Nasional

Kelakar Kapolri Listyo Sigit jika Ada Polisi yang Tak Sowan ke NU

Kam, 28 Januari 2021 | 13:41 WIB

Kelakar Kapolri Listyo Sigit jika Ada Polisi yang Tak Sowan ke NU

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat bersilaturahim ke PBNU, Kamis (28/1). (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan dengan sedikit berkelakar bahwa jika ada polisi di daerah yang enggan bertemu dengan warga NU (Nahdliyin), maka itu sama saja tidak menghormati dirinya. 


"Karena saya saja sowan ke PBNU,” ucap Jenderal Listyo Sigit, saat sowan kepada KH Said Aqil Siroj di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jalan Kramat Raya 164 Jakarta Pusat, Kamis (28/1) sore. 


Kapolri ke-25 yang baru dilantik Presiden Joko Widodo, pada Rabu (27/1) kemarin itu mempersilakan warga NU di daerah untuk berkoordinasi dengan Kapolda, Kapolres, dan Kapolsek di setiap wilayah untuk bekerja sama saling menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). 


“Karena saya yakin banyak program yang bisa dikerjasamakan untuk upaya pemeliharan Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat). Nanti kalau ada yang tidak mau menemui tinggal laporkan saja ke Kadiv Propam (Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan) Mabes Polri,” ungkap Sigit.


“Kadiv Propam itu polisinya polisi. Jadi kalau masyarakat takutnya sama Reserse, kalau polisi takutnya sama Kadiv Propam (Brigjen Fredy Sambo),” jelas Sigit dengan nada guyon, saat Kiai Said bertanya soal kepanjangan dan tugas Kadiv Propam.


Listyo Sigit Prabowo memang dikenal dekat dengan kiai sepuh dan ulama. Ia juga kerap bersilaturahim dengan Nahdliyin maupun pengurus NU.

 

Seperti ketika usai dilantik sebagai Kapolda Banten pada 2016, ia sowan ke PWNU Banten. Bahkan meskipun menjadi Kapolda, Listyo Sigit tak segan untuk menghadiri pelantikan pengurus NU di tingkat cabang atau PCNU. Misal ketika menghadiri pelantikan pengurus PCNU Serang, Banten. 


Lebih lanjut Jenderal Listyo Sigit mengatakan, program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) diperlukan adanya sinergi antara umara (pemerintah), ulama, dan tokoh masyarakat. Hal tersebut bertujuan untuk menciptakan dan menjaga stabilitas kamtibmas. 


“Sebab faktor kunci utama supaya pertumbuhan ekonomi bisa berjalan jika kamtibmas bisa terjaga dan itu hanya bisa dilakukan dengan bersinergi,” bebernya.


Sigit pun berharap, anggota-anggota kepolisian di seluruh Indonesia diisi oleh orang-orang yang ahli dan paham ilmu agama. Ia akan menyambut dengan gembira jika anggotanya terpilih dari lulusan madrasah dan pesantren.


Terlebih, lanjutnya, apabila di daerah-daerah yang terpilih sebagai anggota polisi adalah putra dari tokoh kiai dan ulama setempat. “Sehingga pada saat direkrut dan kelak menjadi polisi yang mengabdi, tentu pasti akan disegani,” katanya.


Anggota polisi yang seperti itu diyakini bisa menjadi polisi yang dihormati dan disayangi masyarakat. Sebab mampu menguasai agama, sehingga ketika bicara maka masyarakat akan dengan sendirinya memahami tanpa polisi harus menggunakan pistol.


“Ke depan seperti itu. Kita ingin polisi bisa tegas tapi humanis, tanpa menggunakan kekuatan yang kita miliki, sehingga masyarakat bisa memahami pada saat kita memberi pemahaman,” katanya.  


“Sekali lagi, terima kasih atas waktu dan tempat. Kami mohon izin untuk selanjutnya melanjutkan kerja sama yang sudah ada. Bahkan semakin kuat dan erat, sehingga Polri dan NU bisa sama-sama menjaga negara kesepakatan ini,” imbuh Sigit.


Sementara itu, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyambut baik rencana ke depan Kapolri yang akan merekrut anggota kepolisian dari lulusan madrasah, pesantren, dan menguasai ilmu agama dengan kemampuan membaca kitab kuning.


Menurut Kiai Said, ajakan Kapolri tentang kewajiban anggota polisi untuk baca kitab kuning itu adalah sebuah upaya untuk mempertahankan budaya. Sebab Indonesia adalah negara yang memiliki peradaban, khazanah, kebudayaan, dan kekayaan yang luar biasa. 


“Termasuk soal kitab kuning itu yang secara turun-temurun dan dilestarikan oleh para walisongo dan para ulama. Maka budaya harus kita jadikan sebagai infrastruktur agama. Di atas infrastruktur budaya itu ada agama,” tegas Kiai Said.


“Dengan begitu, agamanya kuat dan budayanya akan menjadi langgeng,” pungkasnya.


Sebagai informasi, acara ini dilangsungkan dengan peserta terbatas dan dilakukan secara daring dengan diikuti Pengurus Wilayah NU dan kepolisian daerah se-Indonesia. Selain itu, silaturahim PBNU dan Polri ini juga disiarkan langsung melalui kanal Youtube 164 Channel.


Dalam pertemuan ini, hadir beberapa pengurus harian PBNU. Di antaranya adalah Sekretaris Jenderal PBNU H Ahmad Helmy Faishal Zaini, Ketua PBNU KH Robikin Emhas, KH Marsudi Syuhud, KH Abdul Manan Abdul Ghani, dan KH Aizzuddin Abdurrahman.


Selain itu hadir pula Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PBNU H Andi Najmi Fuaidi, Bendahara Umum PBNU Bina Suhendra, Bendahara PBNU Harvick Hasnul Qolbi, Ketua Baznas RI H Nur Ahmad, dan jajaran kepolisian yang membersamai Kapolri Sigit.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad