Mataram, NU Online
Bencana gempa bumi yang melanda tanah Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) harusnya menjadikan umat Islam yang ada di Lombok semakin mendekatkan diri kepada Allah. Salah satu tanda bahwa umat Islam semakin dekat kepada Allah dengan adanya gempa tersebut adalah dengan terus berlanjutnya berbagai kegiatan di banyak bidang.
Pengasuh Pondok Pesantren Al-Halimy, Sesela, Gunungsari, Lombok Barat, TGH Munajib Kholid mengatakan saat ini warga Lombok menghadapi keterpukurkan di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Keterpurukan dalam bidang pendidikan ialah berhentinya kegiatan pendidikan baik di madrasah atau sekolah formal maupun pesantren. Demikian juga kajian-kajian yang biasa dilakukan di masjid dan mushala, seperti terhenti karena masyarakat takut memasuki bangunan dan masjid.
“Seharusnya kegiatan pendidikan tetap harus berjalan, walaupun di tenda-tenda pengungsian,” kata Tuan Guru Najib di kediamannya di Sesela, Gunungsari, Lombok Barat, Sabtu (1/9).
Keterpurukan berikutnya dalam bidang ekonomi, terlihat dari kegiatan usaha yang juga terhenti. Pengusaha yang punya toko semuanya tutup di daerah gempa. Pelaku usaha kecil pun belum bisa bangkit.
Bagi para pengusaha, seandainya gempa dianggap sebaga salah satu teguran maka tentu kaum Muslim akan banyak menyadari hal itu. Di antaranya dengan cara bertanya pada diri sendiri, misalanya apakah selama ini kurang memperhatikan zakat, melakukan riba, kurang menimbang mengukur dan menakar dalam perdagangan.
Dalam bidang kesehatan, walaupun banyak paramedis berdatangan ke pengungsian, akan sia-sia kalau tidak diiringgi perngobatan spiritual. “Pendekatan spiritual ini mutlak, karena yang diinginkan Allah dengan adanya bencana gempa ini adalah kembali kepada Allah,” katanya.
Kesehatan spiritual sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Jika kesehatan fisik diusahakan dengan pengobatan kedokteran, kesehatan jiwa atau psikologis dapat disembuhkan dengan mendekatkan diri kepada Allah.
Sementara itu dalam bidang keamanan, seadainya di suatu tempat seperti di kampung warga tidur di pengungsian dapat menenangkan diri mereka dengan beritirahat. Idealnya ketenangan bukan semata-mata tenang tidur dan istirahat, tetapi tenang dalam beribadah.
"Karena fenomena yang kita lihat mereka yang tinggal di pengungsian ini kurang tidur, mereka baru bangun setelah matahari terbit. Artinya shalat subuhnya terabaikan. Seharusnya pengugnsian ini menggantikan fungsi masjid dan muslaha atau rumah untu beribadah," papar Tuan Guru Najib.
Jika umat Islam dapat tenang beribadah di pengungsian, keamanan yang ada di sekitar kampung dapat dijamin. Sebab, kata Tuan Guru Najid, bukan manusia yang memelihata sesuatu,melainkan Allah.
Keterpurukan dalam bidang keamaman berpangkal pada perilaku manusia, karena mereka tidak sadar sedang disayangi oleh Allah dengan adanya bencna gempa bumi.
"Semua keterpurukan ini hendaklah kita bangkitkan kembali menjadi kebangkitan yang sempurna dengan mengembalikan semua yang terjadi kepada Allah dan tidak berlarut-larut dalam keterperukuan," tegasnya. (Kendi Setiawan)