Beda, Larangan Ma Lima Walisongo dengan Sekarang
NU Online · Selasa, 12 Maret 2013 | 04:13 WIB
Jakarta, NU Online
Ada perbedaan pelarangan ma lima versi Walisongo dengan ma lima zaman sekarang. Larangan Walisongo mengacu kepada ritual yang dilakukan agama Budha Shiwa dengan salah satu mazhabnya, Bairawa Tantra.
<>
Menurut Sejarawan dan budayawan Agus Sunyoto, ritual mazhab itu adalah mamsa (daging), matsa (ikan), madya (arak) maiathuna (seks) mudras (semadhi) yang diamalkan dalam lingkaran jamaah di ksetra (kuburan).
Sementara ma lima versi sekarang mengacu kepada lima hal yang tak boleh dilakukan, yaitu madat, madon, main, minum, dan maling. Tetap sama-sama yang dilarang. Tapi acuan pelarangan Walisongo itu mengacu kepada ritual mazhab Bairawa Tantra tersebut.
“Oleh karena itu, wal-wali dulu mengatakan 'ojo mo limo!' (jangan melakukan lima hal, red.) karena itu upacara Pancamakara lingkaran, upacara Pancamatara Bairawa Tantra,” katanya di kantor redaksi NU Online, gedung PBNU, Jakarta, Sabtu, (9/3).
Tapi, larangan Walisongo tidak menebar kebencian kepada kelompok yang melakukan, melainkan membuat budaya sendiri. Misalnya Sunan Bonang membuat tandingan dengan membentuk lingkaran jamaah yang disebut kenduri.
Lebih jauh, penulis Suluk Abdul Jalil (7 Jilid) dan Atlas Walisongo tersebut menagatakan, waktu itu, umat Islam tandanya sederhan saja; sudah khitan dan melakukan selamatan sudah dianggap sebagai Muslim.
Penulis: Abdullah Alawi
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menguatkan Sisi Kemanusiaan di Bulan Muharram
2
Khutbah Jumat: Mengais Keutamaan Ibadah di Sisa bulan Muharram
3
Khutbah Jumat: Muharram, Bulan Hijrah Menuju Kepedulian Sosial
4
Khutbah Jumat: Muharram, Momentum Memperkuat Persaudaraan Sesama Muslim
5
Khutbah Jumat: Jangan Apatis! Tanggung Jawab Sosial Adalah Ibadah
6
Inalillahi, Tokoh NU, Pengasuh Pesantren Bumi Cendekia KH Imam Aziz Wafat
Terkini
Lihat Semua