Nasional

Kenapa Gerakan Khilafah Masif di Indonesia?

NU Online  ·  Jumat, 19 Mei 2017 | 11:02 WIB

Jakarta, NU Online
Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menilai fenomena berkembangnya gerakan-gerakan Islam yang mengusung ide khilafah seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ke Indonesia bisa dilihat ke dalam tiga konteks. 

Pertama, menurut dia, globalisasi. Dalam beberapa dekade terakhir dunia seolah tidak mengenal batas. Apa pun bisa masuk dan keluar ke dalam sebuah negara, termasuk di antaranya adalah gerakan-gerakan transnasional seperti HTI. 

“Hizbut Tahrir itu memang suatu bentuk gerakan transnasional dan masuk ke Indonesia sebagai konsekuensi dari globalisasi.” kata Mu’ti saat menjadi narasumber dalam acara seminar dengan tema Negara Pancasila dan Khilafah yang diselenggarakan oleh Perpustakaan PBNU di Lantai 2 Gedung PBNU, Jakarta (19/5). 

Ia menyatakan, banyak sekali paham-paham dari Negara-negara Timur Tengah yang masuk ke Indonesia dengan mudah sejak dahulu kala. Ini disebabkan oleh dua hal, yaitu Timur Tengah dianggap sebagai kiblat umat Islam dunia, ada kedekatan historis antara Indonesia dan Negara-negara Timur Tengah. 

Menurutnya, pendirian NU oleh KH Hasyim Asy’ari dan Muhammadiyah oleh KH Ahmad Dahlan tidak bisa dilepaskan dari pengalaman mereka dalam menuntut ilmu di Timur Tengah. 

“Ilmu-ilmu yang dipelajari beliau-beliau di Arab Saudi memberikan inspirasi-inspirasi yang cukup kuat untuk mengembangkan Islam di Indonesia dan membangun gerakan-gerakan,” tuturnya.

Ia menambahkan, HTI bisa masif dan berkembang di Indonesia juga dikarenakan posisinya yang berkaitan dengan Palestina yang notabenenya dianggap sebagai negara Islam yang dianiaya, gagasan yang ditawarkan membuat banyak orang tertarik.

Kedua, negara Indonesia yang dinilai belum mampu untuk menjadi apa yang dicita-citakan oleh pendirinya, yaitu Indonesia yang adil dan makmur. Mu’ti menjelaskan, ini menjadi momentum bagi kelompok-kelompok pengusung khilafah dan mereka menawarkan model negara yang berbentuk khilafah. 

“Ini menjadi momentum mereka untuk menawarkan kejayaan Islam masa lalu, yakni dengan sistem khilafah. Dan (kelompok yang mengusung) ini bukan hanya HTI saja,” ungkapnya.

Ketiga, generasi saat ini adalah generasi yang sedang mencari jati dirinya. Kelompok-kelompok pengusung khilafah melihat ini sebagai salah satu medan propaganda dan menawarkan Islam tanpa sekat kepada para generasi muda itu. 

“Mereka menginginkan Islam saja, tanpa ada embel-embel NU dan Muhammadiyah. Salah satu yang dikritik mereka adalah soal perbedaan antara NU dan Muhammadiyah dalam menentukan hari raya,” urainya.

Untuk menawarkan gagasannya kepada kaum muda, mereka melakukan gerakan publikasi yang masif dan intensif. HTI memiliki buletin Al-Islam yang disebar di masjid-masjid saat Jumata, mereka juga memiliki majalah dan tabloid yang terbit berkala. 

“Ini yang membuat mereka tersebar,” ucapnya. (Muchlishon Rochmat/Abdullah Alawi)