Jakarta, NU Online
Penulis Okky Madasari mulanya adalah seorang jurnalis, tapi kemudian beralih menjadi penulis novel atau menggeluti bidang sastra. Meski sama-sama bidang kepenulisan, tapi baginya di dalam sastra menemukan dunia baru yang bisa menampung segala kegelisahannya.
“Saya merasa ruang jurnalistik tidak lagi cukup untuk menampung kegelisahan saya, untuk menampung ekspresi gagasan saya. Di situ saya menemukan bahwa sastra memberi ruang luas untuk saya dalam menuangkan gagasan, menuangkan kegelisahan, menyuarakan gugatan, menyuarakan pertanyaan-pertanyaan. Saya mulai menulis pada tahun 2009 dan saat itu juga saya berhenti menjadi seorang jurnalis.” jelasnya pada pelatihan penulisan kreatif Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin (10/12).
Setelah Okky berhenti menjadi seorang jurnalis, ia mulai menulis novel pertamanya yang berjudul Entrok. Meski demikian, menulis karya sastra telah dimulai saat dia menjadi jurnalis melalui bacaannya terhadap berbagai karya sastra.
“Pada saat itu saya menulis novel saya yang berjudul Entrok. Tapi itu juga didahului dengan proses saya membaca berbagai karya sastra. Ada satu periode saat saya menjadi jurnalis. Saya membaca hampir semua karya sastra indonesia yang mewarnai sejarah perjalanan sastra indonesia. Dan di situ akhirnya memberi saya kesadaran baru terhadap arti sastra dan pentingnya karya sastra,” katanya.
Okky berpendapat bahwa kerja jurnalistik dan kerja sastrawan mendapatkan titik temu. Dari dunia jurnalistik, ia memiliki pondasi berpikir bahwa menulis didedikasikan untuk kepentingan orang banyak.
"Bahwa tulisan itu harus menjadi sarana untuk menyuarakan permasalahan dalam masyarakat. Itu adalah kesadaran yang betul-betul saya dapatkan ketika saya menjadi jurnalis. Dan dari titik itu kerja jurnalistik dan kerja sastrawan mendapatkan titik temu,” tegasnya.
Ia kemudian menceritakan tipsnya sebagai penulis. Menurutnya, yang paling utama dalam menulis adalah harus mengasah jiwa kritis. Karena tanpa jiwa kritis, seorang penulis tidak akan bisa mencari dan mendapatkan ide.
"Tanpa itu, penulis tidak bisa melihat realita dari sudut pandang orang lain dan akhirnya kita tidak bisa menghasilkan tulisan yang menyuarakan persoalan dalam masyarakat," katanya lagi.
Sosok yang sangat mengidolakan Pramoedya Ananta Toer ini juga mengatakan bahwa salah satu cara meningkatkan kualitas tulisanya adalah dengan cara rajin membaca.
“Kalian harus terus mengasah keterampilan dalam menulis. Tapi juga harus perbanyak membaca. Itu yang paling utama. Apalagi usianya masih anak-anak dan remaja. Hingga akhirnya itu bisa mengasah sepenuhnya kesadaran kita, itu bisa mengasah gagasan kita. Karena pada akhirnya menulis itu bukan soal teknik, tapi soal gagasan,” sarannya. (Elda AIni/Abdullah Alawi)