Nasional

Hadapi Covid-19, Nyai Badriyah: Masyarakat Harus Bertindak Strategis

Sab, 3 Juli 2021 | 20:00 WIB

Hadapi Covid-19, Nyai Badriyah: Masyarakat Harus Bertindak Strategis

Nyai Hj Badriyah Fayumi pada sebuah acara sebelum masa pandemi Covid-19. (Foto: dok istimewa)

Jakarta, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur'an wal Hadist Kota Bekasi, Jawa Barat, Nyai Hj Badriyah Fayumi mengatakan, menghadapi pandemi Covid-19 umat manusia haruslah strategis dalam bertindak. Pasalnya, Islam tidak mengajarkan untuk berserah diri pada nasib mengenai sehat dan sakit. Namun, berikhtiar dan berdoa adalah salah satu anjuran agama meminta perlindungan Allah SWT dari pandemi. 

 

"Karena pandemi ini memang menunjukkan kekuatan Allah yang maha dahsyat dan menunjukkan ketidakberdayaan manusia di hadapan-Nya," kata Ny Badriyah saat Doa KUPI untuk Negeri: Khataman, Istighotsah, dan Muhasabah, Sabtu (3/7).

 

Nyai Badriyah mengatakan, sejarah mencatat bahwa tak seharusnya manusia menganggap remeh pandemi. Hal ini dicontohkan pada tahun 1918-1920 silam, sebanyak 50 hingga 100 juta orang di seluruh dunia meninggal akibat pandemi yang lebih mematikan dari Perang Dunia. Bahkan, kata Ny Badriyah, sejumlah bukti-bukti sejarah menunjukkan, Indonesia pun tidak luput dari dampak pandemi influenza itu. 

 

"Tercatat korban pandemi 1918 lebih banyak dari Perang Dunia. Nusantara khususnya Pulau Jawa dan Sumatera yang pada saat itu termasuk episentrumnya lebih dari 1,5 juta selama 3 tahun penduduknya meninggal karena pandemi," terang Wakil Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga (LKK) PBNU ini. 

 

Maka, atas dasar itu pemerintah Hindia-Belanda berikhtiar memberlakukan pengetatan melarang masuknya kapal-kapal dari luar karena dikhawatirkan membawa wabah Influenza. Kemudian atas izin Allah pandemi itu bisa ditangani hingga selesai. 

 

"Melihat sejarah-sejarah pandemi seringkali mencapai puncaknya lalu ketika Allah menghendaki hilang, ya hilang pada saat itu juga," jelas Ketua Majelis Musyawarah KUPI ini. 

 

Kendati demikian, Ia menegaskan bahwa pengalaman masa lalu memang tidak bisa digunakan sebagai acuan untuk meramal secara sempurna apa yang akan terjadi. Akan tetapi setidaknya seluruh elemen masyarakat bisa belajar untuk tidak melakukan kesalahan yang sama dengan terus mematuhi protokol kesehatan dan menaati pengendalian efektif lainnya.

 

"Kita semua tidak tahu kapan dan bagaimana proses ini selesai, tapi kita semua berkewajiban untuk menjadi bagian dari proses itu," tegasnya.

 

Karena pada masa pandemi yang kita hadapi saat ini, salah satu bentuk efektif dalam menerapkan nilai-nilai hablum minannas ialah dengan mencegah terjadinya penyebaran penyakit pada orang lain. Sebagaimana dinyatakan oleh para pakar kesehatan, mengurangi interaksi dan berdiam diri di rumah adalah sebagian dari tindakan yang dapat kita lakukan.

 

"Sehingga kalau pada malam ini kita berikhtiar yang sifatnya ilahiyah, bathiniyah, dari hasil perenungan ayat-ayat Qur'aniyah. Pada saat ini kita juga melakukan ikhtiar-ikhtiar yang lahiriyah dan insaniyah hasil dari temuan ilmiah berdasarkan ayat-ayat kauniyah," ungkap Ny Badriyah. 

 

Lebih lanjut, Ia menuturkan, Islam memiliki pandangannya tersendiri tentang pandemi, relasi sosial antara sesama manusia, dan penggunaan akal manusia sebagai khalifatullah fil ardhi memadukan antara ikhtiar bathinyah dan lahiriyah menjadi maksimal. Sehingga kiranya setiap usaha dan doa dapat mempermudah pandemi ini berakhir.

 

"Hasil dari perpaduan kedua ikhtiar itu terumuskan dalam protokol kesehatan dan sekarang ini dikuatkan oleh kebijakan PPKM darurat," tuturnya. 

 

Ny Badriah mengajak para audiensi untuk bercermin pada fenomena alam yang terjadi pada saat ini (keberadaan virus dan pandemi) merupakan tanda-tanda kebesaran Allah yang harus dipahami, renungkan, dan diatasi bersama-sama. Karena pada akhirnya, sehat dan sakit ialah kuasa Allah SWT. 

 

"Jadikan pandemi ini sebagai momentum kita memperbanyak doa dan mendoakan sesama makhluk Allah yang ada di manapun, termasuk bangsa dan negara," tutup dia.

 

Kontributor: Syifa Arrahmah
Editor: Kendi Setiawan