Ketua Ma’arif NU Jatim: Intoleransi dan Perundungan Bagai Gunung Es
NU Online · Sabtu, 24 September 2022 | 11:00 WIB
Afina Izzati
Kontributor
Jakarta, NU Online
Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif PWNU) Jawa Timur, Noor Shodiq Askandar (Gus Shodiq), mengungkapkan bahwa fenomena intoleransi dan perundungan bagaikan gunung es. Pasalnya, kerap terjadi di kampung-kampung, berbagai daerah, sekolah, dan tempat pendidikan lainnya namun tidak terberitakan.
Menurut Gus Shodiq, hal itu disebabkan sering terjadinya kekeliruan dalam pemahaman agama. Selain itu, akhlak yang buruk juga menjadi penyebabnya sehingga kejadian itu masih terus berlangsung.
“Dunia maya juga menjadi penyebab tidak terduganya intoleransi. Selama dua tahun pandemi Covid-19 ini, semua siswa memegang HP hingga akhirnya mengalami shock budaya dan perubahan drastis yang mana mereka belum siap menghadapi fenomena di dunia maya,” tutur Gus Shodiq dalam tayangan YouTube TV9 Official Kamis (22/9/2022).
Menurut dia, sejauh ini di LP Ma'arif belum ada laporan perundungan dan kekerasan yang terjadi. Pemberitaan juga tidak ada. Tapi, bukan berarti itu tidak penting.
“Kita baru saja rapat kerja nasional dan membahas secara khusus perihal ini. Meskipun belum ada kasus yang muncul, tapi kita harus mengantisipasinya dengan cara membentuk satgas sekolah bermartabat. Satgas ini prinsipnya 3 hal yaitu haram terjadi intoleranisme, bullying, dan kekerasan baik seksual maupun verbal,” ungkapnya.
Gus Shodiq mengungkapkan bahwa intoleransi sering terjadi karena perbedaan suku, warna kulit, dan agama. Ini akan menjadi problem karena pemahaman tentang itu sangat kurang. Namun, alhamdulillah di LP Ma'arif sudah diajarkan sejak awal.
“Sering kali, satu kesalahan menutup sembilan kebenaran. Satu pesantren yang terjadi kasus kekerasan, orang menganggap kasus itu terjadi di seluruh pesantren. Sekolah Ma'arif sudah diwanti-wanti oleh muassis (pendiri) bahwa pendidikan di Ma'arif harus mengarahkan anak yang pintar dan benar. Jadi, anak tambah ilmunya, kuat ketrampilannya, tapi juga bagus akhlaknya,” terangnya.
Oleh karena itu, ketika diberi ilmu di pesantren dapat dipraktikkan langsung, sehingga sesuatu yang terasa berat akan menjadi ringan saat telah terbiasa. Ketika sudah menjadi kebiasaan, maka tidak enak jika ditinggalkan.
Pada zaman sekarang banyak orang pintar, tapi tidak benar. Buktinya, masih banyak korupsi, kekerasan-kekerasan masih terjadi di mana-mana. Karena itu, tugas lembaga pendidikan khususnya LP Ma'arif harus mengedepankan tiga hal, yaitu ilmunya bertambah, keterampilannya menguat, akhlaknya makin baik. Wal hasil, semakin banyak ilmunya seseorang maka akan semakin menunduk.
Ia menambahkan, intoleransi dan perundungan yang sering terjadi antarsesama dapat menimbulkan trauma, kekerasan, khususnya kekerasan seksual, harus selalu diperhatikan karena dampaknya berkepanjangan bagi korban.
"Hal-hal tersebut harus segera diatasi, karena ini terjadi di generasi-generasi calon penerus bangsa. Jika tidak segera diselesaikan, akibatnya generasi pemimpin masa depan akan berkurang akibat perilakunya yang tidak benar dan korban-korban yang traumatis karena kejadian yang menimpa mereka,” pungkasnya.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Soal Tambang Nikel di Raja Ampat, Ketua PBNU: Eksploitasi SDA Hanya Memperkaya Segelintir Orang
2
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
3
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
4
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
5
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
6
Khutbah Jumat: Jagalah Alam, Jangan Malah Merusaknya
Terkini
Lihat Semua