setiap manusia akan berpulang.
“Dunia yang kita tempati ini bukan tempat yang layak, yang kita bisa bersenang-senang, yang kita mantep dan marem dengan keadaan dunia ini. Tapi, kita oleh Allah dilewatkan di dunia ini sekadar untuk melewati, untuk menguji. Kita ini sebagai manusia tahan bantingan kah atau manusia yang mudah keropos,” terang kiai kelahiran Surabaya tersebut.
Oleh karena itu, lanjutnya, mangsa empuk setan dalam menjerumuskan seseorang ke dalam lubang keburukan bukanlah mereka yang lalai, melainkan mereka dengan hati yang kaya akan amal, zikir, istighfar, dan ridho Allah. Berbeda dengan hati seseorang yang melalaikan perintah Allah dan memusatkan pikiran serta tenaganya untuk dunia, sehingga hatinya kering dan kosong.
“Kalau orangnya hatinya kosong, ndak pernah zikir, ndak ada nur sama sekali. Buat apa setan ganggu. Ya, dia jadi setan sendiri. Nggak perlu diganggu dengan setan, karena dia sudah menjadi setan,” katanya.
Seseorang yang berakal, katanya, tentu akan lebih mempertimbangkan sesuatu yang lebih langgeng, besar, dan abadi. Tanpa menimbulkan dunia, prioritasnya tetap jatuh kepada menaati perintah Allah Swt.
“Dunia nggak ada keabadiannya. Sementara orang ngejar suatu prestasi yang membanggakan, berapa tahun dia bertahan dengan prestasinya itu? Akan ada orang lain yang mengungguli. Terus begitu,” jelas Kiai Miftach.
Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Soal Tambang Nikel di Raja Ampat, Ketua PBNU: Eksploitasi SDA Hanya Memperkaya Segelintir Orang
2
Meski Indonesia Tak Bisa Lolos Langsung, Peluang Piala Dunia Belum Pernah Sedekat Ini
3
Pentingnya Kematangan Pola Pikir dan Literasi Finansial dalam Perencanaan Keuangan
4
PBNU Rencanakan Indonesia Jadi Pusat Syariah Dunia
5
Sejarawan Kritik Penulisan Sejarah Resmi: Abaikan Pluralitas, Lahirkan Otoritarianisme
6
Sunnah Puasa Ayyamul Bidh di Pertengahan Bulan Dzulhijjah 1446 H Hari Ini dan Esok
Terkini
Lihat Semua