Nasional

Dua Menteri Kelautan Bicara Pemikiran Kemaritiman Gus Dur

Sen, 14 Desember 2020 | 10:00 WIB

Dua Menteri Kelautan Bicara Pemikiran Kemaritiman Gus Dur

“Sangat fasih sekali Gus Dur menguraikan pengetahuannya tentang sejarah maritim Indonesia, dengan mengambil contoh dari jalannya dua kerajaan besar di Nusantara ini yaitu Majapahit dan Sriwijaya,” kata Sarwono. (Ilustrasi: AFP)

Jakarta, NU Online

Pemikiran Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tentang kemaritiman menjadi hal yang dinilai sangat relevan untuk kembali diungkap. Selain seorang kiai, Gus Dur diakui banyak orang memiliki pengetahuan yang mumpuni dalam segala bidang, tidak terkecuali pada sektor kelautan dan kemaritiman. 


Mantan Menteri Eksplorasi Kelautan RI era Gus Dur, Sarwono Kusumaatmaja, mengakui kehebatan Gus Dur dalam mengurai masalah-masalah kelautan dan kemaritiman Indonesia.


Menteri Kelautan yang menjabat tahun 1999-2001 ini mengaku sering berdialog secara ekslusif dengan Gus Dur perihal kemaritiman Indonesia baik sebelum menjadi presiden maupun setelah menjabat sebagai Presiden RI.


“Sangat fasih sekali Gus Dur menguraikan pengetahuannya tentang sejarah maritim Indonesia, dengan mengambil contoh dari jalannya dua kerajaan besar di Nusantara ini yaitu Majapahit dan Sriwijaya,” kata Sarwono Kusumaatmaja saat menjadi narasumber pada kegiatan Ziarah Pemikiran Gus Dur yang digelar secara virtual, Senin (14/12).


Gus Dur, lanjutnya, dari persoalan besar sampai dengan persoalan kecil mengenai kelautan dan kemaritiman mampu mengungkapnya termasuk soal dari sisi sejarahnya. Dalam ingatan Sarwono, ketika diskusi sejarah maritim, Gus Dur selalu menyayangkan sikap Sultan Agung yang memilih jalur darat ketika menjalankan ekspedisi.


Padahal, kata Gus Dur, jika dilakukan melalui jalur laut, potensi Sultan Agung memenangkan peperangan dengan penjajah amatlah besar. Menurut Gus Dur, jika Sultan Agung menang, maka VOC terusir dari Jakarta.


“Dia (Gus Dur) menguraikan kenapa Sultan Agung mengusir VOC dari Jakarta, Sultan Agung menjalankan ekspedisinya melalui darat. Andai kata waktu itu Mataram punya kekuatan maritim yang cukup itu yang namanya Sunda Kelapa bisa diserbu dari laut dan Belanda bisa terusir,” kata mantan Sekretaris Jenderal Golkar ini.


Di sisi lain, Sarwono melihat kemampuan Gus Dur memang tak biasa dengan tokoh-tokoh seusianya. Menurut Sarwono, tidak hanya pada persoalan laut semata, nama-nama tempat yang saat ini popular di Jakarta seperti Matraman dan Ragunan, Gus Dur mengetahui bagaimana sejarahnya.


Disebut Ragunan, karena dulu tempat tersebut adalah tempat pangeran Wiraguna, salah seorang panglima Sultan Agung. Sedangkan Matraman tak lain adalah markas besar Sultan Agung sendiri.


“Penguasaan beliau dari yang makro sampai yang detail itu sangat luar biasa,” kata dia. 


Sarwono mengungkapkan, dikusi perihal kelautan dan kemaritiman bersama Gus Dur paling berkesan tahun 1986. Kala itu, mereka banyak bertukar pendapat mengenai kontribusi Indonesia untuk dunia internasional dalam hal kelautan. 


Deklarasi Juanda diakui oleh negara-negara di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu atas kerja keras dan dorongan tokoh-tokoh yang peduli serta paham mengenai kemaritiman seperti Gus Dur.


“Hal-hal inilah yang diobrolin sama Gus Dur tahun 1986 secara kebetulah tahun 1985 konferensi internasional Ke-3 Unclos di mana Deklarasi Juanda diterima dunia internasional,” pungkasnya.


Selain Sarwono, pemantik pada diskusi yang diselenggarakan oleh Gusdurian ini yakni Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019 Susi Pudjiastuti. Diskusi sendiri merupakan rangkaian dari kegiatan Temu Nasional (Tunas) Jaringan Gusdurian tahun 2020. Pada gelaran ini para peserta mengungkap lagi pemikiran-pemikiran Gus Dur salah satunya terkait kemaritiman.


Pewarta: Abdul Rahman Ahdori

Editor: Alhafiz Kurniawan