Grobogan, NU Online
KH Ubaidulah Shodaqoh dan HM Muzammil dikukuhkan menjadi Rais dan Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah periode 2018-2023 pada Konferensi Wilayah (Konferwil) XV NU Jateng di Grobogan, Sabtu-Ahad (7-8/7).
Penentuan KH Ubaedullah sebagai Rais melalui Majelis Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) sebanyak 7 orang yang dipilih oleh peserta yakni KH Wahib Mahfud, KH Aminuddin Masyhudi, KH Ubaedullah Shodaqoh, KH Syuada Adzkiya, KH Muhlis, KH Hambali, dan KH Ma'mun Fatoni.
Sedangkan untuk Ketua PWNU Jawa Tengah melalui proses pemilihan dan muncul 3 nama pada tahap pencalonan yakni H Arja'Imroni didukung 16 suara, HM Muzammil 12 suara, dan Gus Hayatun 9 suara. Namun pada saat pemilihan tahap kedua, Arja' Imroni menyatakan mengundurkan diri, sehingga calon ketua tinggal dua orang.
Selanjutnya oleh pimpinan sidang dari PBNU ditawarkan kepada peserta untuk pilihan ulang atau aklamasi, dan pilihannya adalah aklamasi dengan menetapkan HM Muzammil sebagai Ketua PWNU mendampingi KH Ubaedullah Shodaqoh.
Beberapa pesan muncul di arena Konferwil terkait susunan Pengurus PWNU Jawa Tengah, khususnya di jajaran syuriyah agar diisi oleh orang orang yang kapabel dari kalangan pesantren. Pesan ini disampaikan Ketua PW RMI NU Jawa Tengah Gus Mandzur Labib.
Dikatakan, Konferwil NU adalah forumnya para ulama, NU sendiri adalah milik ulama. Tempat Konferwilnya pun bertempat di pondok pesantren salaf di desa santri. Yaitu di Pondok Pesantren Miftahul Huda Ngroto, Gubug, Grobogan yang diasuh oleh ulaa kharismatik pemimpin jamaah Al-Khidmah KH Munir Abdullah, pada Sabtu (7/7).
"Konferwil harus kedepankan ruh pesantren. Harus menjunjung tinggi akhlak santri dan menjaga marwah kiai," tuturnya di sela pembukaan Konferwil.
Dalam pesannya, Gus Mandzur berharap, Struktur Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Tengah (PWNU) Jateng harus banyak diisi dari kalangan pesantren. Yakni harus didominasi para kiai, santri, atau alumni pesantren.
"Jangan seperti selama ini, PWNU Jateng didominasi kalangan akademisi kampus. Para pengurusnya kebanyakan dosen perguruan tinggi. Bahkan lembaga syuriyah yang mestinya hanya untuk ulama, diisi juga oleh dosen yang bukan kiai," ujarnya. (Muiz)