Nasional

Bolehkah Orang Tua Mendidik Anak dengan Paksaan? Simak Penjelasannya

Ahad, 18 September 2022 | 19:30 WIB

Bolehkah Orang Tua Mendidik Anak dengan Paksaan? Simak Penjelasannya

Pengasuh Pesantren Khaira Ummah Malang, Nuvisa Rizqid Diiny el-Ulya. (Foto: YouTube TV9 Official)

Jakarta, NU Online
Setiap orang tua menginginkan anaknya berbuat baik sesuai perintah agama. Namun, apakah mendidik dengan cara memaksa anak itu diperbolehkan? Pengasuh Pesantren Khaira Ummah Malang, Nuvisa Rizqid Diiny el-Ulya mengungkapkan bahwa segala sesuatu harus diawali dengan paksaan.


“Kita sekarang bisa tergugah hati untuk shalat pasti berawal dari paksaan. Ketika tidak diawali dengan paksaan maka besarnya mau menjadi apa? Paksaan adalah suatu pengenalan tentang sebuah kewajiban, sehingga perlu memberikan pemahaman kepada anak, termasuk contoh yang dapat dilihat,” tuturnya dalam tayangan YouTube TV9 Official pada Ahad (18/9/2022).


Ning Nuvis, sapaan akrabnya, membagikan pengalaman mendidik anak untuk berpuasa. Ketika anak berumur 3 tahun tidak harus sahur pada jam setengah 4 subuh selayaknya orang dewasa. Namun, mereka bisa sahur pada saat bangun tidur, boleh jadi jam 6 atau jam 7 pagi.


“Setelah bangun, kita ajak makan dan memberikan pengertian bahwa ini adalah sahur dan baru boleh makan lagi saat berbuka. Untuk memenuhi kebutuhan gizi anak, saya biasanya memberikan susu dan vitamin,” tuturnya.


Ning Nuvis menuturkan, suatu hal yang wajib dikerjakan seperti shalat dan puasa tidak perlu diberikan reward atau hadiah, kecuali hal-hal yang sunnah. Misalkan tiba-tiba anak ingin ikut puasa tarwiyah maka bisa diberikan reward untuk mengapresiasi.


“Mengajari anak puasa di usia 3 tahun itu menjadikan anak memiliki kontrol untuk dirinya sendiri sehingga ketika anak memasuki SD tidak terlalu merasakan beratnya puasa. Sebenarnya pendidikan Islam tidak hanya perlu disadari orang tua saja. Tetapi juga para pendidik atau guru bahwa pendidikan Islam harus ditanamkan sedini mungkin,” ujarnya.


Menurut Ning Nuvis, ketika anak trantrum saat berpuasa maka dapat diberikan solusi sesuai dengan love language (bahasa cinta) setiap masing-masing anak. Terkadang ada anak yang nyaman dengan dipeluk, diajak bicara, dan lain sebagainya.


“Jangan sampai anak dibolehkan makan saat tantrum karena itu akan dijadikan senjata bagi dia saat ingin makan pasti menangis atau marah-marah. Jadi, tantrumnya anak harus dihadapi oleh orang tua sekuat-kuatnya tapi tidak dengan kekerasan,” jelasnya.


Untuk menguatkan hal itu, lanjut Ning Nuvis, perlu ada kekompakan dengan suami agar seorang ibu dapat mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islami sejak dini. Hal ini untuk meminimalisir intervensi dari pihak luar, karena setiap orang tua memiliki pola asuh yang berbeda-beda.


Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori