Nasional

Dibahas Cak Imin dan Gibran, Akademisi Jelaskan Tantangan Program Dana Desa untuk Tingkatkan Ekonomi

Sel, 23 Januari 2024 | 19:30 WIB

Dibahas Cak Imin dan Gibran, Akademisi Jelaskan Tantangan Program Dana Desa untuk Tingkatkan Ekonomi

Suasana para petani tengah bekerja di sawah Desa Winduaji, Paguyangan, Brebes. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Debat pemilihan presiden (pilpres) keempat yang menghadirkan para calon wakil presiden (cawapres) membahas terkait pembangunan desa. Cawapres nomor urut 01 Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan cawapres nomor urut 02 Gibran Rakabuming Raka membahas program penambahan dana desa yang masing-masing memiliki caranya tersendiri.


Cak Imin mengaku akan menyiapkan kenaikan anggaran dana desa menjadi Rp5 miliar. Dana tersebut digunakan tidak hanya untuk pembangunan infrastruktur saja tetapi juga diharapkan mampu mendongkrak kehidupan ekonomi yang tumbuh melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), kegiatan wirausaha, pertanian, peternakan, dan ekonomi kreatif.


Kurang lebih sama, Gibran juga akan meningkatkan anggaran dana desa untuk meningkatkan ekonomi di desa. Putra Presiden Joko Widodo ini mengaku akan meningkatkan dana desa sesuai dengan kekuatan fiskal di dalam negeri.


Menanggapi solusi yang ditawarkan para cawapres itu, Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,can Tantan Hermansyah menjelaskan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, program dana desa di Indonesia mengalami perkembangan dinamis seiring dengan peningkatan alokasi dana yang signifikan. Namun, Tantan mempertanyakan dampak pelaksanaan program ini terhadap pertumbuhan ekonomi desa. 


"Jika dibandingkan dengan keadaan desa sebelum 2014 ketika UU Desa (UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa) itu lahir tentu saja dengan adanya alokasi dana desa yang semakin lama semakin besar itu lebih baik jika pembandingnya adalah keadaan desa sebelum UU Desa," kata Tantan kepada NU Online, Selasa (1/23/2024).


Menurut Tantan, ada hal yang perlu diperhatikan yakni sebagian besar dana desa masih diarahkan kepada pembangunan infrastruktur sehingga meninggalkan aspek pengembangan kapasitas dan suprastruktur masyarakat desa.


"Masyarakat desa hanya menjadikan orang desa sebagai pekerja proyek-proyek pembangunan perdesaan. Mereka sedikit terlibat dari pembangunan desa, terlebih lagi model pengelolaan dana desa mengacu pembangunan," jelas Dosen Pengembangan Masyarakat Islam UIN Jakarta itu.


Tantan mengatakan bahwa pendekatan pembangunan desa yang cenderung mengikuti aturan dan logika proyek berskala besar dari pemerintahan pusat menyebabkan minimnya keterlibatan masyarakat desa. 


"Akibatnya kapasitas warga desa yang tidak memiliki kecakapan dan kecukupun mengelola potensi menjadi minimal, maka apakah dana desa bisa memberikan pengaruh? Jelas memberikan pengaruh. Namun belum signifikan sesuai dengan visi dan keinginan serta tujuannya," jelas Tantan.


Selain itu, Tantan menyebutkan bahwa konsep crowdfunding atau teknik pendanaan untuk unit usaha yang melibatkan masyarakat secara luas yang diusulkan dalam UU Desa menjadi sorotan menarik. Akan tetapi, efektivitasnya bergantung pada peningkatan kapasitas warga desa, termasuk kemampuan identifikasi peluang dan potensi lokal, kemandirian keputusan, serta kesadaran untuk membangun desa.


"Lagi-lagi crowdfunding bisa tumbuh jika kapasitas warga desanya meningkat, mereka (warga desa) memeiliki kecakapan identifikasi peluang dan potensi desanya. Mereka juga memiliki kemandirian keputusan dan mereka memikiki kesadaran untuk membangun desa," jelasnya.