Humanisme Gus Dur Dibedah Kapuslitbang Kemenag
NU Online · Selasa, 12 November 2013 | 16:00 WIB
Jakarta, NU Online
Satu lagi buku tentang pemikiran KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) lahir meramaikan jagat pemikiran Islam, yaitu “Humanisme Gus Dur: Pergumulan Islam dan Kemanusiaan” karya Syaiful Arif, alumnus Pesantren Ciganjur.
<>
Buku tersebut dibedah Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI di hotel Akmani, Jl. KH Wahid Hasyim No. 91, Jakarta (12/11), siang.
Bedah buku ini dibuka secara resmi oleh Prof Dr Machasin, M.A., selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) dan Diklat Kementerian Agama RI.
Hadir sebagai pembedah pertama Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI, Prof. Dr. H. Dedi Djubaedi, M. Ag., dan peneliti utama Puslitbang Prof. Dr. Abdul Aziz, M.Ag sebagai pembedah kedua.
Acara yang berlangsung hangat ini diikuti para peneliti di lingkungan Balitbang dan Diklat Kemenag RI dan para peneliti muda dari pesantren, lintas ormas, dan, organisasi mahasiswa. Selain itu, tak kurang dari 40-an tamu undangan turut meramaikan diskusi publik yang digelar di meeting room hotel belakang Mal Sarinah ini.
Dedi Djubaedi mengatakan, Buku karya santri KH Abdurrahman Wahid ini merupakan buku keempat yang dibedah oleh Puslitbang dalam tahun 2013. Bagi Dedi, Gus Dur merupakan sosok humanis.
Dedi kemudian bercerita, suatu ketika sekretaris Gus Dur datang terlambat lantaran terjebak macet. Lalu, sang sekretaris dengan tergopoh-gopoh datang memohon maaf kepada Gus Dur. Namun, alih-alih Gus Dur memberi maaf, justru malah mengalihkan pembicaraan.
“Gus Dur bilang, Anda tahu penyebab sakit gigi?” tanya Gus Dur. Sang sekretaris pun bingung. Belum hilang kebingungannya Gus Dur menimpali, bahwa hal sama terjadi pada wanita hamil yang makin membesar. Makin bingunglah sekretaris itu. Gus Dur kemudian menjawab, "Karena sama-sama telat dicabut."
“Gus Dur dengan piawai mengalihkan perhatian sekretarisnya hingga melupakan kalau dirinya salah karena terlambat,” papar Kapuslitbang penerus dua kapuslitbang sebelumnya, yakni Prof Dr HM Nur Kholis Setiawan, MA dan Prof Abdurrahman Mas’ud, Ph.D.
Cerita di atas, lanjut Dedi, memperlihatkan betapa Gus Dur sosok yang sangat humanis. Dia mampu meredam amarah atau setidaknya menyalahkan orang lain. Dedi menambahkan, jika orang yang suka menyalahkan orang lain disebut sebagai orang bodoh, maka orang yang menyalahkan diri sendiri adalah orang yang sedang belajar. Nah, Gus Dur masuk pada tipikal orang yang tidak menyalahkan siapapun.
“Gus Dur tak mau menyalahkan orang. Justru orang tersebut merasa bersalah di hadapan beliau. Bagi saya, tipe ini merupakan tipikal sosok humanis. Gus Dur masuk kategori ini karena beliau adalah seorang sufi. Kalau saya hanya sufi sedikit karena disertasi saya mengupas tentang sufi,” tegas Dedi seraya berkelakar. (Ali Musthofa Asrori/Abdullah Alawi)
Terpopuler
1
Mulai Agustus, PBNU dan BGN Realisasikan Program MBG di Pesantren
2
Khutbah Jumat: Belajar dari Pohon Kurma dan Kelapa untuk Jadi Muslim Kuat dan Bermanfaat
3
Khutbah Jumat: Bahaya Tamak dan Keutamaan Mensyukuri Nikmat
4
Zaman Kegaduhan, Rais Aam PBNU Ingatkan Umat Islam Ikuti Ulama yang Istiqamah
5
PBNU Tata Ulang Aset Nahdlatul Ulama Mulai dari Sekolah, Rumah Sakit, hingga Saham
6
Khutbah Jumat: Inilah Obat bagi Jiwa yang Hampa dan Kering
Terkini
Lihat Semua