Nasional

Gus Yusuf: Di Pesantren Ada Transfer Akhlak dan Karakter 

Rab, 24 Maret 2021 | 06:00 WIB

Gus Yusuf: Di Pesantren Ada Transfer Akhlak dan Karakter 

KH Yusuf Chudlori, Pengasuh Pesantren API Tegalrejo Magelang Jawa Tengah. (Foto: NU Online/Ist)

Jakarta, NU Online

Pandemi Covid-19 yang belum mereda sampai dengan saat ini mengakibatkan sektor pendidikan sangat terdampak. Banyak lembaga pendidikan formal yang menerapkan pembelajaran dalam jaringan (daring) sebagai ikhtiar memutus rantai penyebaran virus Corona. Namun pembelajaran tersebut tidak bisa maksimal dalam mengajarkan karakter dan kepribadian peserta didik.

 

“Kalau sekadar taklim transfer knowledge, memberikan pengetahuan, mungkin bisa diwakili dengan WA, bisa diwakili pakai zoom pakai Youtube,” kata KH Yusuf Chudlori, Pengasuh Pesantren API Tegalrejo Magelang Jawa Tengah, Senin (23/3).

 

Pandangan tersebut disampaikan saat Haflah Pondok Pesantren API Al Huda Nepak Magelang Jawa Tengah.

 

Namun jika berbicara tarbiyah yakni memperbaiki akhlak para peserta didik, maka media informasi dan teknologi seperti media sosial tidak bisa melakukannya. Oleh karena itu, pendidikan di pesantren, yang dalam suasana pandemi saat ini masih tetap menggelar tatap muka, menjadi solusi dari transfer aspek-aspek afektif ini.

 

Biji nang pondok pesantren kuwi nomor pitulikur (nilai di pesantren itu nomor dua puluh tujuh),” ungkapnya pada acara yang disiarkan secara virtual melalui Gus Yusuf Channel.

 

Di pesantren, tegas Gus Yusuf, bukan hanya berisi taklim. Tarbiyah menjadi hal yang lebih penting karena pesantren bukan hanya bertujuan membuat santri pintar. Pesantren menjadi kawah candradimuka dalam pendidikan akhlak untuk menjadikan santri orang yang benar.

 

Dengan berbagai risiko yang ada di masa pandemi, pesantren tetap melakukan pembelajaran tatap muka melalui protokol kesehatan ketat agar transfer akhlak dan karakter bisa dilakukan.

 

“Harus wajhan biwajhin (bertemu muka, red), anak-anak harus bertemu dengan kiainya setiap hari. Baru ini akan bisa membentuk mental dan karakter. Karena tatapan mata dari guru itu adalah tatapan kasih sayang,” jelasnya.

 

Dalam belajar, peserta didik menurutnya harus mendapatkan sentuhan, perhatian, kasih sayang, dan juga hukuman yang mendidik ketika ia melakukan kesalahan selama belajar. Ini yang disebut sebagai pendidikan akhlak dan akhlak berada di atas ilmu. “Tidak bisa sekolah hanya pakai Youtube,” imbuhnya.

 

Selain pendidikan kognitif diberikan secara langsung, di pesantren juga para santri diajarkan suri teladan dan praktik dalam bermuamalah dan beribadah seperti shalat berjamaah. Hal ini nantinya akan tertanam dan menjadi kebiasaan positif sehingga akan terbawa dalam kehidupan sebenarnya di masyarakat.

 

“Seperti batu harus dipukul setiap hari, dan ini yang dinamakan membentuk karakter. Malam anak-anak diajak mujahadah karena mujahadah adalah kunci hidayah,” jelasnya.

 

Oleh karenanya, Gus Yusuf mengajak kepada para wali santri untuk terus mendorong putra-putrinya agar belajar dengan baik dan juga senantiasa mendoakan mereka agar diberi kebetahan dan kelancaran dalam menuntut ilmu. Keberhasilan dan keberkahan santri dalam belajar tidak hanya tergantung dengan usaha yang dilakukannya, namun juga dipengaruhi oleh doa dari orang tua.

 

Pewarta: Muhammad Faizin

Editor: Ibnu Nawawi