Nasional

Anak Muda Didorong Miliki Visi dan Fokus pada Kompetensi

Sen, 10 Juni 2024 | 09:00 WIB

Anak Muda Didorong Miliki Visi dan Fokus pada Kompetensi

Ilustrasi pemuda sedang pegang gadget. (Foto: Freepik)

Jakarta, NU Online

Pendakwah milenial Habib Husein Ja’far Al Hadar menyampaikan pandangannya tentang pentingnya memiliki visi hidup dan kemampuan berpikir kritis bagi generasi muda. Hal ini disampaikannya dalam acara IBFest bertajuk Merayakan Moderasi Beragama di Laboratorium IsDB Fisipol Universitas Negeri Yogyakarta secara daring.


Menurutnya,tanpa visi yang jelas, anak muda cenderung kehilangan arah dan mudah terjebak dalam kebiasaan mengomentari isu-isu di masyarakat tanpa memiliki pemahaman yang mendalam atau kompetensi di bidang tersebut.


“Kalau tidak sesuai dengan kompetensi saya, maka saya tidak akan berkomentar. Misalnya dalam kasus fenomena Vina Cirebon, saya tidak ikut berkomentar karena itu bukan kompetensi saya; saya bukan orang hukum,” jelas Habib Ja’far pada Ahad (9/6/2024).


Penulis buku Tuhan Ada di Hatimu itu menjelaskan bahwa dalam filsafat, terdapat konsep teologis yang mengajak seseorang, terutama anak muda, untuk memiliki visi atau pandangan jauh ke depan.


“Anak muda sekarang suka kehilangan visinya atau bahkan tidak pernah mengungkap visinya sehingga sering mengomentari hidup orang lain. Dampaknya untuk mencapai tujuan hidup sesuai visi akan lama,” ujar Habib Ja’far.


Lebih lanjut, Habib Ja’far menceritakan bahwa sejak duduk di bangku sekolah dasar, orang tuanya telah membantu membentuk visinya untuk menjadi seorang intelektual. Visi tersebut, menurutnya, membantu dia tetap fokus dan tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang tidak relevan dengan tujuannya.


“Kalau kita sudah punya visi, maka kita akan meninggalkan jejak digital yang positif dan hidup kita tidak akan aneh-aneh. Ketika nanti menjadi tokoh, kehidupan masa lalu kita akan terungkap dengan baik,” tambahnya.


Selain visi hidup, Habib Husein juga menyoroti pentingnya memiliki pemikiran kritis, yang ia sebut sebagai bagian dari teori filsafat Frankfurt atau teori kritis. Teori ini mengajarkan untuk selalu kritis terhadap sesuatu yang sudah dianggap selesai oleh masyarakat, termasuk membongkar konsep-konsep yang dibangun oleh kolonialisme.


“Ini yang hilang dari anak muda sekarang, critical thinking. Pola pikir kritis yang ada sering ditelan begitu saja tanpa dipikirkan, apalagi dibagikan ke lainnya. Itulah yang sering kita tidak sadari di era media sosial. Pemikiran kritis yang hilang membuat kita gampang sekali terpicu,” jelasnya.


Habib Husein menekankan bahwa generasi milenial perlu mengembangkan kemampuan berpikir kritis agar tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang belum tentu benar dan untuk mampu menganalisis situasi dengan lebih baik.


“Dengan demikian, anak muda tidak hanya akan lebih bijak dalam berkomentar tetapi juga lebih bijaksana dalam mengambil keputusan dalam hidup,” tandasnya.