Nasional

Asal Kata Sembahyang dan Ngaji

Sab, 1 Oktober 2016 | 17:01 WIB

Sidoarjo, NU Online
Ikatan Silaturahim Madrasah Diniyah (Islamadina) Sidoarjo bekerja sama dengan Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) menggelar “Ngaji Budaya” di halaman Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji, Buduran. Kegiatan tersebut dihadiri Ketua Lesbumi PBNU KH Agus Sunyoto dan Wakil Katib PBNU KH Abdul Ghofur Maimoen.

KH Agus Sunyoto pada kesempatan itu memaparkan tentang madrasah diniyah, pendidikan pesantren dan sejarah intelektual Islam Nusantara. Menurutnya, sejarah masuknya Islam ke Indonesia tidak luput dari perjuangan Wali Songo. Pada masa itu, mereka mengajarkan kepada masyarakat tentang beribadah. Pada saat itu istilah ibadah disebut sembahyang dari kata “sembah” dan “hyang”.

"Awal mulanya Wali Songo mengajarkan ibadah dan sebutannya bukan shalat, melainkan sembahyang. Modal awal yang dibawa oleh Wali Songo untuk mensyiarkan Islam yakni melalui budaya, ibadah melalui budaya," papar Kiai Agus Sunyoto, Sabtu (1/10).

Ia menambahkan ngaji itu berasal dari bahasa Jawa, dan disebut juga dengan budaya. Bahkan di Arab tidak ada istilah tersebut. Ngaji budaya kali ini, untuk kembali menguatkan budaya, yang dahulu merupakan modal awal dalam syiar ibadah di Indonesia.

Wakil Khatib PBNU KH Abdul Ghofur Maimoen menyampaikan tentang peranan pesantren dan madrasah diniyah di era kekinian antara tantangan dan harapan. Kiai Ghofur mengaku bahwa pendidikan di pesantren itu sangat penting. Pasalnya, banyak orang-orang hebat dan penting berasal dari pesantren.

"Banyak orang-orang penting di Indonesia justru berawal dari pesantren. Contohnya, KH Wachid Hasyim yang dari pesantern pernah menjadi Menteri Agama RI dan masih banyak Kiai lainnya," jelasnya. (Moh Kholidun/Abdullah Alawi)