Nasional

Jatim Mengeluh Jumlah Kiai Menurun

NU Online  ·  Selasa, 31 Juli 2012 | 20:17 WIB

Jakarta, NU Online
Pondok-pondok pesantren sedang mengalami krisis hebat akibat intervensi pendidikan umum. Kajian kitab kuning menurun. Jumlah kiai juga menurun. Tidak tanggung-tanggung, keluhan semacam ini muncul dari Jawa Timur (Jatim) yang dikenal dengan gudangnya pesantren dan gudangnya kiai.<>

Demikian disampaikan Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Prof Dr Nur Syam dalam diskusi bertajuk ‘Pesantren dan Tantangan Pendikan Nasional’ di kantor PBNU, Jakarta, Selasa (31/7). “Ini justru Jawa Timur yang mengeluh jumlah kiai menurun,” katanya.

Mantan rektor IAIN Surabaya itu mengingatkan, pesantren tak boleh tergerus oleh faktor eksternal. Posisi pesantren sebagai pusat ilmu-ilmu keislaman harus dipertahankan.

“Jangan sampai pesantren digantikan sekolah-sekolah yang mengadopsi sistem pesantren. Sekarang sudah ada full day school. Maka standar kelulusan pesantren harus jelas,” katanya.

Selain sebagai pusat ilmu-ilmu keislaman dan pusat pendidikan karakter, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, pesantren juga perlu menambah muatan-muatan penting yang diperlukan oleh para alumni. 

“Entah dalam bentuk suplemen atau komplementer. Pesantren perlu mengembangkan ilmu pengetahuan tertentu, seperti harus ada pesantren khusus yang mendalami pertanian,  tembakau dan lain-lain,” tambahnya.

Senada dengan Nur Syam, pengamat pendidikan Darmaningtyas mengatakan, kekhasan pesantren harus dipertahankan. Ia mengaku tidak sepakat dengan upaya-upaya untuk menciptakan pesantren berstandar internasional atau ISO.

“Beberapa pesantren yang mempunyai kekhasan tertentu harus dipertahankan. Misalnya Pesantren Lirboyo khasnya apa, Sarang khasnya apa harus dipertahankan,” katanya.

Ditambahkan, salah satu kekhasan lain dari pesantren adalah figur seorang kiai. “Ini yang hilang dari sistem pendidikan nasional,” ungkapnya.

Dalam kesempatan itu Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj bercerita, dahulu saat menghadapi berbagai problem berat, Soekarno selalu berkonsultasi kepada kiai. Jenderal Sudirman juga mendapatkan tongkat dari kiai.

Darmaningtyas berkomentar, “Saya malah baru mendengar cerita-cerita seperti ini. Ada sesuatu yang selama ini tidak terkomunikasikan,” katanya.

Diskusi yang dilenggarakan oleh Pengurus Pusat Lakpesdam NU itu juga dimaksudkan untuk membedah buku Ahmad Baso, Wakil Ketua PP Lakpesdam. Buku bertajuk “Pesantren Studies” rencanananya akan terbit beberapa jilid. Jilid pertama yang telah terbit membidik pesantren dari sisi jaringan pengetahuan dan karakter kebangsaannya.



Penulis: A. Khoirul Anam