Nasional

Kesaksian Wartawan Timur Tengah soal Sejarah Penjajahan Israel atas Palestina

Kam, 9 November 2023 | 16:00 WIB

Kesaksian Wartawan Timur Tengah soal Sejarah Penjajahan Israel atas Palestina

Musthafa A Rahman (dua dari kiri) saat memberikan penjelasan mengenai kesaksiannya selama bertuga sebagai wartawan di Timur Tengah. Ia menyaksikan konflik Palestina-Israel dari jarak dekat. Kesaksian itu disampaikan dalam Diskusi Umum di PBNU, Rabu (8/11/2023) kemarin. (Foto: NU Online/Aceng)

Jakarta, NU OnlineĀ 

Di tengah konflik yang terus berkecamuk antara Palestina dan Israel, sejarah perjuangan Palestina melawan penjajahan Israel telah menjadi sebuah cerita panjang yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Perjuangan ini mencakup berbagai peristiwa penting dan perubahan dalam dinamika politik dan militer di kawasan Timur Tengah.


Wartawan Senior Timur Tengah Musthafa A Rahman memberikan kesaksian soal penjajahan yang dilakukan Israel atas Palestina. Ia menyaksikan dari jarak dekat mengenai problem dua negara ini dari tahun ke tahun.Ā 


"Saya menyaksikan betul sejarah perjalanan Palestina, ada kesepakatan Oslo, sampai terakhir perang Hamas-Israel. Hamas ini menguasai, mengambil alih jalur Gaza pada 2007, sudah 16 tahun," ujar Musthafa dalam Diskusi Umum ā€˜Duka Palestina, Duka Duniaā€™ di Lobi Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya Nomor 164, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023).


Ia mengungkapkan, sejak Hamas mengambil alih Jalur Gaza pada 2007, sudah ada lima perang besar antara Hamas dan Israel. Kelima perang itu terjadi pada 2009, 2012, 2013, 2021, dan 2023.


Menurut Musthafa, perang Hamas-Israel pada 2023 ini berbeda dengan pertempuran sebelumnya, terutama peristiwa pada 7 Oktober yang kala itu Hamas secara mengejutkan menyerang Israel. Peristiwa ini disebut Badai Al-Aqsa.Ā 


Musthafa mengungkapkan, strategi yang digunakan Hamas sama persis dengan taktik yang dilakukan Mesir ketika melakukan serangan ke Israel di Gurun Sinai dan mampu mengusir Israel dari Terusan Suez.


"Pertama yang dipelajari oleh Hamas, memanfaatkan betul hari libur Yahudi. Perang Mesir-Israel tahun 1973 itu dilancarkan pada hari Yom Kippur, hari pengampunan, salah satu hari suci bagi orang Yahudi. Hamas melakukan serangan pada 7 Oktober itu di Hari Yom Kippur, Sabtu, hari libur bagi Yahudi," imbuhnya.


Ia menjelaskan, orang-orang Yahudi yang menjalankan tradisi setiap Sabtu itu sangat menikmati hari libur, bahkan seperti ā€˜lupa duniaā€™. Inilah yang dipelajari Anwar Sadat ketika Mesir melancarkan serangan pada 1973. Kemudian Anwar Sadat memutuskan untuk menyerang Israel ketika Yom Kippur sehingga menurut Musthafa, Israel kelabakan oleh serangan itu.Ā 


ā€œLalu Hamas dengan kekuatan segitu, hampir sampai ke Ashkelon. Itu mungkin karena Hamas mempelajari yang dipelajari oleh Anwar Sadat," imbuhnya.


Musthafa menuturkan bahwa media-media menyebut serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 karena ada ā€˜kecolonganā€™ intelijen Israel. Namun, ia menyanggah karena hal itu bukan karena kecolongan melainkan karena ada hari libur yang menjadi tradisi Yahudi.Ā 


"Saya sudah beberapa kali ke Israel di hari Sabtu, sepi sekali. Mungkin itu salah satu yang dipelajari oleh Hamas dan sukses," terangnya.


Sirkulasi Perang Palestina-Israel

Musthafa menyebut konflik ini sebagai perang Palestina-Israel, bukan sebagaimana yang kerap dimuat jurnalis dalam pemberitaan di media sebagai perang Hamas-Israel. Konflik ini semacam sirkulasi sejarah.Ā 


Ia menjelaskan bahwa yang sedang memimpin perjuangan dan paling kuat secara politik dan militer di Palestina itu Hamas. Selain Hamas ada faksi lain di Palestina yaitu Fatah yang pernah berdamai dengan Israel pada 1993.


"Tahun 1980-an yang melakukan perlawanan itu Fatah. Itu perang di Beirut tahun 1982-1983 sampai tiga bulan, dan menurut Yasser Arafat adalah perang terlama Israel. Itu zamannya Fatah mengambil inisiatif baik secara politik maupun militer," jelasnya.


Sebelum Fatah yang mengambil inisiatif, baik politik maupun militer, di Palestina adalah negara-negara Arab. Kemudian terjadi perang antara negara-negara Arab dengan Israel pada 1948, 1956, 1967, dan 1973. Akan tetapi, sejak Mesir mencapai kesepakatan damai di Camp David pada 1979, selesailah perang Arab-Israel.


"Tetapi bukan berarti isu Palestina selesai, isu Palestina masih jauh dari kata selesai, setelah itu perjuangan diambil alih sendiri oleh PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) yang berbasis di Beirut. Maka terjadi perang besar antara Israel dan Palestina, yang notabenenya adalah Fatah," ujarnya.


Kemudian setelah Israel berhasil mengusir Palestina dari Beirut pada 1982, kekuatan Palestina terpecah di banyak negara, dan terjadi kekosongan. Lalu Yasser Arafat memutuskan untuk berdamai dengan Israel pada 1993 yang dikenal dengan Perjanjian Oslo.Ā 


Namun, Perjanjian Oslo gagal setelah Perjanjian Camp David pada 2000 tentang terbentuknya negara Palestina gagal antara Yasser Arafat dengan negara Barat gagal.Ā 


"Kemudian Yasser Arafat menyerukan intifadah kedua. Jadi sebelum Hamas muncul, itu muncul gerakan Intifadah. Intifadah pertama terjadi tahun 1988-1993 sampai terjadi kesepakatan Oslo. Tetapi yang memimpin Intifadah ini orang-orang Fatah, termasuk Abu Jihad yang dibunuh di Tunisia," ujarnya.


Setelah Intifadah kedua berhasil dipatahkan oleh Israel, terjadi kekosongan kekuasaan di Palestina. Puncaknya ketika Yasser Arafat meninggal pada 2004, terjadi kekosongan yang luar biasa di pentas politik Palestina. Lalu Mahmoud Abbas yang menggantikan Yasser Arafat di PLO menjadi Presiden Otoritas Palestina.


"Setelah itu nama Hamas muncul ke permukaan, ini sirkulasi sejarah, Hamas ini sekarang yang mengisi kepemimpinan Palestina baik dalam konteks politik maupun militer. Jadi Hamas ini sekarang dapat dukungan luar biasa dari rakyat Palestina, bukan sesuatu yang terpisah. Di belakang Hamas ini luar biasa. Di Gaza meletus, di Tepi Barat juga, urusan di mana-mana, berkobar juga perang dalam skala kecil," ungkapnya.


"Sama seperti Yasser Arafat yang mampu menyatukan orang Palestina, Hamas walaupun berbeda ideologi sangat menghormati Yasser Arafat. Seandainya Yasser Arafat masih hidup, Hamas tidak akan mengambil jalur Gaza," pungkas Musthafa.