Nasional

Jadi Sebab Banjir, Ansor Kalsel Minta Pemerintah Tuntaskan Persoalan Tambang dan Sawit

Kam, 21 Januari 2021 | 14:00 WIB

Jadi Sebab Banjir, Ansor Kalsel Minta Pemerintah Tuntaskan Persoalan Tambang dan Sawit

Pemandangan wilayah terdampak banjir di Kalimantan. (Foto: Istimewa) Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/126031/relawan-nu-terobos-berkilo-meter-salurkan-bantuan-ke-wilayah-banjir-banjar

Jakarta, NU Online
Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kalimantan Selatan Teddy Suryana menyatakan, sebagian besar masyarakat terdampak banjir di sana sangat berharap pada pemerintah segera melakukan langkah-langkah strategis dalam menuntaskan persoalan banjir bandang ini.

Ā 

Persoalan harus diselesaikan langsung dari hulu seperti persoalan alih fungsi lahan dan pertambangan yang menjadi penyebab banjir di daerah tersebut selain karena hujan dengan intensitas dan curah hujan yang tinggi.


Rumah-rumah warga yang hanyut, kata Teddy, bukan hanya karena persoalan derasnya air. Namun bersamaan dengan itu, ada pula kayu gelondongan, sampah-sampah berat, dan ranting-ranting besar yang cukup banyak.


ā€œKemudian sampah-sampah itu menabrak rumah-rumah masyarakat sehingga rumah-rumah mereka hanyut dan ambruk. Adanya tambang dan perkebunan sawit juga menjadi problem. Itu selain persoalan derasnya arus hujan,ā€ katanya, melalui sambungan telepon kepada NU Online, Kamis (21/1) siang.


Di samping itu, beberapa masyarakat terdampak banjir sangat parah mengalami trauma di Desa Alat, Kecamatan Hantakan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. ā€œJika gerimis atau bahkan hujan tiba, warga di sana tak bisa tidur. Jadi ada ketakutan dan ketraumaan,ā€ kata Teddy.


ā€œBeberapa hari ini memang hujan terus. Tapi sekarang hari ini agak hangat, cerah. Tapi di Banjarmasin ada sebagian hujan,ā€ sambungnya.

Ā 


Kondisi masyarakat

Ia juga menyampaikan bahwa warga yang rumahnya hanyut, saat ini berada di pengungsian di dataran yang lebih tinggi. Namun ada pula yang memilih untuk tinggal di rumah saudara dan tetangga yang kondisinya masih lebih baik.


ā€œAlhamdulillah saya lihat rasa kekeluargaan sangat luar biasa. Ketika kita datang bawa bantuan, mereka sama-sama membantu. Kemudian kalau bantuannya tidak bisa memenuhi kebutuhan mereka, dibagi-bagi sedikit sama sedikit. Sama-sama merasakan lah,ā€ beber Teddy.


Ansor Kalsel mendorong juga kepada pemerintah, terutama dinas sosial di sana untuk memikirkan masyarakat yang saat ini kehilangan tempat tinggal. Pendataan harus dilakukan dan didukung langsung oleh pemerintah pusat melalui program bedah rumah Kementerian PUPR.


ā€œMereka harus bisa berteduh di rumah-rumah yang dibangun pemerintah. Kemarin ada masukan dari warga terdampak banjir di Desa Alat. Katanya kalau bisa rumah-rumah yang ada di bantaran sungai, itu ditukargulingkan saja, dibangunkan (kembali) di luar bantaran sungai,ā€ ungkap Teddy.


Dijelaskan, masyarakat di Kalsel memang seringkali mendirikan rumah di bantaran sungai. Ia berharap ke depan, pemerintah bisa menggeser rumah tinggal warga ke lokasi yang jauh dari bibir sungai. Sebab jika tidak demikian, akan mengganggu arus air.


ā€œKalau ada program normalisasi sungai, mereka sebelum ada banjir, menolak. Takut rumahnya longsor. Nah, kalau ini tetap dibiarkan rumah-rumah yang ada di pinggir sungai, mungkin agak repot untuk menormalisasi sungainya,ā€ terangnya.


Penyebab adalah eksploitasi alam berlebihan

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) berpendapat bahwa banjir di Kalsel terjadi karena eksploitasi berlebihan yang dilakukan perusahaan, sehingga alam menjadi rusak. Perizinan tambang dan sawit merusak ekosistem alam di sana.


ā€œKawasan-kawasan yang punya fungsi ekologi terganggu. Misalnya kawasan gambut, hulu, dan badan sungai,ā€ ujar Koordinator Jatam Merah Johansyah, dikutip dari Tirto hari ini.


Luas wilayah Kalsel 3,7 juta hektare. Jatam mencatat, 33 persen dari itu atau setara 1,2 juta hektare dikuasai pertambangan batu bara. Total perizinan mencapai 553 IUP Non-CnC (Izin Usaha Pertambangan non-Clean and Clear) dan 236 IUP Cnc. Sementara luas perkebunan sawit mencapai 618 ribu hektare atau setara dengan 17 persen dari luar wilayah Kalsel.


Kemudian Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan (Walhi) Kalsel Kisworo Dwi Cahyono sepakat bahwa penyebab banjir adalah tambang batu bara dan perkebunan sawit. Menurutnya, banjir tidak akan terjadi jika hutan sekunder dan hutan primer yang fungsinya menyerap air tidak tergusur tambang dan perkebunan.


Tercatat, sebanyak 234 ribu hektare atau 15 persen dari luas Kalsel sudah berisi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA), dan 567 ribu hektare atau 6 persen berisiĀ  izin IUPHHK Hutan Tanaman.

Ā 

Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Muhammad Faizin