Bandung, NU Online
Fakultas Adab dan Humanioran UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jawa Barat menggelar talk show dan peluncuran buku Kiai Ujang di Negeri Kanguru karangan Nadirsyah Hosen (Gus Nadir).
Auditorium Falkutas Adab yang menjadi lokasi kegiatan dipenuhi mahasiswa-mahasiswa yang hendak melihat secara langsung ulama kharismatik tersebut. Gus Nadir yang juga rais syuriyah PCINU Australia memaparkan beberapa poin yang ditulis di dalam bukunya. Salah satunya tentang fiqih minoritas.
Gus Nadir juga menceritakan pengalamannya di Negeri Kanguru selama 22 tahun mengarungi ilmu. Wajar saja apabila ia yang seorang ulama tafsir, fiqih, dan ilmu ushul lainnya memahami keadaan dan kondisi di negeri seberang selatan Indonesia dengan jawaban-jawaban aktual.
Hidup di luar negeri, kata Gus Nadir, tentunya berbeda dengan hidup di tanah air yang sekarang kita pijaki. Ada banyak macam problema dan beberapa kasus yang berbeda.
"Dan tentunya jawaban untuk solusi fiqiyah juga berbeda. Apalagi di ranah minoritas. Hal itulah yang menjadi titik inti dalam buku ini untuk menjawab problem-problem yang terjadi di Negeri Kanguru khususnya," katanya.
Di Australia, ketika Idul Fitri, lanjut Gus Nadir, imam takbir tiga kali. "Kawan saya langsung bringsatan matanya lirik kanan, lirik kiri. Dan setelah shalat id selesai, kawan-kawan saya pada menghampiri saya, menanyakan jawaban perihal itu," ceriat Gus Nadir.
"Ya saya jawab. Jawabannya ada di buku ini," selorohnya disambut tawa audiens yang memenuhi auditorium.
Dalam buku tersebut juga mengupas beberapa hikmah tasawuf. Salah satunya kisah seorang santri yang susah payah mencari beasiswa, mengalami bermacam kegagalan, dan menerima berbagai macam cacian dan hinaan.
"Kamu itu ndak usah belajar Bahasa Inggris. Lha wong malaikat aja di alam kubur nanti tanyanya, 'Man robbuka?', bukan 'What is your name?' ledek teman santri itu. Tapi ya akhirnya santri tersebut bisa mencapai apa yang ia inginkan. Dengan semangat, tirakat, dan riyadoh-nya," cerita Gus Nadir yang menggambarkan adegan tersebut ditanggapi dengan gelagak tawa para audiens. (Fahri Yahya/Kendi Setiawan)