Nasional

Ini Sikap Fatayat NU tentang Batas Usia Perkawinan

Jum, 13 September 2019 | 17:00 WIB

Ini Sikap Fatayat NU tentang Batas Usia Perkawinan

Ketum PP Fatayat NU Anggia Ermarini saat memberikan pengantar pada FGD di Hotel A-One, Kebun Sirih, Jakpus, Jumat (13/9). (Foto: NU Online/Husni Sahal)

Jakarta, NU Online
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) RI mengemukakan data pada 2018 tentang persentase perkawinan anak di Indonesia yang cenderung meningkat. Yaitu pada tahun 2015 sebanyak 23%, dan bertambah menjadi 25,71% pada tahun 2017. 
 
Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2017 melakukan survey pada perempuan berumur 20-24 tahun yang sudah menikah di 23 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia. Hasilnya menunjukkan, lebih dari 25 persen dari mereka mengalami perkawinan pertamanya di bawah 18 tahun. 
 
“Dari data ini, munculnya desakan judicial review pada UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya pasal 7 tentang batas usia perkawinan perempuan sangat penting,” kata Anggia Ermarini melalui rilis yang diterima NU Online, Jumat (13/9).
 
Untuk itu, kata Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Fatayat NU tersebut, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2018 yang memerintahkan DPR untuk merevisi UU Perkawinan telah memberikan peluang revisi perihal batas usia perkawinan. Gayung bersambut, Panitia Kerja DPR pun merevisi dan menyepakati menaikkan usia minimal perkawinan bagi perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun.
 
Menurut Anggia, Fatayat NU sebagai badan otonom Nahdlatul Ulama yang bergerak di ranah perempuan muda produktif menangkap peluang peningkatan batas usia perkawinan bagi perempuan tersebut sebagai upaya nyata untuk mencegah perkawinan pada anak. Oleh sebab itu, Fatayat NU menyikapinya sebagai berikut:
 
Pertama, Fatayat NU mendukung DPR dan pemerintah untuk meningkatkan batas usia perempuan menikah dari 16 tahun menjadi 19 tahun untuk perempuan sebagai upaya pendewasaan usia perkawinan.
 
Kedua, Fatayat NU mengimbau kepada penyelenggara perkawinan dan pengadilan agama untuk memperketat upaya dispensasi perkawinan berlandaskan kepentingan terbaik bagi calon pengantin (catin) apabila ada pengajuan menikah pada usia di bawah batas perkawinan tersebut.
 
Ketiga, sebagai ormas perempuan Islam, Fatayat NU mengajak seluruh gerakan perempuan Islam dan antar agama untuk mengawasi hasil revisi UU Perkawinan agar implementasinya berjalan dengan benar serta memberikan dampak pada penurunan angka perkawinan anak di Indonesia.
 
Keempat, pemerintah harus meningkatkan program pencegahan perkawinan anak dengan menyelenggarakan Pendidikan kesehatan reproduksi dan pengasuhan positif pada keluarga dan masyarakat sebagai konsekuensi hasil revisi UU Perkawinan.
 
 
Pewarta: Husni Sahal
Editor: Ibnu Nawawi
Â