Nasional

Jenazah Covid-19 Ditolak, Pemerintah Setempat Diminta Turun Tangan

Sel, 31 Maret 2020 | 09:50 WIB

Jenazah Covid-19 Ditolak, Pemerintah Setempat Diminta Turun Tangan

Pemakaman jenazah pasien Covid-19. (Foto: Antara)

Jakarta, NU Online
Pengamat Kebijakan yang juga Dosen Universitas Indonesia (UI) M. Syaroni Rofii merasa miris ketika terjadi penolakan pemakaman pasien Covid-19 oleh sebagian warga di berbagai daerah.

Menurutnya, persoalan tersebut terjadi karena pemerintah setempat tidak turun tangan. Masalah itu seharusnya sudah dapat dihindari oleh seluruh pemangku kebijakan atau pemerintah setempat sehingga pemakaman pasien Covid-19 tidak menemui kendala berarti.

Bagi dia, terjadinya penolakan jenazah suspect virus corona oleh masyarakat dimungkinkan karena tidak dilakukan prosedur tepat penanganan (protap) jenazah pasien corona. Seharusnya, ucap dia, seluruh elemen pemerintah dari mulai pemerintah desa sampai dengan pemerintah pusat mengendalikan situasi agar tidak memunculkan penolakan.

“Ya kalau itu jenazah suspect corona memang ada protapnya, pemerintah harus mengikuti protap itu terutama pemda. Misalnya penguburannya harus diawasi ketat pihak kepolisian,” katanya kepada NU Online, Selasa (31/3).

Intinya, ucap dia, jika protap sudah diikuti seluruhnya oleh petugas tidak mungkin terjadi penolakan di masyarakat. Sebab, dalam protap itu juga diperkenankan komunikasi intens dengan keluarga atau warga setempat bagi pemerintah berwenang.

“Jadi, jenazah itu tak ada dosanya sudah urusan yang maha kuasa. Makanya kalau ada penolakan ini yang bermasalah, protapnya sudah ada, ya berlakukan,” ungkapnya.

Sementara itu, Protap yang sudah diteapkan pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) yakni pertama, dilakukan oleh petugas medis yang ditunjuk resmi oleh pemerintah. Jenazah yang beragama Islam akan tetap dilakukan berdasarkan ketentuan syariah yang mungkin dilakukan.

Kedua, petugas wajib menggunakan pakaian pelindung, sarung tangan, dan masker. Pakaian tersebut juga harus disimpan di tempat yang terpisah dari pakaian biasa. Ketiga, petugas tidak diperkenankan makan, minum, merokok, atau menyentuh wajah saat berada di ruang jenazah, autopsi dan atau saat melihat jenazah.

Keempat, hindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh jenazah. Dan petugas harus selalu mencuci tangan dengan sabun atau sanitizer berbahan alkohol.
 
Kelima, petugas harus mengurangi risiko terkena benda tajam. Keenam, petugas juga harus menyemprotkan desinfeksi kepada jenazah dan juga dirinya walaupun telah menggunakan APD. 

Yang juga penting, petugas harus mencari lokasi berjarak 50 meter dari sumber air tanah yang digunakan untuk liang lahat jenazah. Dan lokai harus berjarak 500 meter dari pemukiman. 

Atuan lain, pasien harus dikubur 1,5 meter dan ditutup tanah setinggi 1 meter, penguburan juga harus dilakukan dengan penuh hati-hati dan jika ada jenazah lain, harus dikubur secara terpisah.

Sementara jenazah pasien virus corona yang ingin dikremasi maka pilih lokasi yang berjarak 500 meter dari pemukiman. Kemudian, proses kremasi tidak dilakukan secara sekaligus pada jenazah yang lain guna mengurangi polusi asap.

Namun, sebelum semua itu dilakukan pastikan komunikasi dengan pemerintah setempat sudah selesai termasuk dengan RT dan RW juga harus menghadirkan aparat kepolisian agar tak memunculkan masalah. 

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Fathoni Ahmad