Akademisi Amerika Sebut Diplomasi Masyarakat Bawah Tak Kalah Penting
NU Online · Kamis, 8 Mei 2025 | 18:45 WIB

Akademisi Universitas Emory, Amerika Serikat, James Bourk Hoesterey (kiri) saat mengisi diskusi Humanitarian Islam and Soft Diplomacy in America yang digelar Institute for Humanitarian Islam (IFHI) di Menteng, Jakarta, Rabu (7/5/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)
Muhammad Syakir NF
Penulis
Jakarta, NU Online
Diplomasi yang melibatkan pemerintah dengan pemerintah memang penting dalam membangun hubungan baik antarnegara. Namun, peranan masyarakat bawah juga tak bisa dinafikan dalam mempererat hubungan diplomasi. Kedua jalur diplomasi itu sama-sama berperan penting.
Hal itu diungkapkan Akademisi Universitas Emory James B Hoesterey dalam diskusi bertema Humanitarian Islam and Soft Power Diplomacy in America yang digelar di Kantor Institute for Humanitarian Islam (IFHI), di Menteng, Jakarta, Rabu (7/5/2025).
Namun, ia menekankan bahwa kekuatan soft power diplomacy itu terletak pada upaya dalam menghubungkan masyarakat dari hati ke hati.
"The real soft power diplomacy itu dari hati ke hati masyarakat biasa," ujar pria yang akrab disapa Aa Jim itu.
Pasalnya, hal tersebut menyentuh sanubari lapisan masyarakat. Mereka mengenal secara personal orang-orang asing yang memiliki latar belakang berbeda.
James menyebut bahwa orang Indonesia di Amerika berperan dalam mendidik masyarakat sebangsanya, Amerika. Sebab, bangsa Indonesia di sana betul-betul menautkan hubungan dari hati ke hati.
Ia mencontohkan saat pendirian masjid di New York. Pengurus masjid mengundang tetangga yang notabene non-Muslim pada acara peresmiannya, seperti rabi Yahudi dan pendeta Kristen. Dari situlah, mereka mengenal Muslim dengan sesungguhnya.
Oleh karena itu, James menyampaikan bahwa kegiatan yang melibatkan kelompok beda agama akan lebih memiliki daya jika tidak sekadar dialog, tetapi justru lebih pada praktik yang lebih berpengaruh positif secara langsung.
Baca Juga
Toleransi dalam Masyarakat Indonesia
"Interfaith amal itu bisa powerful. Bersihkan kali, bangun rumah," kata Guru Besar Antropologi Agama di Universitas Emory itu.
Ia meyakini, jejaring akar rumput dalam membangun soft power diplomacy memiliki pengaruh yang cukup besar. Sebab di situ ada interaksi yang sesungguhnya dan melibatkan elemen masyarakat dengan dampak yang nyata terasa.
"Kalau dari bawah dengan interaksi nyata dari hati ke hati, kuncinya di situ," ujarnya.
Kedekatan hubungan dari hati ke hati itu juga membuat kepedulian masyarakat Kristen Amerika terhadap kawan-kawan Muslim yang sempat diterpa isu bakal dideportasi. Mereka membentangkan spanduk bertuliskan We Love Our Muslim Neighbours yang penuh tanda tangan mereka.
Dari situ, ia melihat bahwa adanya ketakutan orang Amerika terhadap Islam hanya soal belum mengenalnya. Karenanya, ia berharap ada sinergi diplomasi dari atas dan bawah untuk membangun diplomasi yang kuat.
"Ada sinergi diplomacy di atas dan sehari-hari dengan masyarakat orang biasa di bawah," katanya.
"Muslim Indonesia sangat berperan penting untuk mendidik orang Amerika, mengingat kembali kenapa menjadi demokrasi dan menjauh dari otoritarianisme Inggris," lanjutnya.
Dalam hal soft power diplomacy ini, James menyebut NU sudah berperan besar dalam membangun soft power diplomacy. Bahkan di Indonesia, NU tampil memimpin hal itu.
"PBNU sudah jadi leader di Indonesia dalam diplomasi publik. Berharap PBNU bisa diplomasi publik di dunia," katanya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menggali Hikmah Ibadah Haji dan Kurban
2
Khutbah Jumat: Menggapai Pahala Haji Meskipun Belum Berkesempatan ke Tanah Suci
3
Amalan Penting di Permulaan Bulan Dzulhijjah, Mulai Perbanyak Dzikir hingga Puasa
4
Keistimewaan Bulan Dzulhijjah dan Hari Spesial di Dalamnya
5
Khutbah Jumat: Persahabatan Sejati, Jalan Keselamatan Dunia dan Akhirat
6
Kelola NU Laksana Pemerintahan, PBNU Luncurkan Aplikasi Digdaya Kepengurusan
Terkini
Lihat Semua