Sleman, NU Online
Para kader Nahdlatul Ulama (NU) perlu meningkatkan kapasitas keilmuannya menyusul adanya pergeseran ideologi di tubuh ormas Islam terbesar ini. Mereka mesti mengaji pada kiai yang benar-benar kiai, bukan kiai atau ustadz di televisi.
<>
Demikian disampaikan al-Habib Prof Dr KH Said Agil Husin Al Munawar saat mengisi mauidhah hasanah pada acara Syawalan dan Pamitan Calon Jama’ah Haji Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DI Yogyakarta, Sabtu (31/08), di Halaman Gedung SDNU, Jl. Ringroad Barat, Nogotirto, Gamping, Sleman, Yogyakarta.
Menteri Agama 2001-2004 ini menjelaskan, maksud dari kiai yang benar-benar kiai adalah mereka yang memiliki 'ijazah (ketersambungan silsilah keilmuan) dari guru-gurunya terdahulu, sebagai bukti akan adanya otoritas keilmuan dalam dirinya. Kiai seperti itu hanya dapat ditemukan di pesantren, bukan di televisi.
“Itulah tradisi yang harus kita pertahankan, yaitu 'ijazah. Di samping keilmuan, ada keberkahan yang tidak ada tandingannya karena kiai lah yang ikhlas dalam mengajar. Pergeseran ideologi harus kita bendung. Solusinya adalah kembali ke pesantren, kiai. Karena kalau tidak seperti itu, tidak ada lagi yang akan bisa membendungnya,” pungkas Said Agil Husin siang itu.
Momentum Keterbukaan
Dalam acara Syawalan itu, lulusan Unversitas Ummul Qura Mekah ini juga memaparkan bahwa momentum Syawalan mengajarkan kita tentang keterbukaan. Jika kita terbuka kepada Allah maka Allah juga akan terbuka kepada kita. Sebaliknya, jika kita tidak terbuka kepada Allah maka Allah juga tidak akan terbuka kepada kita.
Ia pun melanjutkan dengan menjelaskan makna dari kata ‘insan’ yang dalam bahasa Arab berarti manusia. Pertama, kata tersebut berasal dari kata kerja (fi’il) nasiya-yansa yang berarti lupa. Itulah kenapa manusia disebut insan, yakni likatsrati nisyanihi, atau karena banyaknya lupa. Kedua, berasal dari kata al-unsu yang berarti harmonis.
“Artinya bahwa manusia itu memiliki potensi untuk membangun suasana harmonis, yakni ketika tidak ada gesekan antar sesamanya. Kalau manusia bersih dari pelanggaran, maka posisinya akan dekat dengan Allah. Sebaliknya, jika ada gesekan maka ia akan merasa sudah tidak dekat lagi, sebelum ada maaf sebagai penghilang gesekan itu,” ungkap Said Agil Husin. (Dwi Khoirotun Nisa’/Mahbib)
Terpopuler
1
LF PBNU Rilis Data Hilal Jelang Rabiul Awal 1447 H
2
Istikmal, LF PBNU: 1 Rabiul Awal 1447 Jatuh pada Senin, Maulid Nabi 5 September
3
Rais Aam PBNU dan Sejumlah Kiai Terima Penghargaan dari Presiden Prabowo
4
NU Banten Membangkitkan Akar Rumput
5
IPNU-IPPNU dan PCINU Arab Saudi Dorong Tumbuhnya Tradisi Intelektual di Kalangan Pelajar
6
Dirut NU Online Dorong PCNU Kota Bekasi Perkuat Media dengan Ilmu Pengetahuan
Terkini
Lihat Semua