Nasional

Doa agar Lancar Berbicara di Depan Umum

Rab, 6 Oktober 2021 | 23:00 WIB

Doa agar Lancar Berbicara di Depan Umum

Tangkap layar video KH Achmad Chalwani pada Youtube NU Online.

Jakarta, NU Online
Kemampuan berbicara dengan baik di depan umum penting dimiliki oleh seseorang, terlebih ia adalah seorang pemimpin di komunitasnya. Meski demikian, kemampuan public speaking, berpidato, orasi atau presentasi di depan umum ini kadang bikin grogi dan deg-degan bagi yang belum terbiasa. 

 

Pendakwah dari Purworejo, Jawa Tengah, KH Achmad Chalwani memberi doa agar lancar bicara di depan umum, tidak grogi dan mau didengarkan audiens. Doa itu merupakan doa Nabi Musa as yang diabadikan dalam Al-Qur’an.

 

رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي  يَفْقَهُوا قَوْلِي

Rabbisyrahlī shadrī wayassirlī amrī wahlul ‘uqdatan min lisānī yafqahū qaulī.

 

Artinya: "Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku." (Q.S. Thā-hā: 25-28).

 

Ayat di atas dibaca setiap selesai shalat fardu dan ketika hendak naik ke mimbar, masing-masing sebanyak tiga kali. "Atau (dibaca ketika) mau diskusi, bermusyawarah, dibaca tiga kali," jelas kiai yang sudah berdakwah sampai mancanegara tersebut, dalam tayangan Doa Lancar Bicara di Depan Umum-KH Achmad Chalwani di Youtube NU Online.

 

Mendapat ijazah doa dari Kiai Yusuf Yasin
Anggota DPD RI 2004-2009 itu juga menjelaskan sejarah dirinya mendapat doa tersebut, yaitu ketika masih belajar di pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Ia ditunjuk mengikuti festival pidato atau muhadlarah yang disaksikan ribuan santri. Ketika itu festival berlangsung malam Jumat. Sebelum hari itu tiba, ia meminta doa.

 

"Saya berangkat ke Blitar, sendirian naik bus, sowan Mbah Yasin Blitar," katanya mengisahkan.

 

Sesampai di tempat tujuan, ia pun ditanya oleh shahibul bait.

 

"Anda (dari) mana?"


"Saya santri Lirboyo."

 

"Asalnya mana?"   

 

"Asalnya Purworejo."

 

"Purworejo mana?"

 

“Berjan.”

 

"Dengan Kiai Nawawi?"

 

"Saya bin (putra) Nawawi," jawab Kiai Chalwani.

 

"Gimana, Gus?" kata tuan rumah. 

 

"Begini Pak Yasin. Saya ditunjuk teman-teman untuk ikut festival pidato besok malam Jumat. Pak Yasin, mohon saya dikasih doa biar bisa menang dalam perlombaan," pinta Kiai Chalwani.

 

Kemudian, Kiai Yasin Yusuf yang dikenal sebagai orator ulung Nahdlatul Ulama di zamannya ini menyarankan membaca doa Nabi Musa di atas. "Ini saja dibaca, Gus. Insyaallah nanti orang-orang mau mendengarkan," ungkapnya, seperti ditirukan Kiai Chalwani. "(Kiai Yasin Yusuf) enggak mengatakan menang, gitu, enggak, (tapi audiens) mau mendengarkan,” imbuhnya.

 

"Tapi saya diijazahi Mbah Yasin. Berkah (ijazah dari) Mbah Yasin, ternyata di Lirboyo juga menang se-pesantren. Dan ternyata mengajinya diundang sampai sekarang, (orang) mau mendengarkan. Padahal mengajinya ya, kayak gitu lah, biasa-biasa saja," akunya.

 

Sampai sekarang, lanjut Kiai Chalwani, setiap kali hendak ke podium atau mimbar ia selalu membaca ayat itu. Wakil Rais NU Jawa tengah itu juga membeberkan bahwa jadwal ceramahnya sudah penuh sampai beberapa bulan ke depan.

 

Perlu terus latihan
Sebagai tambahan, bahwa ceramah, orasi, presentasi, public speaking atau bicara di depan umum juga merupakan skill yang dapat dilatih. Pertama, yang perlu dipersiapkan adalah menyusun materi. Misalnya mau berbicara soal sejarah Indonesia, tentu perlu riset dan membuat materi terlebih dahulu.

 

Kedua, menentukan poin-poin yang dianggap penting atau krusial. Hal ini untuk memudahkan dalam mengingat dan tidak terkesan text book, walaupun harus membawa catatan.


Ketiga, belajar untuk membawakan atau menyampaikan. Sebagai latihan, bisa dilakukan di depan cermin, di depan kelas kosong (dengan menganggap kursi adalah audiens), di depan teman atau rekan kerja. Yang terakhir ini lebih efektif karena langsung berhadapan dengan orang lain. Kemudian perlu juga memintanya untuk memberi feedback atau masukan, kritik dan saran. 
 

Kontributor: Ahmad Naufa Kh. F.
Editor: Kendi Setiawan