Bahtsul Masail

Hukum Pernikahan yang Dihasilkan dari Perselingkuhan

NU Online  Ā·  Rabu, 10 September 2014 | 22:01 WIB

Assalamu’alaikum wr. wb. Pak ustad, teman saya seorang duda beranak satu. Dalam perjalannya ia berkenalan dengan seorang perempuan yang sudah bersuami. Kemudian berkenalan, saling curhat, memberi perhatian, dan lama-lama keduanya ada kecocokan.<>

Namun yang menjadi persoalannya adalah si perempuan tersebut masih berstatus menjadi istri orang. Saya pernah mendengar hukumnya adalah haram dan termasuk dosa besar. Yang ingin saya tanyakan, jika di kemudian hari si perempuan bercerai dan menikah dengan teman saya, bagaimana status hukum pernikahan tersebut, dimana proses menuju ke pernikahan tersebut adalah dengan jalan yang diharamkan? Atas penjelasannya saya sampaikan terimakasih. Wassalamu’alaikum wr. wb (Samsul/Garut)

Jawaban
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Akhir-akhir ini baik di kota maupun di desa perselingkuhan semakin marak. Baik itu yang memulainya kalangan laki-laki maupun perempuan. Perselingkuhan juga inilah yang menjadi salah satu pemicu tingginya angka perceraian.
Ā 
Dalam pandangan Islam, upaya-upaya apapun yang merusak keutuhan rumah tangga orang lain adalah haram. Bahkan tindakan merusak hubungan rumah tangga orang lain termasuk dalam kategori dosa besar. Salah satu argumentasinya adalah meminang (khitbah) seorang perempuan yang sudah dipinang laki-laki lain saja dilarang, apalagi mendekati dan merusak hubungan seorang wanita dengan suaminya. Dalam sebuah hadits dikatakan:

ŁˆŁŽŁ…ŁŽŁ†Ł’ Ų£ŁŽŁŁ’Ų³ŁŽŲÆŁŽ Ų§Ł…Ł’Ų±ŁŽŲ£ŁŽŲ©Ł‹ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų²ŁŽŁˆŁ’Ų¬ŁŁ‡ŁŽŲ§ ŁŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ų³ŁŽ Ł…ŁŁ†Ł‘ŁŽŲ§ -Ų±ŁˆŲ§Ł‡ Ų§Ł„Ł†Ų³Ų§Ų¦ŁŠ

ā€œDan barang siapa yang merusak hubungan seorang istri dengan suaminya maka ia bukan termasuk dari golongan kamiā€. (H.R. an-Nasai).

Dari penjelasan singkat ini maka dapat dipahami bahwa hubungan seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang statusnya masih bersuami adalah hubungan terlarang. Dan lelaki tersebut dianggap sebagai perusak. Jika pada akhirnya keduanya bercerai, kemudian si perempuan menikah dengan laki-laki selingkuhannya, apakah hubungan terlarang tersebut berdampak bagi status hukum pernikahan mereka.

Pendapat yang sangat keras disampaikan oleh Madzhab Maliki. Jika ada seseorang laki merusak hubungan seorang istri dengan suaminya, kemudian suaminya menceraikan perempuan tersebut, lantas laki-laki yang merusak hubungan itu, setelah selesai masa iddah, menikahinya maka pernikahannya harus dibatalkan, walaupun setelah terjadi akad nikah. Sebab terdapat kerusakan dalam akad.

ŁˆŁŽŁ‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ Ų§Ł„Ų“Ł‘ŁŽŁŠŁ’Ų®Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŁŠŁ‘ŁŒ Ų§Ł„Ł’Ų£ŁŽŲ¬Ł’Ł‡ŁŁˆŲ±ŁŁŠŁ‘Ł Ų±ŁŽŲ­ŁŁ…ŁŽŁ‡Ł Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł ŲŖŁŽŲ¹ŁŽŲ§Ł„ŁŽŁ‰ Ł…ŁŽŲ§ Ł†ŁŽŲµŁ‘ŁŁ‡Ł Ų°ŁŽŁƒŁŽŲ±ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ų£ŁŽŲØŁŁŠŁ‘Ł Ł…ŁŽŲ³Ł’Ų£ŁŽŁ„ŁŽŲ©Ł‹ Ł…ŁŽŁ†Ł’ Ų£ŁŽŁŁ’Ų³ŁŽŲÆŁŽ Ų§Ł…Ł’Ų±ŁŽŲ£ŁŽŲ©Ł‹ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų²ŁŽŁˆŁ’Ų¬ŁŁ‡ŁŽŲ§ Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽŁ‡Ł ŁŠŁŁŁ’Ų³ŁŽŲ®Ł , ŁˆŁŽŁ„ŁŽŁˆŁ’ ŲØŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁŽ Ų§Ł„Ł’ŲØŁŁ†ŁŽŲ§Ų”Ł , ŁŁŽŲ„ŁŁ†Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ł†ŁŁ‚ŁŁ„ŁŽ Ų¹ŁŽŁ†Ł’ ابْنِ Ų¹ŁŽŲ±ŁŽŁŁŽŲ©ŁŽ Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ł…ŁŽŁ†Ł’ Ų³ŁŽŲ¹ŁŽŁ‰ فِي ŁŁŲ±ŁŽŲ§Ł‚Ł Ų§Ł…Ł’Ų±ŁŽŲ£ŁŽŲ©Ł Ł„ŁŁŠŁŽŲŖŁŽŲ²ŁŽŁˆŁ‘ŁŽŲ¬ŁŽŁ‡ŁŽŲ§ ŁŁŽŁ„ŁŽŲ§ ŁŠŁŁ…Ł’ŁƒŁŁ†Ł مِنْ ŲŖŁŽŲ²Ł’ŁˆŁŁŠŲ¬ŁŁ‡ŁŽŲ§ ŁˆŁŽŲ§Ų³Ł’ŲŖŁŽŲøŁ’Ł‡ŁŽŲ±ŁŽ Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽŁ‡Ł ؄نْ ŲŖŁŽŲ²ŁŽŁˆŁ‘ŁŽŲ¬ŁŽ ŲØŁŁ‡ŁŽŲ§ ŁŠŁŁŁ’Ų³ŁŽŲ®Ł Ł‚ŁŽŲØŁ’Ł„ŁŽ Ų§Ł„Ł’ŲØŁŁ†ŁŽŲ§Ų”Ł ŁˆŁŽŲØŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁŽŁ‡Ł Ł„ŁŁ…ŁŽŲ§ ŁŠŁŽŁ„Ł’Ų²ŁŽŁ…Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų°ŁŽŁ„ŁŁƒŁŽ مِنْ Ų§Ł„Ł’ŁŁŽŲ³ŁŽŲ§ŲÆŁ


ā€œSyaikh Ali al-Ajhuri ra berkata—bunyinya adalah—bahwa al-Abiyyu menjelaskan masalah orang yang merusak hubungan seorang istri dengan suaminya, bahwa pernikahan keduanya (lelaki yang merusak dan wanita yang dirusak) itu harus dibatalkan walau setelah akad nikah. Pandangan ini sebenarnya dinukil dari Ibnu Arafah yang menyatakan, bahwa barang siapa yang berusaha memisahkan seorang perempuan dari suaminya agar ia bisa menikahi perempuan tersebut, maka tidak mungkin baginya (tidak diperbolehkan, pent) untuk menikahinya. Dan hal ini menjadi jelas bahwa jika lelaki menikahihnya maka pernikahannya harus dibatalkan baik sebelum atau sesudah akad karena hal itu menyebakan kerusakan dalam (akad, pent)ā€ (Muhammad bin Ahmad bin Muhammad ā€˜Alisy, Fath al-ā€˜Ali al-Malik fi al-Fatwa ā€˜ala Madzhab al-Imam Malik, Bairut-Dar al-Ma’rifah, tt, juz, 1, h. 397)Ā Ā  Ā 

Jika kita cermati pandangan Madzhab Maliki di atas, maka konsekwensinya adalah pihak perempuan yang telah diceraikan suaminya haram dinikahi oleh si lelaki yang menyebabkan perceraian tersebut selama-lamanya.

Namun ada juga pandangan lain dari Madzhab Maliki yang menyatakan bahwa yang demikian itu tidak selamanya haram dinikahi. Dan hal ini dianggap tidak bertentangan dengan pandangan di atas yang menyatakan harus dibatalkan baik sebelum akad maupun setelahnya.

Ł…ŁŽŁ†Ł’ Ų£ŁŽŁŁ’Ų³ŁŽŲÆŁŽ Ų§Ł…Ł’Ų±ŁŽŲ£ŁŽŲ©Ł‹ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų²ŁŽŁˆŁ’Ų¬ŁŁ‡ŁŽŲ§ ŁŁŽŲ·ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ‚ŁŽŁ‡ŁŽŲ§ Ų²ŁŽŁˆŁ’Ų¬ŁŁ‡ŁŽŲ§ Ų«ŁŁ…Ł‘ŁŽ ŲŖŁŽŲ²ŁŽŁˆŁ‘ŁŽŲ¬ŁŽŁ‡ŁŽŲ§ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŁŁ’Ų³ŁŲÆŁ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŲ°Ł’ŁƒŁŁˆŲ±Ł ŲØŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁŽ Ų§Ł†Ł’Ł‚ŁŲ¶ŁŽŲ§Ų”Ł Ų¹ŁŲÆŁ‘ŁŽŲŖŁŁ‡ŁŽŲ§ ŁŁŽŁ„ŁŽŲ§ ŁŠŁŽŲŖŁŽŲ£ŁŽŲØŁ‘ŁŽŲÆŁ ŲŖŁŽŲ­Ł’Ų±ŁŁŠŁ…ŁŁ‡ŁŽŲ§ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ°ŁŽŁ„ŁŁƒŁŽ Ł„ŁŽŲ§ ŁŠŁŁ†ŁŽŲ§ŁŁŁŠ Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ł†ŁŁƒŁŽŲ§Ų­ŁŽŁ‡Ł ŁŠŁŁŁ’Ų³ŁŽŲ®Ł Ł‚ŁŽŲØŁ’Ł„ŁŽ Ų§Ł„Ł’ŲØŁŁ†ŁŽŲ§Ų”Ł ŁˆŁŽŲØŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁŽŁ‡Ł

ā€œBarang siapa merusak hubungan seorang istri dengan suaminya kemudian si suami menceraikannya, lalu si lelaki perusak tersebut menikahinya setelah selesai masa iddah maka keharaman perempuan tersebut atas si lelaki perusak tidak menjadi selamanya. Dan hal itu tidak bertentangan dengan pandangan yang menyatakan bahwa pernikahannya harus dibatalkan sebelum akad atau sesudahnya.ā€ (ā€˜Ali al-ā€˜Adwi, Hasyiyah al-ā€˜Allamah asy-Syaikh ā€˜Ali al-ā€˜Adwi pada Hamisy Abi ā€˜Abdillah Muhammad al-Kharsyi, Syarh al-Kharsyi ā€˜ala Mukhtashar Khalil, Bulaq-al-Mathba’ah al-Amiriyah, 1317 H, juz, 3, h. 170-171)

Sedang menurut Madzhab Hanafi dan Syafii perusakan terhadap hubungan istri dengan suaminya tidak mengharamkan pihak yang merusak untuk menikahinya. Tetapi pihak yang merusak itu termasuk orang yang paling fasik, tindakannya merupakan maksiat yang paling mungkar dan dosa yang paling keji di sisi Allah swt.

Ų§ŁŽŁ„Ł’Ų­ŁŽŁ†ŁŽŁŁŁŠŁ‘ŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ų“Ł‘ŁŽŲ§ŁŁŲ¹ŁŁŠŁ‘ŁŽŲ©Ł Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŁˆŲ§: Ų„ŁŁ†Ł‘ŁŽ Ų„ŁŁŁ’Ų³ŁŽŲ§ŲÆŁŽ Ų§Ł„Ų²Ł‘ŁŽŁˆŁ’Ų¬ŁŽŲ©Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų²ŁŽŁˆŁ’Ų¬ŁŁ‡ŁŽŲ§ Ł„ŁŽŲ§ ŁŠŁŲ­ŁŽŲ±Ł‘ŁŁ…ŁŁ‡ŁŽŲ§ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ł…ŁŽŁ†Ł’ Ų£ŁŽŁŁ’Ų³ŁŽŲÆŁŽŁ‡ŁŽŲ§ ŲØŁŽŁ„Ł’ ŁŠŁŽŲ­ŁŁ„Ł‘Ł Ł„ŁŽŁ‡Ł Ų²ŁŽŁˆŁŽŲ§Ų¬ŁŁ‡ŁŽŲ§ ŁˆŁŽŁ„ŁŽŁƒŁŁ†Ł’ Ł‡ŁŽŲ°ŁŽŲ§ Ų§Ł„Ł’Ų„ŁŁ†Ł’Ų³ŁŽŲ§Ł†Ł ŁŠŁŽŁƒŁŁˆŁ†Ł مِنْ Ų£ŁŽŁŁ’Ų³ŁŽŁ‚Ł Ų§Ł„Ł’ŁŁŲ³Ł‘ŁŽŲ§Ł‚Ł ŁˆŁŽŲ¹ŁŽŁ…ŁŽŁ„ŁŁ‡Ł ŁŠŁŽŁƒŁŁˆŁ†Ł مِنْ Ų£ŁŽŁ†Ł’ŁƒŁŽŲ±Ł Ų£ŁŽŁ†Ł’ŁˆŁŽŲ§Ų¹Ł Ų§Ł„Ł’Ų¹ŁŲµŁŽŁŠŁŽŲ§Ł†Ł ŁˆŁŽŲ£ŁŽŁŁ’Ų­ŁŽŲ“Ł Ų§Ł„Ų°Ł‘ŁŁ†ŁŁˆŲØŁ Ų¹ŁŁ†Ł’ŲÆŁŽ اللهِ Ų¹ŁŽŲ²Ł‘ŁŽ ŁˆŁŽŲ¬ŁŽŁ„Ł‘ŁŽ ŁŠŁŽŁˆŁ’Ł…ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ł‚ŁŁŠŁŽŲ§Ł…ŁŽŲ©Ł

ā€œPara ulama Madzhab Hanafi dan Syafii berpendapat bahwa perusakan hubungan seorang istri dengan suaminya tidaklah menyebabkan haram bagi pihak laki-laki yang merusakknya untuk menikahinya, bahkan menikahinya itu halal bagi bagi si lelaki perusak. Tetapi si perusak ini termasuk orang yang paling fasik, tindakannya termasuk salah satu kemaksiatan yang paling mungkar, dan dosa yang paling keji di sisi Allah swt kelak pada hari kiamat.

Terlepas dari perbedaan pandangan para ulama mengenai hukum pernikahan orang yang merusak rumah tangga orang lain, yang jelas tindakan tersebut adalah masuk kategori dosa besar, dan sudah seharusnya dihindari. Dengan pertimbangan saddudz-dzariah (menutup jalan keburukan), maka pandangan dari Madzhab Maliki yang menyatakan bahwa lelaki yang merusak hubungan seorang istri dengan suaminya diharamkan untuk menikahinya selamanya, hemat kami perlu dijadikan pertimbangan.

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bermanfaat, jangan sekali-kali mengganggu kehidupan rumah tangga orang lain karena itu masuk kategori dosa besar di sisi Allah swt dan menimbulkan dampak buruk bagi kehidupan bermasyarakat. (Mahbub Ma’afi Ramdlan)Ā Ā  Ā