Nasional MUKTAMAR KE-33 NU

Ini Rekomendasi Keumatan, Kebangsaan dan Internasional

Sel, 4 Agustus 2015 | 14:03 WIB

Jombang, NU Online
Komisi F (Rekomendasi) Muktamar ke-33 NU yang dipimpin Wakil Sekjen PBNU Masduqi Baidlawi menghasilkan beberapa hal yang patut dipertimbangkan. Rapat komisi ini digelar di lantai 3 gedung KH M Yusuf Hasyim Pesantren Tebuireng Jombang, Selasa (4/8).
<>
Cak Duqi, panggilan akrabnya, mengatakan hasil rapat komisi akan dibawa ke sidang pleno III tentang pengesahan hasil sidang komisi. “Komisi kami membahas tiga isu utama. Keumatan, kebangsaan, internasional,” ujarnya kepada NU Online di Pesantren Madrasatul Quran, seberang jalan Pesantren Tebuireng.

Terkait keumatan, rekomendasinya antara lain, pertama, NU di semua tingkatan baik Jam’iyah maupun jamaah harus menjadi pelopor dalam mewujudkan masyarakat yang toleran, moderat, ramah, mengarifi budaya, dan terbuka terhadap gagasan-gagasan baru yang selaras dengan karakter Islam Nusantara.

Kedua, Pemerintah harus tegas mencegah dan menindak berbagai kelompok yang bertujuan merongrong dan mengubah konsensus nasional (Mu’ahadah Wathaniyah) yang menjadi landasan kehidupan berbangsa dan bernegara.

NU mengingatkan bahwa ancaman yang merongrong dan mengubah konsensus nasional (Pancasila dan NKRI) bisa terdapat di setiap agama. NU mengajak seluruh lembaga-lembaga keagamaan untuk bekerja sama menangkal radikalisme berbasis agama.

Ketiga, Umat Islam perlu melakukan strategi dakwah yang produktif dan memperkuat eksistensi NKRI, bukan dakwah yang menimbulkan reaksi negatif agama lain yang justru merugikan umat Islam sendiri. Prinsip Mabadi Khairu Ummah (As Shidqu, al Amanah wal Wafa Bil Ahd, al Adalah, at Ata’awun, al Istiqomah) harus menjadi landasan dalam pelaksanaan Dakwah Islam.

Keempat, Terkait kasus intoleransi dan kekerasan yang terjadi di berbagai daerah termasuk di Tolikara Papua, beberapa waktu lalu, NU mengecam dan tidak dapat membenarkan dengan alasan apapun. Pemerintah harus memberikan jaminan rasa aman kepada semua Warga Negara Indonesia untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinannya.

Pemerintah harus menyelesaikan secara tuntas akar persoalan tersebut dengan melakukan penegakan hukum kepada semua pihak yang bersalah dan menfasilitasi resolusi konflik agar terjadi penyelesaian secara menyeluruh. Seiring dengan hal itu pemerintah pusat dan daerah harus segera melakukan kajian ulang terhadap regulasi diskriminatif yang menjadi sumber tindakan intoleransi, konflik dan kekerasan.

Kelima, NU mengharapkan relasi mayoritas-minoritas sebagai fakta sosial hendaknya tidak digunakan sebagai alat menghegemoni, mendiskriminasi dan mengontrol kelompok lain. Harus disadari, tindakan keagamaan yang mengancam eksistensi kelompok lain di sebuah wilayah akan cepat menyebar dan menimbulkan aksi balasan di tempat lain.

Keenam, NU mengusulkan kepada pemerintah untuk menjadikan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. “Kami harap, rekomendasi komisi F bisa disahkan pada sidang pleno ketiga nanti malam,” pungkas Cak Duqi. (Musthofa Asrori/Abdullah Alawi)