Nasional

Isu Haji Berulang Kali Mestinya Diatur Regulasi Yang Mengikat

Sen, 1 Juni 2015 | 06:01 WIB

Jakarta, NU Online
Komisi Nasional Haji dan Umroh mendukung pembatasan haji berkali-kali. Peraturan Menteri Agama nomor 29 tahun 2015 ini merupakan upaya mewujudkan keadilan bagi calon jamaah haji. Namun demikian, pihak Komnas Haji dan Umroh menyayangkan itikad baik ini hanya didukung sekelas Permen.
<>
“Dasar hukum yang digunakan masih kurang kokoh karena diatur hanya pada level peraturan menteri. Mestinya kebijakan startegis semacam ini dituangkan di level undang-undang sehingga berkekuatan mengikat,” kata Ketua Komnas Haji dan Umroh Mustolih Siroj kepada NU Online di Jakarta, Ahad (31/5) sore.

Kebijakan ini (PMA nomor 29 tahun 2015), diakui Mustolih, merupakan angin segar dalam menjawab ketidakadilan yang terjadi selama ini. Mereka yang mampu, bisa melakukan ibadah haji berkali-kali. Sementara masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi pas-pasan harus antre bertahun-tahun.

Ketidakadilan dalam kesempatan berhaji ini berjalan cukup lama. Ada orang yang begitu getol berangkat haji hampir setiap tahun. Sedangkan pada saat yang sama ada anggota masyarakat harus menunggu antrean bertahun-tahun untuk datang ke rumah Allah (Baitullah).

Situasi ini memang tidak lepas dari keterbatasan kuota jamaah haji yang disediakan pemerintah Arab Saudi. Namun begitu, ketidakadilan itu terjadi memang lebih karena kekosongan regulasi Kementerian Agama RI.

Karenanya, terbitnya beleid ini cukup melegakan dan patut diapresiasi untuk menyudahi ketidakadilan selama ini dalam kesempatan berhaji. Pasal 3 ayat 4 PMA nomor 29 tahun 2015 ini menentukan jeda 10 tahun untuk mendaftar lagi bagi mereka sudah berangkat haji setelah keberangkatan hajinya yang terakhir.

Namun Mustolih menyayangkan, kebijakan penting ini hanya diatur dalam Permen. “Karena undang-undang haji sedang direvisi, mestinya isu ini dimasukkan dalam pasal perubahan pada undang-undang yang akan datang,” kata Mustolih. (Alhafiz K)