Nasional HAJI 2025

Haji Furoda Perlu Diatur dalam Revisi UUPIHU

NU Online  ·  Jumat, 30 Mei 2025 | 19:00 WIB

Haji Furoda Perlu Diatur dalam Revisi UUPIHU

Haji furoda perlu diatur dalam revisi UU PIHU. (Foto: MCH)

Jakarta, NU Online

Musim haji tahun 2025 M/1446 H agak berbeda dengan musim-musim sebelumnya. Setelah gelombang pemberangkatkan jamaah haji reguler memasuki fase akhir, biasanya tahap tahap selanjutnya jamaah haji furoda berbondong-bondong mulai diterbangkan ke tanah suci. Namun pada tahun ini banyak jamaah furoda tidak bisa mengikuti prosesi haji karena visa belum kunjung terbit sehingga terancam tidak ada pemberangkatan. 


Hal ini terjadi karena pihak otoritas Arab Saudi sampai dengan batas akhir pelayanan belum juga mengeluarkan visa untuk furoda tanpa merinci apa alasan kebijakan tersebut. Beberapa asosiasi pengusaha travel sudah memberikan pernyataan resmi, potensi visa furoda memang tidak terbit sehingga perlu menjelaskan kepada jamaahnya.


Melihat hal demikian, Ketua Komnas Haji H Mustolih Siradj menegaskan perlunya aturan mengenai haji furoda tertuang dalam revisi Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Hal ini mencakup syarat, mekanisme, dan standar pelayanan.


"Oleh sebab itu pada tahun berikutnya syarat, mekanisme dan standar pelayanan haji furoda ini harus diatur dan ditata dengan lebih baik dalam revisi UUPIHU yang akan dilakukan oleh DPR dan Pemerintah usai musim haji untuk melindungi calon jamaah dari serangkaian kerugian materiil maupun secara imateriil," ujarnya melalui siaran pers yang diterima NU Online pada Jumat (30/5/2025).


"Bukan hanya rugi besar karena sudah membayar biaya tetapi juga secara sosial," lanjut dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.


Sebab, ia menjelaskan bahwa dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU), pemerintah hanya bertanggung jawab pada visa yang berasal dari kuota resmi dari otoritas Arab Saudi  yang dibagi 98 persen haji reguler dan 8 persen haji khusus (ONH Plus) dengan ketentuan standar pelayanan yang jelas.


"Dimungkinkan visa mujamalah yang merupakan jalur undangan dengan syarat diurus oleh travel dan mendapat izin Menteri Agama tanpa ada ketentuan lebih rinci," terangnya.


Karenanya, ia menyebut bahwa pengurusan haji furoda murni menjadi urusan antara pihak travel dengan jamaahnya sebagai kegiatan bisnis murni. Menurutnya, hal tersebut bukan lagi urusan pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama dengan jamaah.


Di sisi lain, lanjut Mustolih, pengaturan melalui revisi UU tersebut bisa menjadi panduan persaingan yang sehat dan wajar antartravel, termasuk mempersempit ruang gerak travel-travel ilegal yang selama ini ikut bermain. 


"Sebab sudah bukan rahasia lagi, ajakan dan iklan yang bertebaran terkait haji furoda begitu sangat manis dan menjanjikan, cukup hanya mendaftar langsung bisa berangkat haji pada tahun tersebut tanpa perlu antre bertahun-tahun sebagaimana haji reguler dan haji khusus dengan bandrol harga selangit, dari ratusan juta hingga miliaran rupiah per jamaah," katanya.


Sayangnya, janji tersebut acapkali tidak dibarengi dengan informasi yang detail, transparan, dan potensi terjadi gagal berangkat yang juga terbuka lebar karena sangat tergantung pada dinamika kebijakan Arab Saudi yang cepat berubah.


Karenanya, kegagalan berangkat tahun ini tentu membuat calon jamaah sangat kecewa, tetapi akan lebih baik jika diselesaikan secara musyawarah untuk mencapai solusi bersama (win win solution). Dalam hal ini, pihak travel bisa mengambil skema pengembalian biaya (refund), penjadwalan ulang (reschedule), atau jamaah didaftarkan sebagai haji khusus. 


"Beberapa informasi yang beredar, ada beberapa travel resmi yang bersedia mengembalikan biaya seratus persen kepada para jamaah demi menjaga reputasi dan nama baik di tanah air dan di Arab Saudi meski mereka juga mengalami kerugian yang tidak sedikit," pungkasnya.