Nasional

BWI Manfaatkan berbagai Momentum untuk Majukan Sistem Perwakafan Indonesia

Kam, 18 Maret 2021 | 05:30 WIB

BWI Manfaatkan berbagai Momentum untuk Majukan Sistem Perwakafan Indonesia

Peluncuran Pusat Antar Universitas (PAU) Wakaf, di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Jawa Barat. (Foto: Istimewa)

Jakarta, NU Online
Badan Wakaf Indonesia (BWI) terus melakukan berbagai ikhtiar untuk memajukan sistem perwakafan Indonesia. Sebab tema besar dari perwakafan adalah meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan kualitas dakwah, dan menjaga martabat bangsa. 
 
Ketua BWI H Muhammad Nuh menyatakan bahwa dalam rangka memajukan sistem perwakafan Indonesia dan meningkatkan berbagai hal untuk menjaga martabat bangsa, perlu memanfaatkan banyak momentum yang kini sedang terjadi. 
 
“Ada banyak momentum yang harus kita manfaatkan dan harus kita kelola sekarang,” ungkap Nuh dalam Peluncuran Pusat Antar Universitas (PAU) Wakaf, di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Jawa Barat dan disiarkan langsung melalui kanal Youtube Badan Wakaf Indonesia, Kamis (18/3) pagi. 
 
Momentum pertama adalah bonus demografi sekaligus mobilitas vertikal umat Islam. Angka populasi usia produktif akan terus naik, mulai tahun ini hingga puncaknya pada 2036 mendatang. 
 
“Jadi, jumlah anak-anak usia kerja itu jumlahnya naik dan pada puncaknya nanti diperkirakan 70 persen. Kalau populasi umat ini kira-kira 87 persen maka anak muda pun jumlahnya akan kira-kira 87 persen Muslim,” imbuh Nuh.
 
Hal itu ditambah pula dengan anak-anak muda saat ini yang sedang mengalami mobilitas vertikal di bidang pendidikan. Saat ini hingga 2036 mendatang, akan ada banyak lulusan sarjana. Kondisi ini berbeda dengan beberapa tahun ke belakang yang jumlah sarjana sangat terbatas. 
 
“Saat ini umat sedang mengalami mobilitas vertikal dari sisi pendidikan. Sudah tidak sulit lagi mencari doktor, profesor, dan lulusan S1. Kita manfaatkan ini,” katanya.
 
Mobilitas vertikal itu juga merambah ke persoalan kesejahteraan. Menurut Nuh, saat ini kesejahteraan umat Islam mulai meningkat. Ini dibuktikan lantaran menjamurnya sekolah-sekolah berbasis Islam yang bayarannya mahal tetapi tumbuh secara baik dan diminati banyak orang. 
 
“Artinya, kelompok menengah akan semakin besar. Ini potensi untuk menjadi wakif. Karena pendidikan juga baik maka itu adalah potensi untuk menjadi bagian dari penebar kebajikan itu,” ungkap pria yang juga Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini. 
 
Momentum yang kedua adalah terjadinya bonus digital, terutama di bidang perwakafan nasional. Semua orang dipaksa atau bahkan dengan kesadarannya sendiri harus melakukan transformasi digital agar tidak tertinggal oleh perkembangan dan perubahan zaman.
 
“BWI pun sekarang sedang melakukan transformasi digital itu. Nah momentum yang ketiga itu adalah keberagamaan atau tingkat religiusitas atau kesadaran beragama juga semakin naik dan baik,” tutur Nuh. 
 
“Keempat adalah kedermawanan. Jadi kalau ada orang Indonesia pelit, itu diragukan keindonesiaannya. Termasuk juga kalau ada orang Muslim pelit, maka diragukan kemusliman dan keindonesiaannya. Karena orang Muslim yang baik itu adalah orang yang suka bersedekah,” tambahnya.
 
Dengan demikian, lanjut Nuh, BWI ingin menunjukkan bahwa ada produk perwakafan yang kelak menjadi juru terbaik bagi dunia perwakafan nasional. Untuk mendukung hal tersebut, dibuat pula berbagai sumberdaya yang tersebar di berbagai universitas sebagai pusat kajian perwakafan. 
 
“Itu nanti kita konsolidasikan. Dari situ pulalah yang menjadi alasan kita membuat jembatan yang menghubungkan seluruh kekuatan di berbagai daerah menjadi PAU di dunia perwakafan itu. Ini adalah bagian dari ikhtiar memajukan perwakafan di Indonesia,” katanya. 
 
Lebih lanjut Nuh menyampaikan sebuah untaian hikmah yang sangat masyhur. Kalimat mutiara ini menggambarkan bahwa kebersamaan akan menjadikan kedahsyatan jika tanpa ada yang berbuat khianat dalam kebersamaan itu. 
 
“Ada kata-kata hikmah yang bagus. Kalau ada dua orang berserikat untuk kebaikan maka pertolongan Allah yang ketiga. Kalau ada tiga orang yang berserikat untuk kebaikan maka pertolongan Allah yang keempat. Demikian dan seterusnya. Sepanjang tidak ada yang khianat di antara mereka,” jelas Nuh.
 
Itulah yang mengilhami BWI membuat PAU sebagai jembatan untuk berbagai sumberdaya di perguruan tinggi, terutama mengenai pengetahuan dan pengalaman. Tujuannya untuk memajukan sistem perwakafan di Indonesia. 
 
Sebagai informasi, pada kesempatan itu hadir pula Wakil Rektor UPI Bunyamin Maftuh. Peluncuran PAU tersebut dilanjut dengan acara webinar bertajuk ‘Menguatkan Peran Perguruan Tinggi dalam Pembangunan Nasional di Bidang Wakaf’.
 
Hadir sebagai narasumber pada webinar itu adalah Anggota BWI Irfan Syauqi Beik, Dosen UPI Aas Nurasiyah, Wakil Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Dadang Muljawan, dan Dosen Politeknik Negeri Padang Hidayatul Ihsan. 
 
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Syamsul Arifin