Dari Karnaval Affandi Melukis Jalan Kaki
NU Online · Jumat, 14 November 2014 | 13:03 WIB
Jakarta, NU Online
Melukis adalah satu hal, sementara jalan kaki adalah hal lain. Banyak orang bisa melukis, tapi sukar dicari orang yang melakukannya sambil berjalan kaki. Mungkin cuma Ki Joko Wasis yang mau dan bisa melakukannya berbarengan.
<>
Menurut Ki Joko Wasis, asal-usul melukis dengan jalan kaki pada karnaval peresmian Jalan Affandi di salah satu jalan di kota Yogyakarta. Ia bersama kelompok musiknya bernama Para Tukang, mendaftarkan diri untuk turut serta.
“Itu grup musik tukang-tukang, ada tukang sablon, pokoknya tukang-tukang. Ada dokternya juga, tapi itu kan tukang juga, tukang suntik hahaha,” katanya saat ngobrol-ngobrol di kantor redaksi NU Online, gedung PBNU, Jakarta, Jumat (14/11).
Ikut karnaval itu, oleh panitia, Para Tukang dikasih uang 500 ribu. “Untuk sewa kostum aja, uang segitu tidak cukup, kita pakai pakaian seadanya saja.”
Ketika ngobrol-ngobrol bagaimana ekspresi Para Tukang itu saat karnaval, muncul ide melukis sambil jalan kaki untuk mengenang Affandi yang juga seorang pelukis. Kemudian uang itu sebagian digunakan untuk membeli peralatan lukis.
Pada saat karnaval, Para Tukang memainkan musik, bernyanyi, dan berjoget-joget, Ki Joko Wasis melukis. Karena sukar menggunakan koas, jari-jari telanjangnya yang langsung menyentuh kanvas. Sementara kanvasnya sendiri dipegang temannya secara bergantian. Waktu itu ia melukis “Seratus Wajah Affandi”. Melukis dengan cara seperti itu ia dianggap sedang mencari sensasi. Tapi ia tak menggubrisnya.
Dari pengalaman itu, setahun kemudian, ada ide “Napak Tilas Penyerangan Pasukan Sultan Agung ke Batavia.” Pada hari Kebangkitan Nasional tahun 2008, ia bersama 3 orang lainnya menyusuri jalan tentara Mataram ke Batavia.
Karena perjalanan jauh, tak mungkin ada yang mau memegang kanvas, maka disediakan gerobak beroda yang memungkinkan bisa ditempeli kanvas. Gerobak yang ditarik motor keluaran tahun 81 merk Honda tersebut, jadi rumah mereka sepanjang jalan. Di situ, jadi tempat istirahat sampai main kartu.
Selama perjalanan, 19 kali ban meletus, sekali setel platina di Banyumas, Jawa Tengah. Karena motor tua menyeret beban berat, sepanjang jalan menggunakan gigi satu. Selamat sampai Jakarta bagian timur 45 hari kemudian.
Sepanjang perjalanan ia membuahkan 70 lukisan. Melukis apa saja yang terlihat dan teringat.
“Macam-macam, melukis tukang sapu, melukis pasukan perempuan Sultan Agung. Lukisan peristiwa eksekuis 477 tentara yang dibantai temannya sendiri.
Lukisan tersebut kemudian habis karena dijual, dihadihkan, dititipkan, serta disimpan di rumah sendiri. “Yang saya pegang betul itu ada 25, tapi pecah lagi, diberikan kepada yang membatu perjalanan. Saya tidak tertib menyimpannya,” katanya.
Menurut dia, lukisan pertama saat keluar dari Yogya menuju Jakarta itu melukis ibu menyusui anaknya. Ia beri judul “Susu Perjuangan”. Sekarang disimpan di seorang paranormal. (Abdullah Alawi)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Larangan Pamer dan Bangga dengan Dosa-dosa
2
Khutbah Jumat: Membumikan Akhlak Nabi di Tengah Krisis Keteladanan
3
Khutbah Jumat: Sesuatu yang Berlebihan itu Tidak Baik, Termasuk Polusi Suara
4
Trump Turunkan Tarif Impor Jadi 19 Persen, Ini Syarat yang Harus Indonesia Penuhi
5
Khutbah Jumat: Meneguhkan Qanaah dan Syukur di Tengah Arus Hedonisme
6
Sejumlah SD Negeri Sepi Pendaftar, Ini Respons Mendikdasmen
Terkini
Lihat Semua