Nasional

Berebut Gus Dur

NU Online  ·  Senin, 23 Desember 2013 | 12:00 WIB

Siapa yang tak kenal Gus Dur? Tentunya Gus Dur pasca dipilih menjadi presiden Republik Indonesia. Sebagaimana saya sebelum nyantri ke Lirboyo, saya tak pernah kenal Gus Dur, kecuali beberapa kali mendengar nama beliau melalui paman saya. Paman saya itu termasuk “fans” berat Gus Dur itu kerap kali membincangnya.
<>
Saat menapaki sekolah di jenjang SMA, saya juga memiliki seorang kawan yang merupakan penggemar berat Gus Dur. Bahkan dia kerap kali berdebat dengan guru-guru di sekolah yang kadang kala menyindir Gus Dur yang katanya kontroversial itu.

Singkatnya, saya kenal lebih jauh dengan sosok Gus Dur ketika menginjakkan kaki ke Jakarta dan sempat singgah untuk “tabarrukan” kepada beliau di pondok pesantren Ciganjur pada bulan Ramadan tahun 2009, beberapa bulan sebelum beliau “mangkat” ke rahmatullah.

Berebut Gus Dur

Gus Dur ibarat “teks” yang diperebut-tafsirkan oleh banyak akademisi. Mereka saling berebut untuk menelaah pemikiran-pemikirannya sekaligus “meringkusnya” ke dalam sebuah label tertentu. Gus Dur sufi, Gus Dur Humanis, bahkan SBY pun tak ketinggalan memberi label Gus Dur sebagai bapak pluralis adalah sederet contoh terbaik dalam membuktikan betapa pemikiran, tindakan, dan ucapan-ucapan Gus Dur ditafsirkan oleh sejumlah orang.

Di sisi lain masyarakat awam tidak mau ketinggalan, mereka juga berebut Gus Dur dan menjadikannya sebagai figur yang harus diziarahin layaknya ziarah ke para wali.

Di lain pihak, para kritikus-kritikusnya pun tidak tinggal diam. Mereka –hingga kini—masih sibuk menghakim-hukumi Gus Dur sebagai bapak liberal, sesat, dll. Sebagaimana yang lain, penulis yang kebetulan pernah belajar tentang hadis –meski belum begitu paham tentang hadis-- juga tak ingin ketinggalan untuk membaca dan sedikit mengulas pemikiran Gus Dur dalam kajian hadis.

Gus Dur dan Kajian Hadis Orientalis

Dalam tulisan ini penulis ingin mengangkat sebuah tema yang menurut hemat penulis tidak banyak –untuk tidak mengatakan belum pernah- ditemukan tentang jasa Gus Dur dalam membumikan wacana kritik hadisnya Prof. Dr. MM. Azami.

Prof. Dr. Azami, ulama kelahiran kota Mano, Azamgarh Uttar Pradesh, India Utara, pada tahun 1932. Ia menulis disertasi berjudul “Studies in Early Hadith Literature with a Critical Edition of Some Early Texts” atau dalam versi Arabnya bertitel “Dirasat fi al-Hadis al-Nabawi wa Tarikh Tadwinih”.

Melalui buku ini, Gus Dur memperkenalkan pemikian dan sumbangsih Azami ke Indonesia. Dalam hal ini Gus Dur sempat menulis artikel panjang berjudul, “Sumbangan MM Azami Terhadap Penyelidikan Hadis”

Dalam tulisan itu, Gus Dur mengemukakan gagasan-gagasan Azami terkait dengan orisinalitas hadis-hadis Nabi yang sebelumnya diragukan bahkan diyakini palsu oleh sejumlah orientalis semisal Goldziher, Joseph Schacht dan lainnya.

Gus Dur mengapresiasi usaha yang telah dilakukan oleh Azami dalam hal pembuktian-pembuktian filologis terkait kebermulaan hadis, otentisitas hadis, dan lain sebagainya. Gus Dur juga mengamini tesis Azami tentang kesalahan para sarjana Barat dalam memahami makna tadwin hadis (kodifikasi hadis) yang dipahami oleh para orientalis sebagai penulisan hadis.

Kendati demikian, Gus Dur juga memberikan catatan atas kerja intelektual yang telah dilakukan oleh Azami ini. Gus Dur menyatakan;

Studi yang telah dilakukan oleh Azami sebenarnya masih bersifat terbatas. Masih banyak hal-hal yang belum disinggungnya, sehingga ia sendiri masih menggunakan rekaan-rekaan para orientalisten dalam hal-hal tersebut, dengan tidak melakukan testing sama sekali atasnya.

Adalah kewajiban ilmiyah kita semua untuk membantunya menyiangi pendapat-pendapat yang belum terbukti kebenarannya dalam lapangan penyelidikan masing-masing. (Abdurrahman Wahid, Sumbangan MM Azami Terhadap Penyelidikan Hadis, 1987)

Dari makalah panjang Gus Dur itu, saya benar-benar semakin yakin bahwa Gus Dur adalah seorang sarjana yang multidisipliner. Beliau menguasai hampir berbagai disiplin keilmuan. Dalam hal Azami ini, saya teringat dengan guru saya (murid beliau di Tebu Ireng) bahwa di tahun 80-an Gus Dur sudah membawa gagasan-gagasan Hadisnya Azami yang pada waktu itu saya sebagai mahasiswa tidak mengerti apa yang Gus Dur sampaikan. Kemudian beberapa tahun kemudian barulah saya mengerti apa yang dimaksudkan olehnya.

Gus Dur, engkau adalah kereta super cepat yang bergerak secepat kilat, sementara saya masih menikmati kereta ekonomi. Al-Fatihah!! Wallahu A’lam. (Muhammad Idris Masudi)


Ciganjur, jelang senja 12-19-2013


Dalam rangka peringatan Haul KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), NU Online akan memuat tulisan anak-anak muda tentangnya. Setiap hari akan dimuat satu tulisan. Jika ingin turut berpartisipasi, sila kirim tulisan Anda ke [email protected].