3 Aspek Taaruf sebelum Menikah Menurut Nyai Rofiah
NU Online · Jumat, 11 Agustus 2023 | 18:30 WIB
Jakarta, NU Online
Istilah "taaruf" sering dipakai para muda mudi Muslim sebagai bagian dari tahapan awal sebelum pernikahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. taaruf merupakan konsep dengan makna mendalam yang telah mengakar dalam budaya dan nilai-nilai masyarakat Islam.
Istilah ini merujuk pada proses pengenalan dan saling mengenal antara calon pasangan dalam bingkai nilai-nilai agama dan budaya. Namun, apakah taaruf hanya relevan dalam situasi pranikah?
Meskipun sering kali dihubungkan dengan persiapan menuju pernikahan, taaruf juga mencakup esensi yang lebih luas tentang komunikasi, pemahaman, dan keterlibatan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip keagamaan dibutuhkan dalam rumah tangga.
Hal ini diutarakan Wakil Ketua Lembaga Kemaslahatan Keluarga Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LKK PBNU), Nyai Nur Rofiah. Menurutnya, cita-cita mencapai keluarga maslahat dimulai dengan memahami makna pernikahan.
“Taaruf, saling mengenal satu sama lain. Hanya saja, taarufnya jangan sebatas fisik, tapi taaruf sebagai makhluk yang berakal budi juga. Misalnya soal pemikiran. Apa sih yang dia rencanakan berkaitan dengan prioritas hidup? Keluarga, apa yang ingin diraih dengan berkeluarga? Lalu apa yang membuat dia bahagia, menderita, sedih, kecewa, apa yang disukai, itu taaruf. Jadi, taaruf fisik penting, tapi juga taaruf dengan pikiran dan perasaanya,” jabar Nyai Nur Rofiah kepada NU Online, Jumat (11/8/2023).
Menurutnya, upaya taaruf yang afdal (utama) harus menjangkau tiga aspek. Pertama, tidak dilakukan hanya pada saat menjelang pernikahan. Kedua, taaruf tidak hanya dengan pasangan, tetapi juga kepada diri sendiri. Ketiga, taaruf tentang persepsi dan perasaan.
“Taarufnya jangan hanya menjelang menikah. Penting sekali supaya memastikan dia siap untuk bareng-bareng menuju tujuan hidup melalui pernikahan. Jadi, ada tujuan antara nikah dan tujuan akhir hidup,” jabar Doktor lulusan Universitas Ankara Turki itu.
Selanjutnya, dalam konteks sebagai hamba Allah, dia menjelaskan taaruf dilakukan tidak hanya dengan calon pasangan, melainkan dengan diri sendiri terlebih dahulu seperti mengenali pemikiran dan cita-cita hidup serta perkawinannya. Terakhir, taaruf tidak dilakukan secara fisik, tapi juga pikiran dan perasaan.
“Setelah tahu yang dia inginkan, taaruf dengan calon pasangan. taarufnya dengan menegosiasikan itu tadi, barangkali dia punya prioritas hidup yang berbeda, mungkin ada keinginan yang berbeda. Itu yang berkaitan dengan rencana dan sebagainya,” papar Nyai Rofiah.
“Nanti pertimbangannya bukan soal harta, tapi cara pandangan terhadap harta. Bukan soal fisik, tapi cara pandang terhadap kesempurnaan fisik. Itu harus yang satu frekuensi. Paling tidak ya walaupun beda gelombang kalau masih sefrekuensi akan memudahkan dia untuk menjalani mahligai perkawinan,” tutup dia.
Artikel ini merupakan hasil kerja sama antara NU Online dan Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kemenag RI
Terpopuler
1
Hukum Vasektomi dalam Islam: Haram atau Boleh dalam Kondisi Tertentu? Ini Penjelasan Ulama dan Fatwa NU
2
Senyum Jamaah Haji Embarkasi Lombok Tiba di Makkah
3
Konflik India-Pakistan Memanas: Perang Dua Negeri Saling Balas di Tapal Batas
4
Pisa SC Promosi ke Serie A, Klub Sepak Bola yang Konsisten Dukung Palestina
5
Indonesia Terlibat Uji Klinis Vaksin TBC M72, PDNU: Langkah Positif Atasi Gejala yang Berat
6
Ikhtiar Nenek Munira Menuju Ka'bah Bermodalkan Dua Petak Sawah
Terkini
Lihat Semua