Semarang, NU.Online
Pengasuh Pondok Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur KH Salahudin Wahid (Gus Sholah) menyebutkan kunci kesuksesan dakwah Islam masa lalu di Indonesia adalah keahlian para mubalig dalam menggunakan kebudayaan medium-medium lokal seperti gurindam di budaya Melayu dan wayang di Jawa.
"Para mubalig zaman dulu menyampaikan dakwah dengan baik, dengan cara yang jitu. Bahasa Melayu juga ikut menyebarkan Islam. Kalau kita baca pembukaan undang-undang dasar 1945 maka kita akan terasa sangat kental nuansa Islamnya," katanya, Sabtu (24/2).
Dikatakannya, para dai atau mubalig ini datang tanpa kekuatan militer, politik dan uang. Mereka datang ke nusantara betul-betul sebagai mubalig. Paling banter mereka pedagang. Berkeluarga dengan wanita setempat (pribumi).
Dakwah model ini berjalan dengan cepat. Dalam ukuran sejarah, 250-300 tahun adalah waktu yang cepat. Dalam kurun waktu itu, para mubalig bisa mengislamkan Nusantara sekalian para pemimpinnya. Dan bertahan hingga kini. Sudah berabad-abad yang lalu.
"Dibandingkan kejayaan Islam di Eropa yang hanya bertahan sekitar 700 tahun, disini lebih baik. Jadi kesimpulannya pendekatan budaya lebih jitu dan bertahan lama dalam syiar Islam. Mereka (mubalig) lah yang memulai pendidikan Islam di Indonesia," cerita cucu KH Hasyim Asy'ari.
Sebenarnya sebelum kedatangan Islam, agama Budha-Hindu lebih dulu hadir di Indonesia, hanya saja kini tidak banyak sisanya lagi. Pendidikan Islam di nusantara diperkirakan sudah berusia seribuan tahun. Sedangkan pendidikan Kristen mulai tahun 1840 hingga kini.
Hasil dari pendidikan ini muncullah kerajaan Islam yang cukup banyak. Kerajaan Islam ini memperlakukan hukum Islam tapi bukan pada hal jinayah. Sayangnya kerajaan ini tidak bisa akur sehingga mudah diadu domba sama penjajah. Akhirnya umat Islam dijajah ramai-ramai oleh Belanda, Inggris dan Portugal.
"Baru lah setelah banyak pemuda yang belajar ke luar pulau, ke Mesir, Belanda, Mekkah dan mereka merasa penderitaan sebagai warga negara yang dijajah. Inilah awal perlawanan kepada penjajah. Timbul rasa persaudaraan dan berjuang bersama," ujar Gus Sholah.
Gus Sholah menjelaskan nama Indonesia sendiri muncul dari perhimpunan mahasiswa Indonesia di Belanda. Dan saat itu peran pemuda Islam belum lah terlihat. Baru lah pada sumpah pemuda tahun 1928 muncul tokoh pemuda Islam yang saya ingat itu Syamsul Rizal tokoh Masyumi.
Syamsul Rizal mengajak teman-temannya yang beragama Islam. Saat itu belum ada gagasan negara Islam. Kaitan agama dan politik pertama kali muncul ke publik di gaungkan Soekarno terinspirasi dari gurunya Tjokroaminoto sekaligus mertuanya. Tjokro punya anak perempuan namanya Utari.
"Dulu belum ada pembahasan agama dan politik yang berlebihan disini. Baru pada era Bung Karno lah mulai muncul. Ia menulis buku Nasionalisme, Islam dan Marxisme. Pada tahun 1950-1960 diangkat lagi oleh Bung Karno dengan nama Nasakom. Kemudian banyak tokoh Islam yang gabung memperjuangkan kemerdekaan," papar adik kandung Gus Dur ini.
Saat di jajah Jepang, warga Indonesia banyak memberikan ruang bagi tokoh-tokoh Islam. Bahkan dibentuk badan yang mengurusi keagamaan yang diminta jadi ketua yaitu KH Hasyim Asy'ari. Jepang tahu kekuatan Islam saat itu. Tapi sehari-hari yang mengurusi yaitu puteranya KH Wahid Hasyim. Karena Kiai Hasyim memilih menjaga santrinya untuk membacakan kitab dan ngaji ilmu agama.
Kemudian dari sini banyak muncul tokoh Islam dalam pergerakan menuju kemerdekaan. Itu terjadi pada tahun 1943-1944. Dan kedekatan dengan Jepang ini membuat lahir laskar Hizbullah dan Pembela Tanah Air (Peta) yang dilatih oleh Jepang. Peta sendiri dipimpin Supriadi.
"KH Hasyim Asy'ari, Soekarno dan Supriadi kerja sama dengan Jepang. Ternyata tidak semuanya setuju, salah satunya Sutan Sjahrir. Bahkan ia pernah menyebut mereka bertiga Anjing-anjing Jepang. Ia tidak tahu padahal ini hanya taktik dakwah. Mirip seperti mubalig zaman awal kedatangan Islam. Kita tak mungkin frontal melawan Jepang. Maka manfaatkan peluang yang diberikan Jepang," jelas Gus Sholah
Kemudian dibentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dari badan ini lah mulai muncul usulan dasar negara yaitu Pancasila dan Islam. Ada kelompok ketiga tapi tak berpengaruh yaitu Murba (Musyawarah Rakyat Banyak) pimpinan Tan Malaka.
Bung Karno sempat menangis meminta seluruh anggota BPUPKI untuk menerima Pancasila. Karena ada jalan buntu antara nasionalis dan Islam. Baru 17 Agustus 1945 proklamasi.
Pertentangan dasar negara ini sangat tajam, akhirnya dibentuk panitia sembilan. Ada Bung Karno, Bung Hatta, Agus Salim, Abikusno, Mudzakir dan Wahid Hasyim. Dan menghasilkan piagam Jakarta yang kita kenal hingga kini. Namun akhirnya Pancasila bisa diterima.
Namun perubahan terjadi pada sila pertama dari Pancasila dimana kata "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" berubah menjadi "Yang Maha Esa". Hal karena ada protes dari non-Muslim. Sebenarnya kelompok Islam keberatan, tapi karena ini strategi untuk menjaga NKRI maka mengalah. Jadi kunci dakwah ulama dulu lebih lihat keadaan.
"Jadi jangan heran ada yang memperjuangkan NKRI bersyariah saat ini. Efek dari perdebatan dasar negara," tandasnya. (Red: Abdullah Alawi)