Nasional

Gus Mus Ungkap tentang 2 Sosok Kiai: Pengajar Sejati dan Singa Podium

Kam, 14 Maret 2024 | 15:28 WIB

Gus Mus Ungkap tentang 2 Sosok Kiai: Pengajar Sejati dan Singa Podium

Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Mustofa Bisri (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Mustofa Bisri mengisahkan tentang kedua kiai yang menjadi teladan dalam pengabdian dan dakwah, yaitu almaghfurlahuma KH Kholil bin Harun dan KH Bisri Mustofa.


Kiai yang kerap disapa Gus Mus itu menyebut, Kiai Kholil sebagai contoh nyata dari kegigihan dalam menuntut dan mengajarkan ilmu. Ia mengisahkan setiap harinya, Kiai Kholil mengajar tidak kurang dari 19 kitab.


"Habis subuh, setelah nanti jam 7, kemudian dhuha kemudian qabla (sebelum) dzuhur, sesudah dzuhur, sebelum ashar, sesudah ashar, ba'da maghrib, ba'da isya, terus itu sampai 19 (kitab)," jelasnya dalam tayangan "Eksklusif Gus Mus: Prinsip & Hakikat dakwah Eps. 1 | Kisah para Pendakwah Edisi #1" di kanal YouTube NU Online, Selasa (12/3/2024).


Meski demikian, sambungnya, Kiai Kholil masih meluangkan waktu untuk membaca dan menulis di malam hari. Hal ini dilakukan dengan ikhlas tanpa beban.


"Padahal, beliau malam harinya masih muthala'ah masih nulis, tidak capek, karena itu dilakukan dengan senang hati, dengan ikhlas dengan gembira," terang Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.


Sementara itu, almaghfurlah KH Bisri Mustofa yang merupakan menantu dari Kiai Kholil juga dikenal sebagai singa podium.


Gus Mus mengisahkan, Kiai Bisri memiliki keahlian khusus dalam berdakwah, yaitu kemampuan penguasaan podium yang memikat perhatian jamaah, bahkan sebelum ia mulai berbicara.


"Kiai Bisri kalau naik di podium, belum sampai bicara orang sudah tertarik. penampilan pertama itu menurut beliau itu penting supaya kemudian orang mau mendengarkan kita. Terus dilihat juga yang hadir siapa," jelasnya.


"Ayah saya disebut "singa podium" itu karena kalau beliau sudah naik podium, podium itu dikuasai seluruhnya. Sampai menurut Prof Dr Chotibul Umam Jakarta, Kiai Bisri itu kalau bicara tentang banjir Nabi Nuh, itu hadirinnya bisa cincing-cincing (mengangkat celana) semua," paparnya.


Adapun pidato-pidatonya disampaikan dengan beragam metode, termasuk cerita, peragaan, dan humor, sesuai dengan kondisi yang dihadapi.


Gus Mus juga menyoroti pendekatan Kiai Bisri dalam menyampaikan dakwah yaitu memastikan bahwa semua orang mendapatkan bagian dari pengajian, baik yang tua maupun yang muda, perempuan maupun laki-laki.


"Kalau Anda perhatikan, pidatonya Kiai Bisri itu semua mendapat bagian, yang Muslimat perempuan-perempuan dapat, perempuan yang muda dapat, yang laki-laki dapat, yang tua dapat, yang muda dapat, semuanya kebagian," tuturnya.


Kiai Bisri, lanjut Gus Mus, kerap menganalogikan pesan-pesan yang disampaikan sebagai "obralan", di mana semua orang harus merasakan manfaatnya, walaupun dalam porsi yang kecil.


"Kalau pengajian beliau ibaratkan seperti obral, semua harus dapat bagian, meskipun sedikit-sedikit, namanya obralan," pungkasnya.