Nasional

Gus Ulil Ungkap 2 Warisan Terbesar Nabi Ibrahim AS untuk Menghadapi Modernitas

Jum, 30 Juni 2023 | 22:30 WIB

Gus Ulil Ungkap 2 Warisan Terbesar Nabi Ibrahim AS untuk Menghadapi Modernitas

Ilustrasi tulisan Nabi Ibrahim as. (Foto: NU Online)

Tangerang Selatan, NU Online

Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla didaulat menjadi khatib Idul Adha di Masjid Bayt Al-Quran pada Kamis (29/06/2023) di komplek Masjid dan Pesantren Bayt-Al-Quran, Pondok Cabe, Tangerang Selatan.


Dalam kesempatan tersebut, ia menjelaskan mengenai dua warisan terbesar Nabi Ibrahim as, yaitu tauhid dan Islam yang membuatnya dianggap sebagai sosok paling signifikan dalam sejarah kenabian. Dua warisan ini menjadi modal penting bagi umat Islam dalam menghadapi arus modernitas. Dengan modal tersebut, umat islam dituntut agar menjadi umat yang berani untuk bersikap anti mainstream atau ‘melawan arus’. 


Sikap ini dicontohkan oleh Nabi Ibrahim ketika ia menolak untuk ikut-ikutan dalam pembangkangan kepada Tuhan seperti Raja Namrud dan pengikutnya. Pilihan Nabi Ibrahim untuk ‘melawan arus’ dengan berpegang teguh pada prinsip Tauhid kemudian memicu kemarahan Raja Namrud. Raja Namrud lalu menghukum Nabi Ibrahim dengan membakarnya. Namun, karena keteguhan beliau memegang prinsip tauhid, Allah menyelamatkan Nabi Ibrahim dengan membatalkan hukum asal api yang panas membakar sehingga menjadi dingin sebagaimana diceritakan dalam firman Allah QS Al-Anbiya’(21):69, “Jadilah engkau wahai api, dingin, dan keselamatan bagi Ibrahim.”


Sementara dalam konteks saat ini, Gus Ulil menisbatkan api pada modernitas. “Modernitas adalah mirip sebuah api yang bisa melelehkan segala hal yang lama, yang dianggap sudah tidak lagi sesuai, hal-hal lama yang dianggap membeku,” katanya.


Menurutnya, modernitas identik dengan perubahan yang begitu cepat yang menghancurkan ‘struktur-struktur‘ lama seperti halnya api melelehkan sesuatu yang lama membeku. Perubahan tersebut semakin hari semakin cepat dan kadang terjadi bahkan hanya dalam hitungan menit. Hal inilah yang saat ini, menurutnya, lebih kita kenal di media sosial dengan istilah trending topic.


Modernitas dengan segala perubahannya selain membawa dampak yang positif, juga tak jarang membawa dampak negatif yang cukup fatal misalnya disorientasi atau ‘kehilangan arah dan tujuan hidup’. 


Gus Ulil menyadarkan kita bahwa diam-diam kita sedang mengulang sejarah masa lalu. Seperti halnya Ibrahim yang dipanggang oleh api, kita sedang dipanggang oleh ‘api’ yang disebut modernitas. 


“Jika Ibrahim dulu selamat dengan memegangi pegangan yang kuat, yaitu ‘tauhid’, maka saat ini, kita juga harus memiliki pegangan yang kokoh sama dengan Ibrahim pada zaman dulu. Pegangan itu ialah aqidah,” tegasnya. 


Gus Ulil lalu menyebut Islam sebagai warisan terbesar Nabi Ibrahim selanjutnya. Islam yang diartikan sebagai tunduk kepada kebenaran, merupakan manifestasi dari keteguhan dan ketundukan Nabi Ibrahim pada sesuatu yang kokoh, yakni aqidah.


Dalam Al-Quran, disebutkan bahwa akidah Nabi Ibrahim diuji dengan ujian terberat yaitu mengorbankan sesuatu yang ia cintai, dalam hal ini adalah anaknya. Anak seringkali menjadi simbol dari objek yang dianggap paling dekat dengan seorang manusia. Dan pada akhirnya Nabi Ibrahim lolos dalam ujian tersebut. 


“Iman sebagaimana kita lihat pada Ibrahim ini adalah iman yang tanpa syarat, cinta yang tanpa syarat; unconditional faith atau love.  Iman yang seperti inilah yang bisa menyelamatkan kita semua dari pemanggangan, dari panasnya ‘api’ modernitas yang melelehkan segala hal tadi itu,” terangnya.


Namun, dalam meneladani keteguhan dan dan ketundukan Nabi Ibrahim agar selamat dari ‘api yang membakar,’ bukanlah hal yang mudah karena Allah pasti akan selalu menguji kita melalui ujian dan pengorbanan. Pengorbanan tersebut bisa berasal dari sesuatu yang kita miliki dan kita cintai. Hewan yang kita korbankan dalam Idul Adha mengingatkan kita akan kisah Nabi Ibrahim bahwa akan ada pengorbanan dalam membuktikan keteguhan dan ketundukan.


Sebagai pungkasan Gus Ulil menambahkan, “kurban adalah pengingat bagi kita bahwa kita harus terus meneladani Ibrahim. Dalam sehari semalam, kita sebagai Umat Islam diperintahkan Allah SWT untuk shalat. Di ujung shalat kita, selama tasyahud kita diperintahkan untuk membaca shalawat yang disebut shalawat ibrahimiyyah.” 


Itu berarti bahwa sebenarnya Allah swt mengingatkan manusia mengenai keteladanan Ibrahim tidak hanya saat Idul Adha semata, tapi setiap hari dalam shalawat yang dibaca saat tasyahhud akhir shalat.


Editor: Syakir NF