Khutbah

Khutbah Jumat: Menjadi Pengajak yang Bijak

NU Online  Ā·  Rabu, 31 Mei 2017 | 20:00 WIB

Khutbah I

Ā 

Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŽŁ…Ł’ŲÆŁ Ł„ŁŁ„Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ų§Ł„Ł‘ŁŽŲ°ŁŁŠ Ų§Ł…Ł’ŲŖŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł’Ų¹ŁŲØŁŽŲ§ŲÆŁ ŲØŁŲ£ŁŽŁ†Ł’ ŁŠŁŽŲ¬Ł’Ų¹ŁŽŁ„ŁŽ فِي ŁƒŁŁ„Ł‘Ł Ų²ŁŽŁ…ŁŽŲ§Ł†Ł ŁŁŽŲŖŁ’Ų±ŁŽŲ©Ł Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł„Ų±Ł‘ŁŲ³ŁŁ„Ł ŲØŁŽŁ‚ŁŽŲ§ŁŠŁŽŲ§ مِنْ Ų£ŁŽŁ‡Ł’Ł„Ł Ų§Ł„Ł’Ų¹ŁŁ„Ł’Ł…ŁŲŒ ŁŠŁŽŲÆŁ’Ų¹ŁŁˆŁ†ŁŽ Ł…ŁŽŁ†Ł’ Ų¶ŁŽŁ„Ł‘ŁŽ Ų„ŁŁ„ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł’Ł‡ŁŲÆŁŽŁ‰ŲŒĀ  ŁˆŁŽŁŠŁŽŲµŁ’ŲØŁŲ±ŁŁˆŁ†ŁŽ Ł…ŁŁ†Ł’Ł‡ŁŁ…Ł’ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ų£ŁŽŲ°ŁŽŁ‰ŲŒ ŁˆŁŽŁŠŁŲ­Ł’ŁŠŁŁˆŁ†ŁŽ ŲØŁŁƒŁŲŖŁŽŲ§ŲØŁ Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ų£ŁŽŁ‡Ł’Ł„ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ų¹ŁŽŁ…ŁŽŁ‰ŲŒ Ų£ŁŽŲ“Ł’Ł‡ŁŽŲÆŁ Ų£ŁŽŁ†Ł’ Ł„Ų§ŁŽ Ų„ŁŁ„ŁŽŁ‡ŁŽ Ų„ŁŁ„Ų§Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ­Ł’ŲÆŁŽŁ‡Ł Ł„ŁŽŲ§Ų“ŁŽŲ±ŁŁŠŁ’ŁƒŁŽ Ł„ŁŽŁ‡ŁŲŒ Ų“ŁŽŁ‡ŁŽŲ§ŲÆŁŽŲ©ŁŽ Ł…ŁŽŁ†Ł’ Ł‡ŁŁˆŁŽ Ų®ŁŽŁŠŁ’Ų±ŁŒ Ł…Ł‘ŁŽŁ‚ŁŽŲ§Ł…Ł‹Ų§ ŁˆŁŽŲ£ŁŽŲ­Ł’Ų³ŁŽŁ†Ł Ł†ŁŽŲÆŁŁŠŁ‘Ł‹Ų§. ŁˆŁŽŲ£ŁŽŲ“Ł’Ł‡ŁŽŲÆŁ Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ų³ŁŽŁŠŁŁ‘ŲÆŁŽŁ†ŁŽŲ§ Ų­ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲÆŁ‹Ų§ Ų¹ŁŽŲØŁ’ŲÆŁŁ‡Ł ŁˆŁŽŲ±ŁŽŲ³ŁŁˆŁ’Ł„ŁŁ‡Ł Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŲŖŁ‘ŁŽŲµŁŁŁ ŲØŁŲ§Ł„Ł’Ł…ŁŽŁƒŁŽŲ§Ų±ŁŁ…Ł ŁƒŁŲØŁŽŲ§Ų±Ł‹Ų§ ŁˆŁŽŲµŁŽŲØŁŁŠŁ‘Ł‹Ų§. Ų§ŁŽŁ„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡ŁŁ…Ł‘ŁŽ ŲµŁŽŁ„ŁŁ‘ ŁˆŁŽŲ³ŁŽŁ„ŁŁ‘Ł…Ł’ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų³ŁŽŁŠŁŁ‘ŲÆŁŁ†ŁŽŲ§ Ł…ŁŲ­ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲÆŁ ŁƒŁŽŲ§Ł†ŁŽ ŲµŁŽŲ§ŲÆŁŁ‚ŁŽ Ų§Ł„Ł’ŁˆŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁ ŁˆŁŽŁƒŁŽŲ§Ł†ŁŽ Ų±ŁŽŲ³ŁŁˆŁ’Ł„Ų§Ł‹ Ł†ŁŽŲØŁŁŠŁ‘Ł‹Ų§ŲŒ ŁˆŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ آلِهِ ŁˆŁŽŲµŁŽŲ­Ł’ŲØŁŁ‡Ł Ų§Ł„Ł‘ŁŽŲ°ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁŠŁŲ­Ł’Ų³ŁŁ†ŁŁˆŁ’Ł†ŁŽ Ų„ŁŲ³Ł’Ł„Ų§ŁŽŁ…ŁŽŁ‡ŁŁ…Ł’ ŁˆŁŽŁ„ŁŽŁ…Ł’ ŁŠŁŽŁŁ’Ų¹ŁŽŁ„ŁŁˆŁ’Ų§ Ų“ŁŽŁŠŁ’Ų¦Ł‹Ų§ ŁŁŽŲ±ŁŁŠŁ‘Ł‹Ų§ŲŒ Ų£ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲ§ ŲØŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁŲŒ ŁŁŽŁŠŁŽŲ§ Ų£ŁŽŁŠŁ‘ŁŁ‡ŁŽŲ§ Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŽŲ§Ų¶ŁŲ±ŁŁˆŁ’Ł†ŁŽ Ų±ŁŽŲ­ŁŁ…ŁŽŁƒŁŁ…Ł Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŲŒ Ų§ŁŁˆŁ’ŲµŁŁŠŁ’Ł†ŁŁŠŁ’ Ł†ŁŽŁŁ’Ų³ŁŁ‰Ł’ ŁˆŁŽŲ„ŁŁŠŁ‘ŁŽŲ§ŁƒŁŁ…Ł’ ŲØŁŲŖŁŽŁ‚Ł’ŁˆŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŲŒ ŁŁŽŁ‚ŁŽŲÆŁ’ ŁŁŽŲ§Ų²ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŲŖŁ‘ŁŽŁ‚ŁŁˆŁ’Ł†ŁŽ.
Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł ŲŖŁŽŲ¹ŁŽŲ§Ł„ŁŽŁ‰ :أعوذ بالله من Ų§Ł„Ų“ŁŠŲ·Ų§Ł† Ų§Ł„Ų±Ų¬ŁŠŁ… . ŁˆŁŽŁ…ŁŽŁ†Ł’ Ų£ŁŽŲ­Ł’Ų³ŁŽŁ†Ł Ł‚ŁŽŁˆŁ’Ł„Ų§Ł‹ مّمّن ŲÆŁŽŲ¹ŁŽŲ¢ Ų„ŁŁ„ŁŽŁ‰ اللّهِ ŁˆŁŽŲ¹ŁŽŁ…ŁŁ„ŁŽ ŲµŁŽŲ§Ł„ŁŲ­Ų§Ł‹ ŁˆŁŽŁ‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ Ų„ŁŁ†Ł‘Ł†ŁŁŠ Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŲ³Ł’Ł„ŁŁ…ŁŁŠŁ†ŁŽ


Jamaah shalat Jumat asā€˜adakumullĆ¢h,

Rasulullah shallallĆ¢hu ā€˜alaihi wasallam pernah bercerita tentang dua orang bersaudara dari kalanganĀ  Bani Israil dengan sifat yang sangat kontras: yang satu sering berbuat dosa, sementara yang lain sangat rajin beribadah.

Rupanya si ahli ibadah yang selalu menyaksikan saudaranya itu melakukan dosa tak betah untuk tidak menegur. TeguranĀ  pertama pun terlontar. Seolah tak memberikan efek apa pun, perbuatan dosa tetap berlanjut dan sekali lagi tak luput dari pantauan si ahli ibadah.

ā€œBerhentilah!ā€ Sergahnya untuk kedua kali.

Si pendosa lantas berucap, "Tinggalkan aku bersama Tuhanku. Apakah kau diutus untuk mengawasiku?"

Mungkin karena sangat kesal, lisan saudara yang rajin beribadah itu tiba-tiba mengeluarkan semacam kecaman:

Ā 

ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł„Ł‡Ł Ł„ŁŽŲ§ ŁŠŁŽŲŗŁ’ŁŁŲ±Ł Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ł„ŁŽŁƒŁŽ Ų£ŁŽŁˆŁ’ Ł„ŁŽŲ§ ŁŠŁŲÆŁ’Ų®ŁŁ„ŁŁƒŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų§Ł„Ł’Ų¬ŁŽŁ†Ł‘ŁŽŲ©ŁŽ


ā€œDemi Allah, Allah tidak akan mengampunimu. Allah tidak akan memasukkanmu ke surga.ā€

Kisah ini terekam sangat jelas dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan Abu Dawud dan Ahmad. Di bagian akhir, hadits tersebut memaparkan, tatkala masing-masing meninggal dunia, keduanya pun dikumpulkan di hadapan Allah subhanahu wa ta'ala.

Kepada yang tekun beribadah, Allah mengatakan, "Apakah kau telah mengetahui tentang-Ku? Apakah kau sudah memiliki kemampuan atas apa yang ada dalam genggaman-Ku?"

Drama keduanya pun berlanjut dengan akhir yang mengejutkan.

"Pergi dan masuklah ke surga dengan rahmat-Ku," kata Allah kepada si pendosa. Sementara kepada ahli ibadah, Allah mengatakan, "(Wahai malaikat) giringlah ia menuju neraka."

Jamaah shalat Jumat asā€˜adakumullĆ¢h,

Cerita tersebut mengungkapkan fakta yang menarik dan beberapa pelajaran bagi kita semua. Ahli ibadah yang sering kita asosiasikan sebagai ahli surga ternyata kasus dalam hadits itu justru sebaliknya. Sementara hamba lain yang terlihat sering melakukan dosa justru mendapat kenikmatan surga.

Mengapa bisa demikian? Karena nasib kehidupan akhirat sepenuhnya menjadi hak prerogatif Allah. Pada hakikatnya, manusia tak memiliki kewenangan untuk memvonis orang atau kelompok lain sebagai golongan kafir atau bukan, masuk neraka atau surga, dilaknat atau dirahmati. Tak ada alat ukur apa pun yang sanggup mendeteksi kualitas hati dan keimanan seseorang secara pasti. Yang bisa kita cermati hanya tampilan lahiriahnyaĀ belaka. Soal kepastian hati, apalagi nasib kelak di akhirat tak seorang pun dari kita sanggup mendeteksi.

Jika diamati, ahli ibadah dalam kisah hadits di atas terjerumus ke jurang neraka lantaran melakukan sejumlah kesalahan. Pertama, ia lancang mengambil hak Allah dengan menghakimi bahwa saudaranya ā€œtak mendapat ampunan Allah dan tidak akan masuk surgaā€. Mungkin ia berangkat dari niat baik, yakni hasrat memperbaiki perilaku saudaranya yang sering berbuat dosa. Namun ia ceroboh dengan bersikap selayak Tuhan: menuding orang lain salah sembari memastikan balasan negatif yang bakal diterimanya.

Dalam konteks etika dakwah, si ahli ibadah sedang melakukan perbuatan di luar batas wewenangnya sebagai pengajak. Ia tak hanya menjadi dĆ¢ā€˜i (tukang ajak) tapi sekaligus hĆ¢kim (tukang vonis).Ā  Padahal, Al-Qur’an mengingatkan:

Ā 

Ų§ŁŲÆŁ’Ų¹Ł Ų„ŁŁ„ŁŽŁ‰ Ų³ŁŽŲØŁŁŠŁ’Ł„Ł Ų±ŁŽŲØŁ‘ŁŁƒŁŽ ŲØŁŲ§Ł„Ł’Ų­ŁŁƒŁ’Ł…ŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł’Ł…ŁŽŁˆŁ’Ų¹ŁŲøŁŽŲ©Ł Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŽŲ³ŁŽŁ†ŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŲ¬ŁŽŲ§ŲÆŁŁ„Ł’Ł‡ŁŁ…Ł’ ŲØŁŲ§Ł„Ł‘ŁŽŲŖŁŁŠŁ’ Ł‡ŁŁŠŁŽ Ų£ŁŽŲ­Ł’Ų³ŁŽŁ†Ł


ā€œSerulah ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana, peringatan yang baik, dan bantulah mereka dengan yang lebih baik. Sungguh Tuhanmulah yang mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya. Dan Dia Maha mengetahui orang-orang yang mendapat hidayah.ā€ (An-Nahl [16]: 125)

Ā 

ŁˆŁŽŁ‚ŁŁ„Ł Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŽŁ‚Ł‘Ł مِنْ Ų±ŁŽŲØŁ‘ŁŁƒŁŁ…Ł’ ŁŁŽŁ…ŁŽŁ†Ł’ Ų“ŁŽŲ§Ų”ŁŽ ŁŁŽŁ„Ł’ŁŠŁŲ¤Ł’Ł…ŁŁ†Ł’ ŁˆŁŽŁ…ŁŽŁ†Ł’ Ų“ŁŽŲ§Ų”ŁŽ ŁŁŽŁ„Ł’ŁŠŁŽŁƒŁ’ŁŁŲ±Ł’


ā€œDan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". (Al-Kahfi [18]: 29)
Ā 
Ayat ini tak hanya berpesan tentang keharusan seseorang untuk berdakwah secara arif dan santun melainkan menegaskan pula bahwa tugas seseorang hamba kepada hamba lainnya adalah sebatas mengajak atau menyampaikan. Mengajak tak sama dengan mendesak, mengajak juga bukan melarang atau menyuruh. Mengajak adalah meminta orang lain mengikuti kebaikan atau kebenaran yang kita yakini, dengan cara memotivasi, mempersuasi, sembari menunjukkan alasan-alasan yang meyakinkan. Urusan apakah ajakan itu diikuti atau tidak, kita serahkan kepada Allah subhĆ¢nahu wa taā€˜Ć¢lĆ¢ (tawakal).

Jamaah shalat Jumat asā€˜adakumullĆ¢h,

Kesalahan kedua yang dilakukan ahli ibadah dalam kisah tersebut adalah ia terlena terhadap prestasi ibadah yang ia raih. Hal itu dibuktikan dengan kesibukannya untuk mengawasi dan menilai perilaku orang lain ketimbang dirinya sendiri. Dalam tingkat yang lebih parah, sikap macam ini dapat membawa seseorang pada salah satu akhlak tercela bernama tajassus, yakni gemar mencari-cari keburukan orang lain. Apalagi, bila orang yang menjadi sasaran belum tentu benar-benar berbuat salah. Seringkali lantaran kesalahpahaman dan perkara teknis, sebuah perbuatan secara sekilas pandang tampak salah padahal tidak. Di sinilah pentingnya tabayun (klarifikasi) dalam ajaran Islam.

Tentu saja memperbanyak ibadah dan meyakini kebenaran adalah hal yang utama. Tapi menjadi keliru tatkala sikap tersebut dihinggapi 'ujub (bangga diri). Ujub merupakan penyakit hati yang cukup kronis. Ia bersembunyi di balik kelebihan-kelebihan diri kemudian pelan-pelan mengotorinya. Bisa saja seseorang selamat dari perbuatan dosa tapi ia kemudian terjerumus ke dalam jurang yang lebih dalam, yakni ujub. Mesti diingat, menghindari perbuatan dosa memang hal yang amat penting, tapi yang lebih penting lagi bagi seseorang yang terbebas dari dosa adalah menghindari sifat bangga diri. Sebuah maqalah bijak berujar, ā€œPerbuatan dosa yang membuatmu menyesal jauh lebih baik ketimbang beribadah yang disertai rasa ujub.ā€

Watak buruk dari kelanjutan sifat ujub biasanya adalah merendahkan orang lain. Amal ibadah yang melimpah, apalagi disertai pujian dan penghormatan dari masyarakat sekitar, sering membuat orang lupa lalu dengan mudah menganggap remeh orang lain. Orang-orang semacam ini umumnya terjebak dengan penampilan luar. Mereka menilai sesuatu hanya dari yang tampak secara kasat mata. Padahal, bisa saja orang yang disangkanya buruk, di mata Allah justru lebih mulia karena lebih banyak memiliki kebaikan namun lantaran bukan tipe orang yang suka pamer amal itu pun luput dari pandangan mata kita.

Jamaah shalat Jumat hadâkumullâh,

Dakwah berasal dari lafadh daā€˜Ć¢-yadā€˜Ć» yang secara bahasa semakna dengan an-nidâ’ dan ath-thalab. An-nidâ’ berarti memanggil, menyeru, mengajak; sementara ath-thalab dapat diterjemahkan dengan meminta atau mencari. Istilah dakwah bisa didefinisikan sebagai upaya mengajak atau menyeru kepada iman kepada Allah dan segenap syariat yang dibawa Rasulullah serta nilai-nilai positif lainnya.

Dakwah sangat dianjurkan dalam Islam sebagai pelaksanaan prinsip amar ma’ruf nahi (ā€˜anil) munkar. Umat Islam diperintah untuk menyebarkan pesan kebaikan (ma’ruf) dan tak boleh berdiam diri ketika melihat kemunkaran.Ā  Hanya saja, dalam praktiknya semua dijalankan dalam koridor yang bijaksana, sehingga usaha amar ma’ruf terealisasi dengan baik dan pencegahan kemungkaran pun tak menimbulkan kemungkaran baru lantaran tidak dijalankan dengan cara-cara yang mungkar.

Karena itu, kita mengenal dalam proses dakwah dua hal, yaitu isi dakwah dan cara dakwah. Terkait isi, dakwah memiliki lingkup yang sangat luas, dari persoalan akidah, ibadah hingga akhlak keseharian seperti ajakan untuk tidak menggunjing dan membuang sampah sembarangan. Dakwah memang bukan monopoli tugas seorang dai, siapa pun bisa menjadi pengajak, namun dakwah menekankan pelakunya memiliki bekal ilmu yang cukup tentang hal-hal yang ingin ia serukan. Hal ini penting agar dakwah tak hanya meyakinkan tapi juga tidak sepotong-sepotong.

Yang tak kalah penting adalah cara. Betapa banyak hal-hal positif di dunia ini gagal menular karena disebarluaskan dengan cara-cara yang keliru. Begitu pula dengan dakwah. Dalam hal ini kita bisa berkaca kepada Rasulullah. Di tengah fanatisme suku-suku yang parah, kebejatan moral yang luar biasa, dan kendornya prinsip-prinsip tauhid, dalam jangka waktu hanya 23 tahun beliau sukses membuat perubahan besar-besaran di tanah Arab. Bagaimana ini bisa dilakukan? Kunci dari kesuksesan revolusi peradaban itu adalah daā€˜wah bil hikmah, seruan yang digaungkan dengan cara-cara bijaksana. Akhlak Nabi lebih menonjol ketimbang ceramah-ceramahnya. Beliau tak hanya memerintah tapi juga meneladankan. Rasulullah juga pribadi yang egaliter, memahami psikologi orang lain, menghargai proses, membela orang-orang terzalimi, dan tentu saja berperangai ramah dan welas asih.

Hadirin yang semoga dirahmati Allah,

Khatib kembali mengingatkan diri sendiri dan jamaah sekalian bahwa ada rambu-rambu dakwah yang perlu diingat, yakni jangan membenci dan merendahkan orang lain, apalagi mencaci maki dan memojokkannya. Karena jika hal itu kita lakukan maka keluarlah kita dari motivasi dakwah sesungguhnya. Dakwah berangkat dari niat baik, untuk tujuan yang baik, dan semestinya dilakukan dengan cara-cara yang baik. Itulah makna sejati dakwah. Bila ada pendakwah gemar menjelek-jelekan orang atau golongan lain, mungkin perlu diingatkan lagi tentang bahasa Arab dasar bahwa da'wah artinya mengajak bukan mengejek. Sehingga, dakwah mestinya ramah bukan marah, merangkul bukan memukul.

Yang paling mengerikan tentu saja adalah dakwah dikuasai amarah dan hawa nafsu sehingga menimbulkan pemaksaan dan aksi-aksi kekerasan, hanya karena menganggap orang lain sebagai musyrik, musuh Allah, dan karenanya harus diperangi. Jika sudah sampai pada level ini, pendakwah tak hanya sudah melenceng jauh dari esensi dakwah, tapi juga pantas menjadi sasaran dakwah itu sendiri. Al-Qur'an sudah sangat benderang menegaskan bahwa tak ada paksaan dalam agama, dan oleh sebab itu menggunakan pendekatan kekerasan sama dengan mencampakkan pesan ayat suci.

Dalam sebuah hadits dijelaskan:

Ā 

عن حذيفة رضي الله عنه قال : Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ Ų±ŁŽŲ³ŁŁˆŁ„Ł Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł ŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ³ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ…ŁŽ : Ų„ŁŁ†Ł‘ŁŽ Ų£ŁŽŲ®Ł’ŁˆŁŽŁŁŽ Ł…ŁŽŲ§ Ų£ŁŽŲ®ŁŽŲ§ŁŁ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’ŁƒŁŁ…Ł’ Ų±ŁŽŲ¬ŁŁ„ŁŒ Ł‚ŁŽŲ±ŁŽŲ£ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ł‚ŁŲ±Ł’Ų¢Ł†ŁŽ ، Ų­ŁŽŲŖŁ‘ŁŽŁ‰ Ų„ŁŲ°ŁŽŲ§ Ų±ŁŽŲ£ŁŽŁŠŁ’ŲŖŁŽ ŲØŁŽŁ‡Ł’Ų¬ŁŽŲŖŁŽŁ‡Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł ، ŁˆŁŽŁƒŁŽŲ§Ł†ŁŽ رِدًْؔا Ł„ŁŁ„Ł’Ų„ŁŲ³Ł’Ł„ŁŽŲ§Ł…Ł Ų§Ł†Ł’Ų³ŁŽŁ„ŁŽŲ®ŁŽ Ł…ŁŁ†Ł’Ł‡Ł ŁˆŁŽŁ†ŁŽŲØŁŽŲ°ŁŽŁ‡Ł ŁˆŁŽŲ±ŁŽŲ§Ų”ŁŽ ŲøŁŽŁ‡Ł’Ų±ŁŁ‡Ł ، ŁˆŁŽŲ³ŁŽŲ¹Ł‰ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų¬ŁŽŲ§Ų±ŁŁ‡Ł ŲØŁŲ§Ł„Ų³Ł‘ŁŽŁŠŁ’ŁŁ ، ŁˆŁŽŲ±ŁŽŁ…ŁŽŲ§Ł‡Ł ŲØŁŲ§Ł„Ų“Ł‘ŁŲ±Ł’ŁƒŁ " . Ł‚ŁŁ„Ł’ŲŖŁ : ŁŠŁŽŲ§ Ł†ŁŽŲØŁŁŠŁ‘ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł ! Ų£ŁŽŁŠŁ‘ŁŁ‡ŁŁ…ŁŽŲ§ Ų£ŁŽŁˆŁ’Ł„ŁŽŁ‰ ŲØŁŲ§Ł„Ų“Ł‘ŁŲ±Ł’ŁƒŁ Ų§Ł„Ų±Ł‘ŁŽŲ§Ł…ŁŁŠ Ų£ŁŽŁˆŁ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŽŲ±Ł’Ł…ŁŁŠŁ‘Ł ؟ Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ ŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ³ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ…ŁŽ : " ŲØŁŽŁ„Ł Ų§Ł„Ų±Ł‘ŁŽŲ§Ł…ŁŁŠ "


Dari Hudzaifah radliyallĆ¢hu ā€˜anh, Rasulullah shallallĆ¢hu ā€˜alaihi wasallam bersabda, ā€œSungguh yang paling aku khawatirkan pada kalian adalah orang yang membaca Al-Qur’an sampai terlihat kegembiraannya dan menjadi benteng bagi Islam, kemudian ia mencampakkannya dan membuangnya ke belakang punggung, membawa pedang kepada tetangganya dan menuduhnya syirik.ā€ Saya (Hudzaifah) bertanya: ā€œWahai Nabi, siapakah yang lebih pantas disifati syirik, yang menuduh atau yang dituduh?ā€ Rasulullah menjawab: ā€œYang menuduh.ā€ (HR Ibnu Hibban)

Na’ûdzubillĆ¢hi mindzĆ¢lik. Semoga kita semua dilindungi Allah dari perbuatan buruk baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain.

Ā 

ŲØŲ§ŁŽŲ±ŁŽŁƒŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ł„ŁŁŠŁ’ ŁˆŁŽŁ„ŁƒŁ…Ł’ فِي Ų§Ł„Ł‚ŁŲ±Ł’Ų¢Ł†Ł Ų§Ł„Ų¹ŁŽŲøŁŁŠŁ’Ł…ŁŲŒ ŁˆŁŽŁ†ŁŽŁŁŽŲ¹ŁŽŁ†ŁŁŠŁ’ ŁˆŁŽŲ„ŁŁŠŁ‘Ų§ŁƒŁŁ…Ł’ ŲØŁŲ§Ł„Ų¢ŁŠŲ§ŲŖŁ ŁˆŲ§Ł„Ų°Ł‘ŁŁƒŁ’Ų±Ł Ų§Ł„Ų­ŁŽŁƒŁŁŠŁ’Ł…Ł.Ā  Ų„Ł†Ł‘Ł‡Ł ŲŖŁŽŲ¹Ų§ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų¬ŁŽŁˆŁ‘Ų§ŲÆŁŒ ŁƒŁŽŲ±ŁŁŠŁ’Ł…ŁŒ Ł…ŁŽŁ„ŁŁƒŁŒ ŲØŁŽŲ±Ł‘ŁŒ Ų±ŁŽŲ¤ŁŁˆŁ’ŁŁŒ Ų±ŁŽŲ­ŁŁŠŁ’Ł…ŁŒ

Ā 
Khutbah II

Ā 

Ų§ŁŽŁ„Ł’Ų­ŁŽŁ…Ł’ŲÆŁ للهِ Ų±ŁŽŲØŁ‘Ł Ų§Ł„Ł’Ų¹ŁŽŲ§Ł„ŁŽŁ…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽŲŒ ŁˆŁŽŲØŁŁ‡Ł Ł†ŁŽŲ³Ł’ŲŖŁŽŲ¹ŁŁŠŁ’Ł†Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų£ŁŁ…ŁŁˆŁ’Ų±Ł Ų§Ł„ŲÆŁ‘ŁŁ†Ł’ŁŠŁŽŲ§ ŁˆŁŽŲ§Ł„ŲÆŁ‘ŁŁŠŁ’Ł†Ł. Ų£ŁŽŲ“Ł’Ł‡ŁŽŲÆŁ Ų£ŁŽŁ†Ł’ Ł„Ų§ŁŽ Ų„ŁŁ„Ł‡ŁŽ Ų„ŁŁ„Ų§Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ­Ł’ŲÆŁŽŁ‡Ł Ł„Ų§ŁŽ Ų“ŁŽŲ±ŁŁŠŁ’ŁƒŁŽ Ł„ŁŽŁ‡ŁŲŒ ŁˆŁŽŲ£ŁŽŲ“Ł’Ł‡ŁŽŲÆŁ Ų£ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ł…ŁŲ­ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲÆŁ‹Ų§ Ų¹ŁŽŲØŁ’ŲÆŁŁ‡Ł ŁˆŁŽŲ±ŁŽŲ³ŁŁˆŁ’Ł„ŁŁ‡Ł. Ų§Ł„Ł„Ł‘Ł‡ŁŁ…Ł‘ŁŽ ŲµŁŽŁ„Ł‘Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų³ŁŽŁŠŁ‘ŁŲÆŁŁ†ŁŽŲ§ Ł…ŁŲ­ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲÆŁ ŁˆŁŽŲ¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ ألِهِ ŁˆŁŽŲ£ŁŽŲµŁ’Ų­ŁŽŲ§ŲØŁŁ‡Ł Ų£ŁŽŲ¬Ł’Ł…ŁŽŲ¹ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŁ…ŁŽŁ†Ł’ ŲŖŁŽŲØŁŲ¹ŁŽŁ‡ŁŁ…Ł’ ŲØŁŲ„ŁŲ­Ł’Ų³ŁŽŲ§Ł†Ł Ų„ŁŁ„ŁŽŁ‰ ŁŠŁŽŁˆŁ’Ł…Ł Ų§Ł„ŲÆŁ‘ŁŁŠŁ’Ł†Ł. Ų£ŁŽŁ…Ł‘ŁŽŲ§ ŲØŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁŲŒ ŁŁŽŁŠŁŽŲ§ Ų¹ŁŲØŁŽŲ§ŲÆŁŽ اللهِ Ų£ŁŁˆŁ’ŲµŁŁŠŁ’ŁƒŁŁ…Ł’ ŁˆŁŽŁ†ŁŽŁŁ’Ų³ŁŁŠŁ’ ŲØŁŲŖŁŽŁ‚Ł’ŁˆŁŽŁ‰ اللهِ ŁŁŽŁ‚ŁŽŲÆŁ’ ŁŁŽŲ§Ų²ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ł…ŁŲŖŁ‘ŁŽŁ‚ŁŁˆŁ’Ł†ŁŽŲŒ ŁˆŁŽŲ£ŁŽŲ­ŁŲ«Ł‘ŁŁƒŁŁ…Ł’ Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų·ŁŽŲ§Ų¹ŁŽŲŖŁŁ‡Ł Ł„ŁŽŲ¹ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁƒŁŁ…Ł’ ŲŖŁŲ±Ł’Ų­ŁŽŁ…ŁŁˆŁ’Ł†ŁŽ.
Ł‚ŁŽŲ§Ł„ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł ŲŖŁŽŲ¹ŁŽŲ§Ł„ŁŽŁ‰ ŁŁŁŠŁ’ Ų§Ł’Ł„Ł‚ŁŲ±Ł’Ų¢Ł†Ł Ų§Ł„Ł’ŁƒŁŽŲ±ŁŁŠŁ’Ł…Ł: ŁŠŁŽŲ§Ų£ŁŽŁŠŁ‘ŁŁ‡ŁŽŲ§ Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲ§Ų³Ł Ų§Ų¹Ł’ŲØŁŲÆŁŁˆŲ§ Ų±ŁŽŲØŁ‘ŁŽŁƒŁŁ…Ł Ų§Ł„Ł‘ŁŽŲ°ŁŁŠ Ų®ŁŽŁ„ŁŽŁ‚ŁŽŁƒŁŁ…Ł’ ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł‘ŁŽŲ°ŁŁŠŁ†ŁŽ مِنْ Ł‚ŁŽŲØŁ’Ł„ŁŁƒŁŁ…Ł’ Ł„ŁŽŲ¹ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁƒŁŁ…Ł’ ŲŖŁŽŲŖŁ‘ŁŽŁ‚ŁŁˆŁ†ŁŽŲŒ ŁˆŁŽŁ‚Ų§ŁŽŁ„ŁŽ Ų±ŁŽŲ³ŁŁˆŁ’Ł„Ł اللهِ ŲµŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ‰ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁŠŁ’Ł‡Ł ŁˆŁŽŲ³ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁ…ŁŽ: Ų§ŲŖŁ‘ŁŽŁ‚Ł Ų§Ł„Ł„Ł‘ŁŽŁ‡Ł Ų­ŁŽŁŠŁ’Ų«ŁŁ…ŁŽŲ§ ŁƒŁŁ†Ł’ŲŖŁŽ ŁˆŁŽŲ£ŁŽŲŖŁ’ŲØŁŲ¹Ł’ Ų§Ł„Ų³Ł‘ŁŽŁŠŁ‘ŁŲ¦ŁŽŲ©ŁŽ Ų§Ł„Ł’Ų­ŁŽŲ³ŁŽŁ†ŁŽŲ©ŁŽ ŲŖŁŽŁ…Ł’Ų­ŁŁ‡ŁŽŲ§ ŁˆŁŽŲ®ŁŽŲ§Ł„ŁŁ‚Ł Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲ§Ų³ŁŽ ŲØŁŲ®ŁŁ„ŁŁ‚Ł Ų­ŁŽŲ³ŁŽŁ†Ł. ŲµŁŽŲÆŁŽŁ‚ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡Ł Ų§Ł„Ł’Ų¹ŁŽŲøŁŁŠŁ’Ł…Ł ŁˆŁŽŲµŁŽŲÆŁŽŁ‚ŁŽ Ų±ŁŽŲ³ŁŁˆŁ’Ł„ŁŁ‡Ł Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲØŁŁŠŁ‘Ł Ų§Ł„Ł’ŁƒŁŽŲ±ŁŁŠŁ’Ł…Ł ŁˆŁŽŁ†ŁŽŲ­Ł’Ł†Ł Ų¹ŁŽŁ„ŁŽŁ‰ Ų°Ł„ŁŁƒŁŽ Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł„Ų“Ł‘ŁŽŲ§Ł‡ŁŲÆŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł„Ų“Ł‘ŁŽŲ§ŁƒŁŲ±ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł„Ł’Ų­ŁŽŁ…Ł’ŲÆŁ ِللهِ Ų±ŁŽŲØŁ‘Ł Ų§Ł„Ł’Ų¹ŁŽŲ§Ł„ŁŽŁ…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ.


Jamaah shalat Jumat asā€˜adakumullĆ¢h,

Tekun dalam beribadah kemudian mengajak sesamanya untuk melakukan hal yang serupa merupakan sesuatu yang dipuji dalam agama. Hanya saja, dakwah atau mengajak memiliki batasan-batasan. Setidaknya ada dua tips yang bisa dipegang agar seseorang tak melampaui batasan tugas sebagai seorang pengajak. Pertama, muhĆ¢sabah (introspeksi). Meneliti aib orang yang paling bagus adalah dimulai dari diri sendiri. Muhasabah akan mengantarkan kita pada prioritas perbaikan kualitas diri sendiri, yang secara otomatis akan membawa pengaruh pada perbaikan lingkungan sekitarnya. Sebagaimana dikatakan Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, ā€œAshlih nafsaka yashluh lakan nĆ¢s. Perbaikilah dirimu maka orang lain akan berbuat baik kepadamu.ā€

Kedua, tawĆ¢dluā€˜ (rendah hati). Sikap ini tidak sulit tapi memang sangat berat. Rendah hati berbeda dari rendah diri. Tawaduk adalah kemenangan jiwa dari keinginan ego yang senantiasa merasa unggul: merasa paling benar, paling pintar, paling saleh, dan seterusnya—yang ujungnya meremehkan orang lain. Tawaduk membuahkan sikap menghargai orang lain, sabar, dan menghormati proses. Dalam perjalanan dakwah, tawaduk terbukti lebih menyedot banyak simpati dan menjadi salah satu kunci suksesnya sebuah seruan kebaikan. Fakta ini bisa kita lihat secara jelas dalam perjuangan Nabi dan pendakwah generasi terdahulu yang tercatat sejarah hingga kini. WallĆ¢hu aā€˜lam bish-shwĆ¢b.

Ā 

Ā Ų§ŁŽŁ„Ł„Ł‡ŁŁ…Ł‘ŁŽ اغْفِرْ Ł„ŁŁ„Ł’Ł…ŁŲ¤Ł’Ł…ŁŁ†ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ¤Ł’Ł…ŁŁ†ŁŽŲ§ŲŖŁ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ³Ł’Ł„ŁŁ…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ³Ł’Ł„ŁŁ…ŁŽŲ§ŲŖŁ Ų§ŁŽŁ„Ų§ŁŽŲ­Ł’ŁŠŲ¢Ų”Ł Ł…ŁŁ†Ł’Ł‡ŁŁ…Ł’ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ų§ŁŽŁ…Ł’ŁˆŁŽŲ§ŲŖŁ Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŁ…Ł‘ŁŽ Ų£ŁŽŲ¹ŁŲ²Ł‘ŁŽ Ų§Ł’Ł„Ų„ŁŲ³Ł’Ł„Ų§ŁŽŁ…ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ³Ł’Ł„ŁŁ…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ£ŁŽŲ°ŁŁ„Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ų“Ł‘ŁŲ±Ł’ŁƒŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ“Ł’Ų±ŁŁƒŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł†Ł’ŲµŁŲ±Ł’ Ų¹ŁŲØŁŽŲ§ŲÆŁŽŁƒŁŽ Ų§Ł’Ł„Ł…ŁŁˆŁŽŲ­Ł‘ŁŲÆŁŁŠŁ‘ŁŽŲ©ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł†Ł’ŲµŁŲ±Ł’ Ł…ŁŽŁ†Ł’ Ł†ŁŽŲµŁŽŲ±ŁŽ Ų§Ł„ŲÆŁ‘ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ų®Ł’Ų°ŁŁ„Ł’ Ł…ŁŽŁ†Ł’ Ų®ŁŽŲ°ŁŽŁ„ŁŽ Ų§Ł’Ł„Ł…ŁŲ³Ł’Ł„ŁŁ…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽ ŲÆŁŽŁ…Ł‘ŁŲ±Ł’ Ų£ŁŽŲ¹Ł’ŲÆŁŽŲ§Ų”ŁŽŲ§Ł„ŲÆŁ‘ŁŁŠŁ’Ł†Ł ŁˆŁŽŲ§Ų¹Ł’Ł„Ł ŁƒŁŽŁ„ŁŁ…ŁŽŲ§ŲŖŁŁƒŁŽ Ų„ŁŁ„ŁŽŁ‰ ŁŠŁŽŁˆŁ’Ł…ŁŽ Ų§Ł„ŲÆŁ‘ŁŁŠŁ’Ł†Ł. Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŁ…Ł‘ŁŽ Ų§ŲÆŁ’ŁŁŽŲ¹Ł’ Ų¹ŁŽŁ†Ł‘ŁŽŲ§ Ų§Ł’Ł„ŲØŁŽŁ„Ų§ŁŽŲ”ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„ŁˆŁŽŲØŁŽŲ§Ų”ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł„Ų²Ł‘ŁŽŁ„Ų§ŁŽŲ²ŁŁ„ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ­ŁŽŁ†ŁŽ ŁˆŁŽŲ³ŁŁˆŁ’Ų”ŁŽ Ų§Ł’Ł„ŁŁŲŖŁ’Ł†ŁŽŲ©Ł ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŲ­ŁŽŁ†ŁŽ Ł…ŁŽŲ§ ŲøŁŽŁ‡ŁŽŲ±ŁŽ Ł…ŁŁ†Ł’Ł‡ŁŽŲ§ ŁˆŁŽŁ…ŁŽŲ§ ŲØŁŽŲ·ŁŽŁ†ŁŽ Ų¹ŁŽŁ†Ł’ ŲØŁŽŁ„ŁŽŲÆŁŁ†ŁŽŲ§ Ų§ŁŁ†Ł’ŲÆŁŁˆŁ†ŁŁŠŁ’Ų³ŁŁŠŁ‘ŁŽŲ§ Ų®Ų¢ŲµŁ‘ŁŽŲ©Ł‹ ŁˆŁŽŲ³ŁŽŲ§Ų¦ŁŲ±Ł Ų§Ł’Ł„ŲØŁŁ„Ł’ŲÆŁŽŲ§Ł†Ł Ų§Ł’Ł„Ł…ŁŲ³Ł’Ł„ŁŁ…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ Ų¹Ų¢Ł…Ł‘ŁŽŲ©Ł‹ ŁŠŁŽŲ§ Ų±ŁŽŲØŁ‘ŁŽ Ų§Ł’Ł„Ų¹ŁŽŲ§Ł„ŁŽŁ…ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ. Ų±ŁŽŲØŁ‘ŁŽŁ†ŁŽŲ§ Ų¢ŲŖŁŁ†Ų§ŁŽ فِى Ų§Ł„ŲÆŁ‘ŁŁ†Ł’ŁŠŁŽŲ§ Ų­ŁŽŲ³ŁŽŁ†ŁŽŲ©Ł‹ ŁˆŁŽŁŁŁ‰ Ų§Ł’Ł„Ų¢Ų®ŁŲ±ŁŽŲ©Ł Ų­ŁŽŲ³ŁŽŁ†ŁŽŲ©Ł‹ ŁˆŁŽŁ‚ŁŁ†ŁŽŲ§ Ų¹ŁŽŲ°ŁŽŲ§ŲØŁŽ Ų§Ł„Ł†Ł‘ŁŽŲ§Ų±Ł. Ų±ŁŽŲØŁ‘ŁŽŁ†ŁŽŲ§ ŲøŁŽŁ„ŁŽŁ…Ł’Ł†ŁŽŲ§ Ų§ŁŽŁ†Ł’ŁŁŲ³ŁŽŁ†ŁŽŲ§ŁˆŁŽŲ§ŁŁ†Ł’ Ł„ŁŽŁ…Ł’ ŲŖŁŽŲŗŁ’ŁŁŲ±Ł’ Ł„ŁŽŁ†ŁŽŲ§ ŁˆŁŽŲŖŁŽŲ±Ł’Ų­ŁŽŁ…Ł’Ł†ŁŽŲ§ Ł„ŁŽŁ†ŁŽŁƒŁŁˆŁ’Ł†ŁŽŁ†Ł‘ŁŽ Ł…ŁŁ†ŁŽ Ų§Ł’Ł„Ų®ŁŽŲ§Ų³ŁŲ±ŁŁŠŁ’Ł†ŁŽ. Ų¹ŁŲØŁŽŲ§ŲÆŁŽŲ§Ł„Ł„Ł‡Ł ! Ų„ŁŁ†Ł‘ŁŽ Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŽ ŁŠŁŽŲ£Ł’Ł…ŁŲ±Ł ŲØŁŲ§Ł’Ł„Ų¹ŁŽŲÆŁ’Ł„Ł ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ų„ŁŲ­Ł’Ų³ŁŽŲ§Ł†Ł ŁˆŁŽŲ„ŁŁŠŁ’ŲŖŲ¢Ų”Ł ذِي Ų§Ł’Ł„Ł‚ŁŲ±Ł’ŲØŁ‰ŁŽ ŁˆŁŽŁŠŁŽŁ†Ł’Ł‡ŁŽŁ‰ Ų¹ŁŽŁ†Ł Ų§Ł’Ł„ŁŁŽŲ­Ł’Ų“Ų¢Ų”Ł ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„Ł…ŁŁ†Ł’ŁƒŁŽŲ±Ł ŁˆŁŽŲ§Ł’Ł„ŲØŁŽŲŗŁ’ŁŠ ŁŠŁŽŲ¹ŁŲøŁŁƒŁŁ…Ł’ Ł„ŁŽŲ¹ŁŽŁ„Ł‘ŁŽŁƒŁŁ…Ł’ ŲŖŁŽŲ°ŁŽŁƒŁ‘ŁŽŲ±ŁŁˆŁ’Ł†ŁŽ ŁˆŁŽŲ§Ų°Ł’ŁƒŁŲ±ŁŁˆŲ§Ų§Ł„Ł„Ł‡ŁŽ Ų§Ł’Ł„Ų¹ŁŽŲøŁŁŠŁ’Ł…ŁŽ ŁŠŁŽŲ°Ł’ŁƒŁŲ±Ł’ŁƒŁŁ…Ł’ ŁˆŁŽŲ§Ų“Ł’ŁƒŁŲ±ŁŁˆŁ’Ł‡Ł Ų¹ŁŽŁ„Ł‰ŁŽ Ł†ŁŲ¹ŁŽŁ…ŁŁ‡Ł ŁŠŁŽŲ²ŁŲÆŁ’ŁƒŁŁ…Ł’ ŁˆŁŽŁ„ŁŽŲ°ŁŁƒŁ’Ų±Ł اللهِ Ų£ŁŽŁƒŁ’ŲØŁŽŲ±Ł’

Ā 


Mahbib Khoiron
Ā 


*) Teks khutbah ini pernah diikutsertakan pada Sayembara Khutbah Damai yang digelar PeaceGeneration Indonesia, Gerakan Islam Cinta, Dinas Pemuda dan Olahraga Pemkot Bandung, Forum Silaturahim Umat Islam Indonesia (FSUII), Lembaga Studi Agama dan Budaya Indonesia (LSABI), Penerbit Salam Books, dan MasterPeace Writing Labs