Nasional

Gus Mus Sebut Aneh Pejabat yang Bersyukur atas Jabatannya

Ahad, 3 Mei 2020 | 01:02 WIB

Gus Mus Sebut Aneh Pejabat yang Bersyukur atas Jabatannya

KH Ahmad Mustofa Bisri (Gusmus.net)

Jakarta, NU Online
Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus mengaku heran jika ada pejabat negara atau anggota DPRD yang bersyukur atas amanat yang diembannya. Sebab menurut Gus Mus, menjalankan amanat bukan hal yang mudah.

"Makanya agak aneh kalau ada pejabat atau anggota DPR syukuran itu agak aneh, karena mereka bukan mendapatkan sesuatu yang menggembirakan. Amanat itu berat sekali," kata Gus Mus saat mengisi pengajian kitab Akhlakul Muslim 'Alaqatuhu bil Mujtama', Sabtu (2/5) malam.

Gus Mus mengatakan, amanat itu menjaga hak orang, sementara hak orang tersebut harus diberikan. Menunaikan amanat merupakan kewajiban agama, sosial, dan kemanusiaan. Oleh karena itu, ketika seseorang dipercaya mengemban amanat, maka tidak boleh menyalahinya. Seorang pejabat atau anggota dewan misalnya, mereka harus menjaga amanat rakyatnya.

"Begitu dia (pejabat atau anggota dewan) menggunakan (amanat) sedikit saja bukan untuk rakyat, itu sudah menyalahi amanat," ucap pengasuh pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.

Ia pun mengungkapkan saat KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi presiden. Gus Mus bersama sejumlah kiai menjadi rombongan pertama yang diundang ke istana negara.  Saat yang lain menyampaikan ucapan selamat, Gus Mus malah menyatakan belasungkawa kepada Gus Dur karena mengemban amanat sebagai presiden.

Menurut Gus Mus, saat Gus Dur mendengar ucapan belasungkawa darinya, Gus Dur malah senang, bahkan meminta kepada Gus Mus untuk mendoakannya.

"Karena itu amanat berat. Bukan hanya amanat itu dipertanggungjawabkan di dunia, tapi juga di akhirat," ucapnya.

Lebih lanjut Gus Mus mengutip ayat Al-Qur'an yang berbicara tentang amanat, yakni Surat Al-Ahzab ayat 72 yang artinya, "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh."

"Orang mau menerima amanat, tapi tidak melaksanakan dengan sebenar-benarnya, itu bentuk daripada bentuk-bentuk kemunafikan. Munafik kan iyo, iyo, tapi ora iyo. Enggih, enggih, tapi tidak kepanggih," ucapnya.

Perihal pentingnya menjaga amanat terhadap jabatan yang diemban, kisah dari Sayyudina Umar bin Khattab menjadi contoh yang sangat popluer. Sebagaimana diketahui, Sayyidina Umar menjadi khalifah kedua setelah ditunjuk oleh khalifah pertama, yakni Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq. 

Keesokan harinya, Sayyidina Umar menemui orang-orang yang ada di Masjid Nabawi. Mereka menyambutnya dan siap untuk membaiat sang khalifah kedua. Singkat cerita, setelah dibai'at, Sayyidina Umar menaiki tangga mimbar dan menyampaikan pidato pertamanya. Sebuah pidato yang sangat menyentuh, penuh rasa haru, dan rendah hati.

Umat Islam yang hadir kala itu memuji pidato Sayyidina Umar bin Khattab. Mereka baru ‘ngeh’ kalau firasat Sayyidina Abu Bakar tepat –yakni menunjuk Sayyidina Umar sebagai khalifah kedua- setelah mendengarkan pidato Sayyidina Umar.

Dikutip dari buku Umar bin Khattab (Muhammad Husain Haekal, 2013), Sayyidina Umar mengawali pidatonya dengan mengucapkan hamdalah, shalawat, dan memaparkan beberapa jasa Sayyidina Abu Bakar. Setelah itu, dia baru menyampaikan pidato intinya. Berikut pidato lengkapnya:

“Saudara-saudara! Saya hanya salah seorang dari kalian. Kalau tidak karena segan menolak tawaran Khalifah Rasulullah (Sayyidina Abu Bakar) saya pun akan enggan memikul tanggung jawab ini. Allahumma ya Allah, saya ini sungguh keras, kasar, maka lunakkanlah hatiku. Allahumma ya Allah saya sangat lemah, maka berikanlah kekuatan. Allahumma ya Allah saya ini kikir, jadikanlah saya orang dermawan bermurah hati.” 

Tiba-tiba Sayyidina Umar berhenti sejenak. Setelah orang-orang lebih tenang, dia melanjutkan pidatonya.

"Allah telah menguji kalian dengan saya dan menguji saya dengan kalian. Sepeninggal sahabat-sahabatku, sekarang saya yang berada di tengah-tengah kalian. Tidak ada persoalan kalian yang harus saya hadapi lalu diwakilkan kepada orang lain selain saya, dan tak ada yang tak hadir di sini lalu meninggalkan perbuatan terpuji dan amanat. Kalau mereka berbuat baik akan saya balas dengan kebaikan, tetapi kalau melakukan kejahatan terimalah bencana yang akan saya timpakan kepada mereka.”

Pewarta: Husni Sahal
Editor: Abdullah Alawi