Jakarta, NU Online
Perbedaan sudah sunnatullah yang tidak bisa dielakkan lagi oleh masyarakat Indonesia. Pasalnya, hal tersebut sudah menjadi pola yang dibentuk oleh Allah swt.
"Ketika Kita ingin menciptakan perdamaian bukan berarti kita menyamakan perbedaan, tapi yang harus kita lakukan adalah mengelola perbedaan tersebut," kata Influencer Pesantren M Abdullah Syukri, saat menjadi pembicara pada Nusantara Millenial Summit di The Media Hotel and Towers, Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Sabtu (22/6).
Dunia yang penuh ketidakaturan, menurutnya, merupakan keteraturan sendiri. Ia mencontohkan banyaknya perilaku jahat seperti pencurian dan sebagainya itu menimbulkan adanya profesi polisi, hakim, dan sebagainya.
"Dunia diciptakan tidak teratur, tapi jadi keteraturan itu sendiri," kata pria yang menamatkan studi magisternya di Universitas Duisberg Essen, Jerman itu dalam kegiatan yang digelar oleh Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (PP IPPNU).
Karenanya, ia menyebut bahwa sampai kapanpun akan selalu ada konflik sejak penciptaan manusia sampai kelak nanti. Oleh karena itu, konflik harus dikelola. "Kita harus memahami konsep pengelolaan perbedaan," ujar Biro Beasiswa Luar Negeri Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII).
Di samping itu, Abdullah mengungkapkan bahwa harus persaudaraan jangan dimaknai sempit dengan hanya pada sesama umat Islam, terlebih sesama kader organisasi. Meskipun tidak bersaudara sesama Islam atau tidak satu naungan organisasi, penghormatan tetap harus dilakukan kepada orang yang berbeda mengingat mereka sebagai sesama warga dan manusia.
"Cukup kita menghormati dia sebagai ciptaan Tuhan, kita menghormati dia, kita menghargai dia karena itu memang ciptaan Tuhan. Justru karena kalau kita menolak perbedaan itu, kita sama saja tidak langsung itu menghina Tuhan itu sendiri," ungkap warga Pondok Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat itu.
Abdullah juga mengungkapkan bahwa ada hal yang tidak berkait paut dengan agama tetapi ditarik masuk ke dalamnya. Maka, jika melihat hal tersebut, anak muda harus tampil menyuarakan perbedaan untuk perdaiaman.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyampaikan bahwa banjir informasi di tengah lebih dari 70 persen penduduk Indonesia yang sudah terkoneksi internet kerap kali membuat mereka bingung mana berita yang benar.
Penguatan literasi digital, menurutnya, kunci menghadapi fenomena kabar bohong yang merebak akhir-akhir ini. "Literasi digital itu kunci untuk melawan hoaks," katanya.
Selain Abdullah, kegiatan tersebut juga menghadirkan Content Creator Zediens, Aktivis Sosial Rana Anis Baswedan, dan Presenter Tina Talisa. Kegiatan tersebut terselenggara atas kerjasama IPPNU dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). (Syakir NF/Muiz)